Semua Bab Our Story: Bab 41 - Bab 50
63 Bab
Perubahan Rencana
Momen yang tidak pernah terbayangkan di benaknya tadi malam—masih membekas di ingatannya dan sulit sekali untuk Aira lupakan begitu saja. Terlampau mengejutkan dan tidak mengira, Daffa sebagai sahabatnya akan melakukan hal demikian. Itu semua—masih terasa seperti mimpi.Aira reflek tersenyum tipis ketika mengingatnya. Dia menyadari, ternyata orang yang dimaksud Daffa itu ialah dirinya. Sungguh, Aira tidak bisa untuk tidak tersenyum senang karena orang yang dia maksud ternyata juga balas menyukainya. Memang, entah sejak kapan, Aira juga mulai menaruh perasaan terhadap Daffa."Bener kata orang, persahabatan pria dan wanita pasti selalu berakhir cinta. Beruntung, kalo sama-sama suka.""Gue juga nggak nyangka. Situasinya yang bikin gue harus lakuin itu."Benar, tepat sekali. Aira memahami maksud ucapan Daffa. Cowok itu menyatakan perasaan terhadapnya tentu bukan karena alasan. Bukan hanya karena dia menyukai Aira, melainkan, Daffa melakukan itu karena ingin segera menyelesaikan semua masa
Baca selengkapnya
Bukan Cinta
Bel pulang sekolah sudah berbunyi, menjadi pertanda yang membanggakan bagi semua murid. Semuanya berhamburan keluar kelas dan bergegas menuju parkiran. Tak sedikit yang rela mengantri untuk cepat-cepat pulang. Namun, tidak sedikit pula yang malas dan memilih menunggu di kelas.Sama halnya dengan Daffa dan Aira. Menunggu ketika sudah sepi, barulah mereka menuju parkiran. Sekarang Aira yang baru saja keluar dari kelas langsung mengejar Daffa karena cowok itu berjalan sangat cepat. Sampai-sampai Aira memanggil dengan nada kesal, Daffa tetao saja tidak menghentikan langkahnya."Daffa sialan! Tungguin gue buset!" Aira berteriak di koridor kelas. Dengan napas yang terengah-engah dia menyusul Daffa di depan sana."Duh, lo lemot banget, sih, Let," ejek Daffa dengan kekehan pelan. Dia mendapati raut Aira yang kesal dan lelah ketika sudah berdiri di sampingnya."Lo, tuh, yang kecepetan! Kaki gue pendek, Tai!" dengkus Aira kesal, dirinya memang mengakui jika kakinya tidak tinggi. Alias pendek.D
Baca selengkapnya
Pertemuan Pertama
Ada salah satu hal yang tidak pernah terbayangkan di benak Aira sebelumnya. Yaitu, tentang Daffa yang bernotaben sebagai sahabatnya justru ingin melamarnya. Parahnya lagi, ketika dirinya masih duduk di bangku SMA. Itu merupakan hal yang membuatnya tertegun seketika.Malam ini, Aira masih berada di kamarnya. Dengan degup jantung yang berdetak cepat, serta telapak tangannya yang dingin. Sungguh, sekarang dia merasa akan menjadi seorang gadis yang sudah menjadi milik seseorang. Malam ini, Aira sudah berdandan—tipis. Yah, itu juga demi menyambut kedatangan Daffa dan mamanya beberapa menit yang akan datang.Aira berulang kali menghela napas. Membuang napas panjang. Menarikya lagi, lalu mengembuskannya lagi. Sudah beberapa kali—namun tetap dia panas dingin. Detak jantungnya masih sama. Deg-degan. Terlebih, dandanannya malam ini, baru pertama kali dia coba dan perlihatkan kepada Daffa.Entah bagaimana reaksi Daffa nanyi—yang pasti Aira berharap dirinya tidak terlalu buruk di mata cowoknya. D
Baca selengkapnya
Keputusan Papa
