Semua Bab Jerat Cinta Masa Lalu: Bab 11 - Bab 20
81 Bab
Hari yang Berat
Alexa membuka matanya yang terasa begitu berat. Dan seketika ia diserang rasa pening yang hebat. menusuk-nusuk setiap syaraf di kepalanya dan memaksa matanya terpejam kembali dengan erat. Lagi, dengan hati-hati ia memncoba membuka matanya. Ia mendesah pelan. Ruang sempit ini lagi. Suasana putih ini lagi. Dan bau obat yang menyengat lagi. Ia sungguh mulai bosan. Sangat bosan. Sudah dua minggu berlalu sejak ia mulai membuka mata dan hanya bisa terbujur kaku di ranjang yang sempit. Ia sudah merasa seperti mayat yang bernapas.  Iya, sudah dua minggu lamanya Alexa terbangun dari komanya. Dari tidur panjangnya. Setidaknya, itulah yang tiap hari ia dengar dari ibunya. Setiap kali Alexa membuka matanya, wanita yang sudah mulai menua itu tak hentinya berucap syukur karena Alexa tak tidur panjang lagi. Mungkin ibunya selalu diserang rasa takut yang hebat setiap kali ia t
Baca selengkapnya
Not Easy
Laura menelungkapkan wajahnya di atas meja. Pagi tadi, Raynald mengiriminya pesan. Laki-laki itu meminta izin padanya untuk mengunjungi Alexa mulai hari ini. Saat itu, ingin sekali rasanya Laura mencegah Raynald. Membalas pesan itu dengan dua kata. Jangan pergi. Jangan pergi. Meski mereka berdua telah sepakat untuk membantu Alexa sampai perempuan itu benar-benar dapat menerima kenyataan, Laura tetap saja tak ingin Raynald pergi. Tapi haruskah? Haruskah ia mengorbankan sebuah nyawa demi rasa egoisnya? Dan seketika air mata Laura meleleh.“Kenapa diizinin kalau sampai kayak gini, Lau?” Sebuah suara menyentakan Laura dari pikiran yang carut-marut. Ia menegakkan kembali duduknya dan meraup wajahnya. Menghilangkan jejak-jejak air mata di wajahnya. Ia menatap Angel dan tersenyum. Meraih sekaleng soda yang diserahkan Angel padanya. Hari ini, Laura sampai harus izin dari kantornya karena ia merasa benar-benar tak enak badan. Bukan hanya badan. Hati dan pikirannya pun sedang tak enak. “Aku g
Baca selengkapnya
Sebuah Pelukan
Dua jam yang lalu, Raynald membanting tubuhnya di atas kasur hangatnya. Tapi ia tak benar-benar tidur. Matanya menerawang. Menatap atap putih di atas sana. dan pikirannya melayang pada sosok Laura, kekasihnya. Siang tadi, ia melihat bagaimana kekhawatiran Laura telah terpancar di wajah wanita itu. sebenarnya, Laura tak harus khawatir. Karena Raynald tak akan pernah meninggalkannya. Ia akan tetap ada untuk Laura. Karena ia milik perempuan itu. Tapi mungkin Laura tak sepenuhnya salah. Raynald, adalah laki-laki yang selama dua tahun ini telah menjelma menjadi seseorang yang begitu mencintai Laura, lantas kini laki-laki itu harus membagi cintanya dengan wanita lain. Walau pun bukan keinginan hatinya. Dan Laura tahu itu.Sejauh ini Raynald sadar bahwa ia belum pernah meyakinkan Laura akan hatinya. Ia belum pernah membuat Laura benar-benar percaya bahwa semua akan kembali seperti semula. Saat ia dan dirinya saling mencinta. Sejauh ini, Raynald hanya meminta. Meminta Laura mengerti, meminta
Baca selengkapnya
Ragu
