All Chapters of Keris Bunga Bangkai: Chapter 151 - Chapter 160
197 Chapters
151 - Rasa Hormat
Abimana pun sadar, bahwa Rangkahasa tidak sekadar menantangnya seperti seorang prajurit yang ingin menaikkan namanya di peperangan. Dia mulai mengerti bahwa saat ini Rangkahasa sedang melampiaskan kesalahan pada dirinya dan kerajaan Cakradwipa atas apa yang terjadi dengan Mergo. Awalnya, dia hanya tertarik hendak mencoba sepak terjang dari prajurit muda tersebut. Namun sekarang dia tahu, ini sesuatu yang bersifat pribadi bagi Rangkahasa, sesuatu yang sama sekali tak ada hubungannya dengan peperangan yang sedang terjadi. Bukan untuk nama atau reputasi. Dia sadar pendekar muda di depannya sedang memburunya karena ingin menuntut dendam. Sesuatu yang tak seharusnya dia anggap main-main sedari awal.  “Jadi, kau sedang menuntut dendam atas apa yang terjadi pada Mergo?” ujar Abimana dengan tatapan serius.  Mendengar nama Mergo kembali keluar dari mulut Abimana hanya mem
Read more
152 - Belum Usai
Tubuh Abimana diselimuti oleh aura yang mencekam dan menyesakkan. Udara di sekelilingnya seakan mulai memuai dan nampak diselubungi oleh aura yang gelap. Tarendra yang begitu memahami kakak seperguruannya itu, tahu betul saat ini Abimana sudah tak lagi menahan diri. Meskipun begitu, dia tak terlihat berniat untuk ikut campur karena keperluannya hanyalah untuk menjaga benteng. Saat ini, jalannya peperangan masih menguntungkan pihaknya, dan dia tak punya alasan untuk berkonfrontasi secara langsung dengan Panglima dari kerajaan musuh itu. Tanpa harus turun tangan pun, dia yakin Marajaya masih mengendalikan peperangan tersebut.  “Bayantika, jika kau ingin turun membantu pemuda itu, aku tak akan menahanmu. Jujur saja, aku tak yakin dia akan selamat dari pertempuran itu,” jelasnya.  Namun Bayantika sama sekali tidak menyahut. Dia sadar kedatangannya dalam peperangan it
Read more
153 - Pendekar Dari Talang Asri
Yang lebih membuat Abimana semakin terkejut, pemandangan Rangkahasa yang bertekuk lutut memegangi satu bendara Marajaya itu seakan membawanya kembali pada sebuah kenangan di masa lalu. Perasaan yang begitu samar terasa dari peristiwa yang pernah dialaminya sekitar sepuluh tahun yang lalu. Namun Abimana mencoba mengabaikan hal itu, karena dia tak bisa lagi mengabaikan pendekar muda di depannya itu. Apa lagi, saat ini para prajuritnya tengah mencoba menarik diri sementara pasukan dari Marajaya tentu tak akan semudah itu membiarkan mereka pergi.  “Bisa bertahan setelah menerima seranganku. Tapi aku tahu, kau tak akan lagi mampu untuk bangkit setelah ini. Seranganku sudah mengacaukan aliran tenaga dalammu. Kau sudah mengalami luka luar dan juga luka dalam yang sangat serius. Aku biarkanpun, kau tak akan mampu bertahan untuk melihat mata hari pagi,” jelasnya.  Dan Rangkahasa pun langsung
Read more
154 - Perhatian Sang Putra Mahkota
