Semua Bab Dua Lelaki dalam Hidupku: Bab 31 - Bab 40
46 Bab
Baik, Aku akan Melamarmu
Hera tersenyum pahit. Tampak raut lelah tergambar di wajahnya. Membuat Iren miris dan kasihan.  “Pasti, Hera! Pasti!” Iren menarik Hera, memeluknya erat tanpa merasa risih mengingat baju Hera yang basah.“Kau tahu, Hera. Belum bertemu saja aku sudah sangat membenci mantan suamimu. Apalagi jika aku sudah melihat wajahnya. Dia adalah satu-satunya lelaki yang paling pengecut dan brengsek di dunia ini.”Hera tak menanggapi ucapan Iren. Ketika membalas pelukan Iren, Hera menumpahkan rasa sakitnya ketika Gama mengujarkan kebenciannya yang begitu dalam.Hera paham. Wajar saja Gama membencinya. Karena Hera tahu ialah yang sudah membuat ibu dari lelaki itu menderita sakit keras hingga akhirnya meninggal.Jadi Hera tak terlalu menyalahkan Gama jika kebencian mendalam di hatinya.*** Hari ini Dokter Andress sudah membolehkan Mentari pulang ke rumah. Karena melihat kondisi Mentari yang sudah sedikit membai
Baca selengkapnya
Aku Senang Kau Datang
“Gama akan datang!” seru Iren di depan kedua orang tuanya, serta Hera dan Mentari yang sedang duduk menonton TV di ruang tengah.Iren baru pulang kerja. Dan ia langsung menghampiri keluarganya untuk memberitahu berita bahagia ini.“Gama mau datang ke rumah ini?” Fatma bertanya. Iren mengangguk segera.“Iya, Bu. Dia akan datang untuk melamarku. Dan kami akan langsung menentukan tanggal pernikahan malam ini.” Iren menyerbu Fatma, duduk di dekatnya dan memeluknya dari samping.“Om Gama akan datang ke sini, Tante?” kali ini Mentari yang bertanya. Menatap Iren dengan wajah antusiasnya.“Iya sayang. Om Gamamu akan datang. Kau ingin bertemu dengannya lagi ‘kan?” “Iya, Tante. Aku mau bertemu Om Gama!” seru Mentari. Kemudian menoleh pada Hera dan menggoyang pelan lengannya. “Ma. Mama belum bertemu dengan Om Gama ‘kan? Om Gama itu tampan, Ma. Dia sangat bai
Baca selengkapnya
Mentari! Apa Kau Tidak Mau Memelukku?
“Apa lamarannya akan dimulai atau kalian hanya akan terus berbisik-bisik di depan kami? Beginilah kalau orang sedang kasmaran, dunia pun menjadi serasa milik berdua,” goda Bimo dan Fatma lalu mereka terkekeh bersama. Menertawakan pasangan kekasih yang menunduk malu di depan mereka.Akhirnya, setelah Gama meminta restu dari kedua orang tua Iren, ia pun langsung memasangkan cincin berlian di jari manis kekasihnya itu. Bahkan tanggal pernikahan sudah ditentukan. Gama dan Iren memilih tanggal 10 mei sebagai hari sakral mereka. Dan kedua orang tua Iren sangat setuju. Gama lantas mengecup kening Iren dengan lembut, matanya terpejam sebentar saat melakukannya. Sekelebat bayangan wajah Hera seketika mengganggunya, membuatnya segera membuka mata.“Hanya tiga bulan lagi. Bertepatan dengan hari ulang tahun Iren. Ibu dan Ayah tidak sabar menunggu hari ini. Semoga hubungan kalian selalu baik sampai hari pernikahan,” ucap Fatma yang
Baca selengkapnya
Lebih Baik Kita Berakhir
“Om Gama! Mentari senang bertemu Om Gama lagi,” celoteh anak itu. Gama berdiri dan membawa Mentari dalam gendongannya.“Om Gama juga senang bisa bertemu denganmu,” balas Gama mengusap punggung Mentari yang kini kedua tangan mungilnya melingkar di lehernya.Setelah itu, Gama mengarahkan netranya ke arah Hera yang tertegun di tempatnya berdiri.“Ehhm.. sepertinya, Hera dan Gama perlu bicara,” kata Fatma yang membuka suara, memecahkan keheningan di ruangan itu.Fatma berkata begitu karena ia sadar jika Gama dan Mentari tidak bisa dipisahkan. Mentari sangat membutuhkan Gama saat ini.Bimo mengusap wajahnya dengan sebelah tangan, berusaha menghilangkan raut marah dari wajahnya. Ia pun mengangguk. Amarahnya melunak jika menyangkut Mentari.“Hera.. aku ingin bicara empat mata denganmu,” kata Gama meluruskan pandangannya pada Hera.Hera mengangguk pelan. “Baik. Aku juga ingin bicara hal pe
Baca selengkapnya
Anakmu dari Wanita Mana?