Aira sudah meremas roknya untuk menahan kegugupan. Padahal biasanya dia akan blak-blakan dengan Daffa, tetapi sekarang, semenjak statusnya berubah di mata Daffa, Aira menjadi tidak senyaman biasanya. Saat suasana canggung dan hening menyelimuti, suara ketukan pintu tiba-tiba terdengar."Kamu? Ngapain di sini? Jangan ganggu anak saya lagi, ya!" Andi tiba-tiba masuk dan menutup pintu lalu ketika hendak berjalan kembali, netranya mendapati Daffa yang tengah duduk. Dia langsung menatap marah dengan alis menaut.Aira spontan berdiri, memegang lengan sang papa berusaha untuk menenangkannya. "Pa, bisa tenang nggak? Daffa ke sini justru karena ada maksud tertentu. Please, kali ini aja papa mau bicara baik-baik sama dia."Andi berdecak, dia yang sudah lelah dengan pekerjaan, tiba-tiba dihadapkan dengan keadaan seperti ini. "Cepat sampaikan apa maksud kamu ke sini, saya tidak punya banyak waktu.""Pa, jangan gitu bisa nggak?" protes Aira, dia agaknya juga mulai kesal dengan sifat sang papa.And
Baca selengkapnya
Kedatangan Rehan
"Daffa ke mana, sih? Ini gue udah berpuluh-puluh abad nunggu di sini sampe lumutan. Dasar, Tai."Aira sudah mondar-mandir sedari tadi, menunggu Daffa yang tidak kunjung terlihat batang hidungnya. Entah mengapa, akhir-akhir ini Daffa selalu saja telat datang ke parkiran. Hal itu tentu menaruh rasa curiga di benak Aira. Aids kini berulang kali mendengkus keras."Masa iya, sih, dia ke WC? Tapi bukannya tadi pas istirahat udah, ya?" tebak Aira ngawur, pasalnya tadi Daffa memang sudah ke toilet beberapa jam yang lalu.Aira mengacak rambutnya. Kesal dan marah. "Arggh! Kenapa di nggak bilang dulu mau ke mana, sih? Nggak tau apa kalo gue khawatir."Sebal karena berulang kali pula melihat ponsel yang tidak ada telepon masuk padahal sudah berapa kali dirinya menelepon. "Daffa, Daffa, ke mana, sih, lo? Gue udah chat lo berulang kali, tapi kenapa cuma centang dua abu-abu?""Jangan buat gue khawatir, deh, Daf," keluh Aira. Dia akhirnya memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang beruntungnya a
Baca selengkapnya
Salah Paham
Di sana, di sebuah ruang musik, tepatnya di dalam, kedua netra Aira melihat dua orang yang bermesraan. Daffa yang tampak memegang tangan seorang gadis untuk memainkan biola. Sementara sang gadis, tampak sesekali tertawa pelan karena merasa kesulitan. Namun, hal itu, membuat sekujur tubuh Aira terasa panas seketika."Kenapa harus cewek, sih? Gue curiga dia bukan sekedar temen sekelasnya!" geram Aira dalam hati, dia tengah mengintip pada celah pintu yang sedikit terbuka. Beruntung, koridor saat ini benar-benar sangat sepi."Kenapa, sih? Kenapa Daffa harus lakuin ini ke gue?" desis Aira kesal, dia yang sudah merasa panas buru-buru mengalihkan pandangan dan menyingkir dari dekat pintu. "Apa dia nggak mikir kalo gue cemburu?" dengkus Aira, dia memutuskan untuk mengambil langkah pergi setelahnya. Dari pada membuatnya semakin marah, lebih baik dirinya pergi saja dari sana."Gue tau gue emang nggak berharga di matanya, tapi kenapa dia harus setega ini ke gue?" Aira masih terus berucap sembar
Baca selengkapnya
Pesan Misterius
Aira melangkah keluar kelas ketika bel istirahat baru saja berbunyi. Akibat dari kebiasaannya yang suka makan makanan pedas, siang ini perutnya terasa sakit hingga entah ke berapa dia sudah ke toilet berulang kali. Kini, langkah kaki Aira semakin lebar ketika rasa sakit itu semakin melilit."Sakit banget, Njing," gerutu Aira sembari menekan perutnya berharap agar bisa terkontrol sampai dia sampai di toilet.Letaknya yang memang cukup jauh dari kelas, membuat Aira harus ekstra menahan kuat rasa sakitnya. Ketika sudah beberapa langkah dia lewati, akhirnya Aira sampai juga di depan pintu toilet siswi. Aida yang sudah tidak lagi, lantas buru-buru masuk lalu mengunci pintunya. Barulah ketika dia duduk—helaan napas lega terdengar begitu saja."Huh, lega banget rasanya."Aira di dalam toilet begitu menikmati aktivitasnya. Jalan ninjanya ketika buang Aira besar ialah melamun. Memikirkan sesuatu. Memikirkan seseorang. Atau bahkan dia juga akan berniat untuk membolos hari ini. Sungguh, saat dia