Siang itu, di saat hari terik di atas sebuah batu karang di dekat padepokan terpencil milik Kerajaan Marajaya, seorang bocah tengah merebahkan diri menatap ke arah langit yang tak berawan. Matahari begitu terik dengan lingkar pelangi mengelilingi. Dengan sombongnya, remaja tersebut malah rebah menelentang seakan menantang matahari. Hanya ada secarik kertas di pegangnya lurus-lurus ke atas seakan berharap kertas itu mampu menaunginya. Anehnya, bocah itu terlihat seperti mencoba mengintip kembali matahari di balik kertas tersebut, dan sesaat kemudian kembali melindungi matanya dari terpaan sinar matahari. “Hey, Tarendra! Sedang apa kau berpanas-panas di tempat ini?” seru seorang bocah lain yang baru saja datang ke tempat tersebut. “Ah, Kakang Abimana!” sahut bocah tersebut langsung bangkit. Abimana naik ke atas batu karang tersebut dan sesaat kemudian perhatiannya tertuju pada secarik kertas yang ada di tangan Tarendra. Di tengah-tengah kertas itu tergambar sebuah garis lingkaran ya
Read more
155 - Mencari Jawaban Di Luar Batasan
Sorenya, saat Ki Bayanaka kembali dari kesibukannya di hutan, dia melihat dari kejauhan dua orang muridnya sedang adu tanding di depan padepokan. Orang tua dengan jenggot putih itu nampak tersenyum, tersirat kebanggan akan totalitas dari dua murid kesayangannya itu dalam berlatih tanding. Namun ketika dia sudah dekat, apa yang tadi dia pikir sebagai latihan ternyata adalah sebuah perkelahian. Ki Bayanaka mendengar mereka ribut-ribut dengan saling lempar jurus. Ketika dia melihat ke sekeliling, tumpukan kayu bakarnya yang seharusnya tersusun rapi sekarang sudah berantakan. Bahkan ada satu bagian genteng padepokan yang rusak. Anehnya, Ki Bayanaka hanya sekadar menghelas nafas, geleng-geleng kepala memasuki dapur yang dibangun terpisah di sebelah padepokan. Orang tua itu meletakkan ranting kering yang dibawanya, begitu juga dengan beberapa kelinci hasil buruannya. Setelah itu dia duduk dengan mengangkat satu lutut sembari mengipas-ngipaskan topi capingnya ke arah wajah. “Kekhawatiranmu
Read more
156 - Kegundahan Yodha
Ketika gelap, seusai peperangan itu, Abimana dan para pasukannya sudah sampai di Benteng Botan Ilir. Yodha pun langsung dihampiri oleh teman-temannya yang bekas pasukan Panji Keris Bertuah, nampak khawatir dan penasaran akan keadaan Rangkahasa.“Bagaimana Yodha, apa Rangkahasa benar-benar ikut berperang membantu Kerajaan Marajaya?” tanya Bima.Namun Yodha diam saja, tak tahu harus bagaimana menjelaskannya. Dia tahu semua temannya itu saat ini sangat mengkhawatirkan Rangkahasa, menunjukkan besarnya kepedulian mereka meski sudah tak lagi bersama.Dia terus saja berlalu, tak bisa untuk meladeni pertanyaan teman-temannya itu. Bima menjadi kebingungan dan semakin khawatir dengan sikapnya tersebut.“Yodha!” serunya memanggil seperti berusaha menyusulnya.Namun Aryan langsung menahan Bima sembari menggelengkan kepala, agar dia tidak terlalu memaksakan diri untuk menyusul Yodha.“Apa mungkin terjadi sesuatu dengan mereka di peperangan?” gumam Yudhi.“Tidak mungkin. Apa kau tidak lihat kondisi
Read more
157 - Sang Dharmadhyaksa Agung
Tengah malam itu, Ekawira masih belum bisa tenang karena Rangkahasa yang sudah dalam keadaan kristis belum juga mendapatkan perawatan. Sementara itu, seluruh Prajurit Khusus Kalongrolas lainnya bersama Bayantika dan Dharma sibuk di sekitar benteng untuk menjaga agar tak ada dedemit yang mendekati benteng tersebut di saat Rangkahasa masih dirawat di sana. Hanya ada Arifin seorang yang mampu menghadapi roh-roh jahat, sehingga dia terpaksa ikut sementara pikirannya bercabang karena mengkhawatirkan keadaan Rangkahasa. Padahal roh-roh jahat yang datang tidak lah sebanyak hari sebelumnya. Namun dia nampak kesulitan karena tak bisa berkonsentrasi dengan baik untuk menghadapi mereka semua. Saat itu, hanya ada tiga tabib yang membantu prajurit-prajurit yang terluka, dan semuanya menolak untuk membuang waktu mereka untuk mencoba menyelamatkan Rangkahasa. “Kau tahu ada begitu banyak prajurit yang terluka. Meski kami coba untuk menyelamatkannya, kondisinya memang sudah tak tertolong. Masih ada