Ia terlalu terkejut mendengar ucapan Gama.“Sekali lagi aku minta maaf. Kau cantik dan baik, kau juga cerdas dan mengagumkan. Nanti kau bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dariku. Selamat malam!”   Iren masih saja membisu di tempatnya, matanya hanya menatap nanar pada tubuh jangkung Gama yang sudah berbalik dan menjauh darinya. Bahkan saat Gama sudah masuk dan menjalankan mobil menjauhi pelataran rumahnya, Iren bergeming. Menekan dadanya sendiri. Lantas menggeleng dengan mata yang memanas.“Ga-Gama mengakhiri hubungan kita? Gama mengakhirinya? Aku betul-betul tidak percaya ini. Dia melakukannya,” gagapnya menutup mulut.  “Bagus dia pulang dan mengerti apa yang harus dia lakukan! Jadi Ayah tidak perlu lagi memberinya peringatan untuk tidak mendekatimu!” Bimo keluar rumah dan menghampiri Iren.Mengusap matanya yang basah, Iren menolehkan kepalanya ke arah Bimo. “Kenapa Ayah mela
Baca selengkapnya
Kau Penyebab Semua Kekacauan Ini
Gama memutar bola mata mendengar dugaan Darma. “Nanti akan kujelaskan semuanya di kantor. Sudah dulu ya, Pa.” setelahnya, Gama langsung menutup sambungan telpon dan memasukannya kembali ke dalam saku celana.Tubuhnya berbalik hendak kembali menghampiri Hera karena tadi mereka datang ke rumah sakit dengan menggunakan mobil milik Gama. Maka sekarang pun Gama akan kembali mengantar Hera pulang.Akan tetapi tubuh Gama menegang begitu ia sampai di dekat Hera. Netra tajamnya menatap punggung Hera yang tampak sedang berbicara dengan seorang lelaki dalam vodeo call.Gama bahkan bisa mendengar suara lelaki itu dengan jelas. Sangat jelas!  “Jadi Mentari akan segera dioperasi?” tanya lelaki itu dari layar video ponsel Hera. Dia adalah Steve.Steve tahu kalau hasil DNA Mentari dan Gama keluar hari ini, maka dari itu dia melakukan panggilan video pada Hera.Hera mengangguk. “Iya, Steve. Dokter bilang
Baca selengkapnya
Apa Dia Mentari Cucuku?