“Kamu gak mau nonton tv atau dengar musik gitu Ray?” Laura menawarkanRay menggeleng sekali lalu berkata tegas. “No.”“Atau main gitar?” Laura tak mau menyerah. Namun, Ray tetap bersikeras, menggeleng dan berkata tegas. “No.” Laura melepaskan kegiatannya memotong wortel dan memutar tubuhnya menghadap Raynald yang kini tengah duduk di kursi tinggi di balik meja dapur.“Ray aku gak bisa konsen masaknya kalau diliatin,” Protes Laura. Beberapa menit yang lalu, saat Laura berniat membuatkan jus untuk Raynald, tiba-tiba ia teringat sesuatu. Kebiasaan Raynald yang selalu mereka perdebatkan. Laki-laki itu jarang makan malam. Bahkan kalau ia terlalu asik dengan pekerjaannya, ia bisa seharian tidak makan. Padahal, laki-laki itu mengidap magg kronis. Dan benar saja, ketika ia bertanya pada Ray, laki-laki itu menjawab dengan ragu bahwa ia memang belum makan. Seketika perdebatan kecil kembali terjadi. Dan Laura berinisiatif untuk memasakan Raynald makan malam tanpa mau dibantah.Laura mengira,
Baca selengkapnya
Rumah Sakit
Untuk kali pertama, Laura memberanikan diri datang ke rumah sakit. Meski hatinya belum siap. Meski matanya tak ingin melihat Raynald dengan Alexa, tapi entah mengapa rasa ingin tahunya terhadap kondisi perempuan itu begitu besar. Maka sore itu, dicobanya mengontak Raynald untuk menanyakan posisi laki-laki itu. Ketika Raynald menjawab dirinya baru tiba di rumah sakit. Besar keinginan Laura untuk menyusulnya diam-diam. Sepulangnya dari kantor, Laura mengarahkan motornya ke jalan menuju rumah sakit.Cukup lama ia berdiri di depan gedung bercat putih itu. Memikirkan segalanya, menyiapkan dirinya. Ia tahu, apa yang dilihatnya nanti pasti akan menyakiti hatinya. Tapi bukankah mulai sekarang ia harus terbiasa dengan semuanya? Dengan seluruh rasa sakitnya. Dimantapkan hati, Laura berjalan memasuki gedung. Ia pernah mengunjungi kamar rawat Alexa beberapa waktu lalu bersama Raynald. Jadi untuk kali ini, ia tak perlu bertanya lagi tentang posisi ruang rawat Alexa. Lift membawa tubuh Laura melesa
Baca selengkapnya
Pertemuan Tak sengaja
“Gimana perkembangan Alexa?” Pertanyaan itu meluncur dari bibir Angel ketika Laura tengah sibuk membuat proposal konsep pemotretan untuk hari sumpah pemuda bulan depan. Seketika ia menyandarkan punggungnya pada kursi kerjanya dan menatap Angel dengan kesal. “Kamu membuarkan semua konsep di kepala aku tahu gak sih?” keluhnya. Bukan prihatin, Angel malah terkikik. Perempuan itu lantas menjatuhkan tubuhnya di atas kursi meja kerjanya yang bersebrangan dengan Laura. “Sorry, aku cuma penasaraan saja sama hubungan kalian. Karena aku lihat hari ini kamu gak seperti biasa.” “Seperti biasa gimana?” “Muka ditekuk, mata sayu, gak bergairah menghadapi hidup.” Laura menarik kertas hasil coret-coretnya, mengepalnya penuh semangat dan melemparkannya ke arah Angel. Perempuan itu menghindar dengan lihainya dan tertawa renyah. “Aku cuma mau menerima kenyataan saja, emang gak boleh?” jawab Laura. “Oo Bagus itu. Ya, segaknya kamu gak akan membuat hari-hari semua orang ikutan suram.” Angel menyet
Baca selengkapnya
Pertengkaran Pertama
Malam itu, Laura tak bisa tidur. Pikirannya melayang pada pemandangan beberapa jam yang lalu ketika ia berada di rumah sakit. Sejujurnya, mengingat apa yang dikatakan Alexa membuat Laura takut. Ia takut kalau perempuan itu akan berharap banyak pada hubungannya dengan Raynald. Bagaimana nanti kalau Alexa ternyata membutuhkan waktu lama untuk pulih dan malah semakin tak terpisahkan dengan Raynald. Memikirkan hal itu seketika membuat ulu hatinya nyeri. Laura menyingkap selimutnya dan duduk di tepi ranjang. Ia sungguh tak ingin hal itu terjadi. Diraihnya ponsel yang sejak tadi digeletakkannya di atas nakas dan mencari nomor Raynald. Beberapa jam ini sungguh membuatnya tak bernafsu untuk melakukan apa-apa. Bahkan untuk sekadar mengecek pesan atau chat yang masuk di aplikasi whatsappnya pun ia enggan. Namun kali ini, ia tak peduli hari sudah malam, ia hanya ingin mendengar suara laki-laki itu. Akhir-akhir ini, mereka jarang sekali punya waktu bersama. Atas apa yang harus dilakukan Raynald, L