Read more
158 - Beban Dan Amanah
Satu-satunya alasan bagi seorang Ki Bayanaka meninggalkan jabatan sebagai Dharmadhyaksa adalah karena kepercayaannya pada kebijaksanaan muridnya, sang Raja Marajaya sebelumnya, Mahesa Aryasatya, dalam mengemban amanah tersebut.Namun sekarang, sepertinya Ki Bayanaka mulai merasa kecewa hingga membuatnya terpaksa untuk meninggalkan Gunung Saranggih beberapa tahun terakhir.“Padahal Abimana sudah berjuang keras untuk mengikuti pemikiranmu, meyakinkan Batara Jayantaka agar sibuk memperhatikan rakyatnya. Sudah lebih dari sepuluh tahun, Cakradwipa hanya sibuk mempekuat pertahanannya dan menyejahterakan kehidupan rakyat tanpa harus memulai perang dengan kerajaan lain. Tahu-tahu sekarang kau malah menyerang benteng perbatasan Cakradwipa,” tutur Ki Bayanaka pada Tarendra.“Jadi beberapa tahun belakangan ini Guru meninggalkan padepokan untuk menemui Abimana? Sama sekali tak menyempatkan singgah di kekeratonan yang seharusnya jauh lebih dekat?” tanya Tarendra.“Itu karena aku percaya kau akan m
Read more
159 - Penyembuhan Dengan Energi Jiwa
Sesaat kemudian, Ki Bayanaka berdiri meninggalkan dua orang prajurit yang dirawatnya, dan berjalan mendekati Rangkahasa. Bukan karena kasihan, tapi hanya sebatas penasaran.“Jadi dia sempat bertarung dengan Abimana?” tanyanya.“Bukan hanya sempat lagi, guru. Kangmas Abimana sebenarnya ikut dalam peperangan hanya menghadapi satu orang pemuda ini saja hingga dia menarik pasukannya begitu berhasil mengalahkannya,” jelas Tarendra.“Kau bilang, Abimana turun ke medan perang hanya untuk meladeni satu orang pendekar muda ini?” tanya Ki Bayanaka kembali bertanya dengan raut wajah yang tak percaya.Tarendra hanya mengangguk sedikit, dan Ki Bayanaka pun terdiam seperti sedang memahami sesuatu.“Bisa berhadapan satu lawan satu dengan Abimana dan masih bisa selamat dengan kondisi yang sudah separah ini,” gumamnya nampak berpikir.“Tolonglah, Ki! Ini bukan hanya soal nyawa satu orang prajurit. Keberadaannya sangat penting untuk keselamatan 12 orang prajurit lain dalam pasukanku,” pinta Bayantika k
Read more
160 - Darah Yang Merusak
Saat ini dia sudah mulai tahu bahwa semua prajurit itu mengalami luka dalam yang serius dan sedang dirawat oleh Ki Bayanaka dengan menggunakan energi jiwa. Namun penggunaan energi jiwa untuk penyembuhan tidaklah sesederhana menarik energi itu keluar. Arifin pun merasa ragu bercampur khawatir karena ini menyangkut keselamatan orang, terlebih soal keselamatan Rangkahasa. Dia paham betul, kekhawatiran itu juga beresiko mempengaruhi kemampuannya untuk menggunakan energi jiwa tersebut.  “Dilihat dari reaksimu, sepertinya kau cukup mengerti resikonya,” tutur Ki Bayanaka memastikan.  “Aku belum pernah mencoba melakukannya untuk menyembuhkan luka dalam, Tuan” sahut Arifin.  “Jangan panggil aku Tuan. Panggil saja Ki Bayanaka. Coba kau perlihatkan bagaimana kau bisa melakukannya,” seru Ki Bayanaka.  Mes
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
20
DMCA.com Protection Status