“Kau gila, Gama! Mengapa tidak pernah memberitahukan hal ini pada Papa sebelumnya? Mengapa baru mengatakannya sekarang?!” Darma bertanya dengan suara yang keras.  Ia merasa tak dianggap ketika Gama baru memberitahukan tentang Mentari padanya hari ini. Padahal Gama sudah mengetahui beberapa hari lalu.“Papa marah padaku? Aku pun sama marahnya pada Hera. Dia menyembunyikan Mentari selama bertahun-tahun. Dan baru mempertemukannya denganku di saat anak itu sedang sakit keras. Aku marah untuk itu. Tapi sekarang tidak ada gunanya melampiaskan kemarahanku sedangkan ada hal yang lebih penting yang harus kulakukan. Yaitu berjuang untuk kesembuhan Mentari.” Darma terdiam mendengar ucapan Gama. Berpikir lebih logis, Darma membenarkan ucapan anaknya.Saat ini yang terpenting adalah kesembuhan cucunya.“Papa ingin sekali bertemu dengan Mentari. Papa ingin memeluknya, Gama,” nadanya mulai melembut.&ldq
Baca selengkapnya
Ayah Lebih Menyayangi Hera Dibanding Aku
Dengan tangan yang gemetar, Darma mengusap air di sudut matanya. Perlahan kakinya melangkah mendekati sofa dimana Mentari duduk. “G… H… I… J…”“Mentari!” panggilnya pelan.Mentari mendongkak menatap Darma, alisnya bertaut bingung, matanya mengerjap bertanya-tanya, siapa kiranya lelaki tua yang saat ini menatapnya berkaca-kaca ini? Mengapa dia mengetahui namanya?“Kakek siapa?” tanyanya penasaran.Di belakang sana, Hera tersenyum melihat Darma yang ikut duduk di samping Mentari. Menyentuh kedua tangan mungilnya, mengecupinya berkali-kali.“Kakek jangan menciumku! Kata Mama aku tidak boleh dicum sembarangan oleh orang asing!” dengan cepat Mentari mengusap kedua pipinya yang baru saja diciumi oleh Darma, Darma terkekeh melihat itu. Hera meringis, ia memang pernah memberitahu Mentari untuk tidak sembarangan menerima ciuman orang karena takut dengan kas
Baca selengkapnya
Aku Ingin Mentari Memanggilku Papa
Gama hanya menatap Iren dengan lurus. Meski hatinya juga tak tega melihat Iren menangis di depannya.“Ayahmu bukannya tidak menyayangimu. Tetapi dia tahu kau tidak akan bahagia jika menikah denganku,” ucap Gama meralat perkataan Iren.Tetapi Iren menggeleng, tetap dengan anggapannya.“Tapi hatiku sangat yakin kalau aku akan bahagia dengan pernikahan kita. Aku yakin itu!” Kali ini Gama yang menggelengkan kepalanya, melepaskan genggaman tangan Iren hingga membuat raut wajahnya semakin merengut kecewa.“Ini pasti sangat berat buatmu. Tapi aku lebih setuju dengan Ayahmu. Jadi maaf, aku tetap pada pendirianku. Rencana pernikahan kita tidak akan bisa dilanjutkan.” Gama kemudian membalikan badan, mengalihkan pandangan dari Iren, enggan terus melihat tangis wanita itu yang membuatnya semakin merasa tak tega. Iren membuka mulutnya terperangah. Matanya menatap Gama dengan wajah sedih. Hatiny
Baca selengkapnya
Kalung untuk Hera
Hera tersenyum. Menggeser pandangannya hingga tertuju pada Mentari. Lalu ditariknya tangan Gama untuk mendekati kursi roda Mentari.Gama tidak tahu apa yang akan Hera lakukan. Tetapi ia tetap mengikuti wanita itu.“Mama! Om Gama!” mata bulat Mentari berbinar senang begitu Gama dan Hera tiba di hadapannya.Gama tersenyum pedih. Mendengar mulut Mentari masih menyebutnya om, membuat hati Gama meringis.Hera berjongkok, meraih tangan Mentari lalu menatap matanya lamat. Fatma dan Bimo hanya memerhatikan dari samping kiri dan kanan bocah mungil itu.“Mentari. Mama ingin mengatakan sesuatu padamu. Jadi dengarkan Mama baik-baik. Oke?”“Iya, Ma.” kepala mungilnya mengangguk.Hera menarik napas sebentar, melirik sesaat ke arah Gama yang berdiri gelisah, kemudian matanya kembali menatap Mentari yang memasang wajah penasaran di depannya.“Apa kau ingat, dulu kau sering bertanya tentang siapa nama P
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status