Baca selengkapnya
Pertemuan Singkat
Raynald menenggak minumannya yang seketika habis dalam satu kali teguk. Hari ini, genap dua hari Laura tak ada kabar. Ia tak tahu, sampai kapan perempuan itu meminta waktu darinya untuk menyendiri. Tapi, dua hari saja rasanya Raynald sungguh tersiksa. Ia tak fokus bekerja, tak fokus merawat Alexa. Pikirannya hanya tertuju pada Laura yang tak tahu bagaimana kabarnya.“Ya, mau bagaimana lagi? Kamu yang salah di sini, kamu harus hargai keputusan Laura.” Angel menuangkan cola sekali lagi ke gelas Raynald yang sudah kosong. Malam itu, Raynald tak tahu harus ke mana untuk meluapkan rasa rindunya pada Laura. Maka ia memilih untuk berkunjung ke rumah Angel. Beruntung, Angel tak sedang lembur atau keluar. Perempuan itu sedang menikmati waktu senggangnya di rumah, yang sayangnya harus terusik dengan kedatangan Raynald.“Sebenarnya, aku juga kesal sama kamu. Aku saksi hidup bagaimana Laura berjuang mendapatkan promosi itu. Terus tiba-tiba … boom!” Angel menganalogikan tangannya layaknya kembang
Baca selengkapnya
Tentang Malam Itu
Laura mematung di ujung koridor rumah sakit menuju ruang rawat Alexa, ketika dilihatnya ruangan itu sedang ramai pengunjung. Mungkin sekitar 6 atau 7 orang. Tak biasanya ruangan itu terasa hidup. Tapi, memang tidak ada yang salah. Bukankah, Alexa memiliki teman? Mungkin saat ini mereka sedang menjalankan peran sebagai teman yang baik. Mengunjungi temannya yang baru saja sadar dari koma setelah dua tahun lamanya berjuang. Diam-diam, Laura suka melihat pemandangan itu. Mereka bergurau, tertawa dengan renyah. Setidaknya, hal itu bisa menghibur Alexa, bukan? Terkadang, Laura mencoba merasakan bagaimana rasanya menjadi Alexa. Pasti sangat membosankan setiap hari bangun dan berada di ruangan yang sama dengan pergerakan yang terbatas. Tapi, mau tak mau Alexa harus menerima itu kalau ia mau cepat pulih. Dan melihat mereka yang tak Laura kenal datang menghibur Alexa, Laura tiba-tiba saja ikut bahagia. Ia menunduk, menatap setangkai mawar yang dibawanya hari ini dan berkata pada bunga itu, mu
Baca selengkapnya
Suara Dari Dylan
“Hari ini, seharusnya Alexa sudah menjadi istri saya yang sah.” Dylan memulai ceritanya. Mengenang kisah yang tak pernah terjadi hingga hari ini. Laura mengangkat wajahnya dari gelas kopi, menatap wajah Dylan yang menerawang. Lantas ketika menyadari perempuan di depannya sedang menatapnya, Dylan mengalihkan pandangan ke arah Laura dan tersenyum. Laura tak tahu mengapa ia bisa tersenyum mengiringi statment menyedihkan seperti tadi. Bahkan, Laura sendiri merasa menyesal atas apa yang didengarnya. Ia tahu, sebenarnya hati laki-laki ini sedang hancur. Bagaimana tidak, dilenyapkan begitu saja dari ingatan sang kekasih. Rasa-rasanya cukup wajar untuk merasa berduka. Tapi, Laura justru merasa laki-laki di depannya ini cukup dewasa dalam menghadapi persoalannya.Dylan meraih gelasnya dan meneguk isinya sekali teguk. “Saya merasa ini semacam hukuman buat saya dari Tuhan.” Ia mendesah. Tapi Laura menangkap ketenangan dari wajahnya. Kenyataan itu membuat Laura sedikit iri. Bagaimana tidak, di te
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status