Baca selengkapnya
Aira Diculik
Rasa khawatir semakin membuncah dan membuat degup jantungnya berdegup kencang. Daffa benar-benar menyesal saat ini. Langkah kakinya menjadi berlari, sampai akhirnya terhenti di depan sebuah pintu. Daffa mengetuk pintu toilet satu persatu."Ra? Lo di dalem, kan?" teriak Daffa mendesak. Napasnya sudah terdengar tersengal-sengal."Ra, ini gue, Serin, lo di dalem, kan?" Serin menyahut, mengetuk pintu demi pintu."Jawab gue, Ra!" bentak Daffa yang sudah tidak sabar, dia kini berada di salah satu pintu yang masih tertutup.Serin ikut menghampiri pintu itu, laku mengetuknya pelan. Namun, tidak ada sahutan, hanya hening di sana. "Bangun kalo lo tidur, Ra! Ini gue sama Daffa.""Gue bakal dobrak kalo lo nggak jawab sampe itungan ke 3, Ra! Jawab gue!" desak Daffa emosi, jemari tangannya bahkan sudah mengetuk pintunya dengan kencang.Kening Serin mengerut, dia bingung, ketika masih tidak ada sahutan dari dalam. "Kenapa seolah nggak ada orang di dalem?""Ini nggak dikunci! Aira nggak di dalem!"Se
Baca selengkapnya
Part Dihapus
"Apa? Kamu jangan main-main sama saya, ya!" Ucapan dari Daffa membuat pria berumur itu refleks memekik, kedua matanya melebar, membelalak. Harusnya dia tidak perlu melakukannya, tetapi, ini semua merupakan bagaian dari rencananya. Tidak ada yang tahu, tentu, Andi memang tidak memberitahukannya kepada siapa pun itu."Saya serius, Om. Dia tadi pesan ke saya kalo istirahat pergi ke toilet, tapi setelah beberapa menit dia belum balik. Dan saat saya cek ke toilet langsung, dia sudah tidak ada, Om."Daffa yang tengah duduk di depan sang papa Aira mengangguk sekali. Ini berita besar, dia tidak mungkin berkata bohong, apalagi ini di hadapan papanya. Daffa menghela napas, dia sejujurnya tidak yakin, jika raut yang pria itu tampakkan memang benar asli adanya. "Kenapa kamu tidak becus menjaga anak saya, sih?! Bagaimana kalo terjadi sesuatu dengan anak saya, hah?!" bentak Andi emosi, amarahnya sudah benar-benar meletup saat ini. Dia bahkan sudah berdiri, seperti menahan sesuatu."Maka dari itu s
Baca selengkapnya
Part Dihapus
Daffa sudah pulang, pintu besar itu lalu ditutup oleh sang papa. Serin yang Masih duduk seketika berdiri, denagn kepalan di tangannya yang menguat, dia yakin tebakannya kali ini memang tidak salah. Serin menggeram menatap sang papa ketika pria itu berbalik dan hendak berjalan."Jawab jujur ke Serin, Pa. Kalian udah bekerja sama, kan?" tanya Serin, dia menatap ke dalam mata papanya. Hal ini, dugaan itu, sudah meluncur di benaknya begitu saja sejak tadi.Ada kerutan yang tercetak di kening Andi, meskipun dia hanya pura-pura tidak tahu, tetapi dia harus tetap menjaga aktingnya agar tidak mencurigakan. "Apa maksud kamu?" tanyanya akhirnya.Serin mendecih, bersedakap dada. Kali ini, dia sudah tidak takut lagi dengan pria 'busuk' itu. "Jangan pura-pura lagi, Pa. Pasti ini semua rencana papa sama Rehan, kan? Supaya Daffa nggak bisa temuin Aira dan akhirnya Rehan sendiri yang bawa Aira ke sini.""Jangan ikut campur. Itu bukan urusan kamu, Serin," jawab Andi, kakinya hendak kembali melangkah da
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status