Semua Bab Rahasia Suamiku : Bab 1 - Bab 10
60 Bab
Dompet yang Tertinggal
Bagian 1 "Yur... sayur...! Ibu... Ibu... sayur...! Sayur segar baru dipetik dijamin segar, ada ikannya juga." Sayup, terdengar jauh Abang tukang sayur sedang teriak menawarkan dagangannya.  "Bu Aya! Belanja nggak? Tuh Abang sayurnya sudah di depan rumah Bu Hani, bentar lagi mau pergi!" Teriak Bu Tuti, tetangga sebelahku.   Waduh, motor matic-ku dibawa Mas Bintang karena mobilnya sedang diservice. Kalau jalan kaki apa terkejar ya
Baca selengkapnya
Membuka Dompetnya
Ragu, namun tanganku tetap bergerak mengambil foto tersebut.    Di ujung tepi foto terdapat tulisan angka 12-05-2019. Penasaran, ku balik foto tersebut. Tampaklah dua orang di dalam sana. Seorang perempuan cantik yang sedang menggendong anak kecil, masih bayi. Terlihat dari tangan mungilnya yang digenggam perempuan tersebut. Senyumnya merekah mengembang, tampak dia sangat bahagia.    Aku tidak mengenal siapa mereka, dan kenapa foto itu ada di dalam dompet Suamiku. Kenapa juga dia menyimpannya. Semua pertanyaan itu berputar di kepalaku.   Ku buka slot yang lainnya di dalam dompet tersebut, mencari-cari apa ada lagi foto lainnya. Aku mengembuskan nafas pelan. Ada yang nyeri mengiris sembilu di relung hatiku. Aku tidak menemukan fotoku sama sekali di dalam dompetnya, seperti wajarnya pasangan suami-istri yang sering menyimpan foto pasangannya di dalam dompet. H
Baca selengkapnya
Kecurigaan Ibu Mertua
Part 3  Aku berhenti di anak tangga terakhir dan duduk disana. Menyandarkan kepala ke pegangannya. Mencoba menetralkan rasa sakit yang menyelusup tiba-tiba.   Tidak terasa air mata menetes dengan pelan membasahi kedua pipiku.   Aku masih kepikiran soal foto itu dan kemungkinan terburuk mengenai hubungan diantara mereka berdua.    "Aya, itu kamu Nak?" tanya mertuaku yang tiba-tiba datang menghampiriku dengan kursi rodanya.   "Hm." Aku berdeham mengiyakan. Cepat-cepat kuusap jejak air mata di kedua pipi dan segera bangkit dari duduk.   "Ada apa Bu, Ibu perlu apa? Biar Aya ambilkan," tawarku kepada Ibu mertua.   Ibu menatapku lekat seperti ada yang dipikirkannya.   "Ibu kira kamu masih di tem
Baca selengkapnya
Arti aku baginya
Part 4  "Biar Aya antar Ibu ke kamar ya, buat istirahat," ujarku sambil mendorong kursi rodanya.   "Jangan Ya, Ibu mau duduk disana saja," tunjuknya ke arah meja makan yang berada di ruang dapur.   "Apa Ibu mau Aya buatkan makanan? Ibu lapar?" tanyaku sambil mengarahkan kursi roda Ibu menuju dapur.  Ibu menggeleng. "Ibu masih kenyang, kan barusan makan, ini juga baru jam sebelas siang, nanti kamu makan siangnya pesan saja, kan sudah banyak jasa order makanan."   Aku mengangguk pelan. "Ibu mau pesan apa? Biar sekalian, Aya pesankan," tawarku pada wanita paruh baya yang sudah kuanggap seperti ibu sendiri.   Ibu tersenyum, "Ibu mau makan lauk pagi tadi saja, masih ada kan? Kamu urus diri kamu sendiri, kalau ada yang diinginkan, bilang, beli, jangan dipendam, diam aja. Uang Bintang
Baca selengkapnya
Pulang
Part 5   "Ya sudah Ya, bawa Ibu masuk, awannya sudah mulai menghitam, sepertinya bakalan turun hujan, padahal tadi cerah ya, cuaca sekarang memang tidak bisa ditebak." Aku mendorong kembali kursi roda Ibu masuk ke dalam rumah.   "Bintang bawa jas hujan nggak Ya? Katamu Bintang hari ini pulang cepat," tanya Ibu duduk diatas kursi roda sepanjang aku mendorongnya.    Ibu bertanya begitu karena beliau tahu kalau dua hari ini Mas Bintang tidak memakai mobilnya ke kantor, tapi menggunakan kendaraan roda dua--ku.   "Di dalam joknya sudah ada jas hujan Aya Bu, itupun kalau Mas Bintang tahu," sahutku.   "Kalau begitu kamu telepon Bintang, kasih tahu dia kalau di jok kendaraan kamu ada jas hujannya."   "Iya Bu," jawabku sambil mengunci kursi roda Ibu dan mengangk
Baca selengkapnya
Curiga
Part 6   Aku menuju dapur, meletakkan serbet kotor tadi ke dalam keranjang tempat pakaian kotor dan mencuci tangan di wastafel. Aku terkejut ketika tangan ingin menyentuh pegangan kulkas ternyata ada tangan lain yang lebih dulu meraihnya. Tangan kami saling menumpuk.   Aku menelan salivaku saat jarak pandang kami sangat dekat. Kami saling tatap dan lalu sama-sama membuang pandang ke arah lain.  Sekaku itulah kami walau sudah tinggal serumah selama hampir dua tahun. Kadang kami masih merasa malu hanya karena tidak sengaja saling tatap.   Aku mundur satu langkah kebelakang dan ingin berbalik pergi. Namun ada tangan yang mencengkramku kuat.   "Kamu mau minum? Ini!" ucapnya, sembari menyodorkan botol air mineral dingin dari dalam sana.   "Tidak, a--aku mau ke at
Baca selengkapnya
Panggilan Tengah Malam
Part 7   Aku memantapkan hati pergi ke dalam kamar setelah hampir tiga jam berada diluar. Setelah selesai makan malam, dan berberes sebentar di dapur, aku tidak langsung menyusul Mas Bintang ke atas. Tapi malah masuk ke kamar Ibu. Aku suka berada di kamarnya. Kami sering bertukar cerita atau bersenda gurau layaknya ibu dan anak. Dan diakhiri dengan memijit kaki dan tangannya sampai beliau tertidur. Walau kutahu salah satu kakinya tidak dapat berfungsi dengan baik.   ***   "Hufh ...." Menarik nafas panjang sebelum menarik kenop pintu kamar.   Aku membuka pintu dengan sangat pelan, lalu berjinjit masuk ke dalamnya. Takut suara langkahku terdengar nyaring di keheningan malam.    Terkejut. Lampu kamar masih menyala. Mas Bintang ternyata belum tidur. Dia sedang berkutat di depan laptop, bekerja d
Baca selengkapnya
Cemas dan curiga
Part 8    "Ya Allah," ucapku saat terbangun. Kulihat jam menunjukkan pukul Lima subuh. Mas Bintang sudah tidak ada disebelahku. Apa Mas Bintang sudah pergi? Aku ingat malam tadi dia berjanji akan pergi pagi ini, tapi kemana? Bertemu siapa?       Terdengar suara guyuran air dari dalam kamar mandi. Oh, Mas Bintang sedang mandi, gumamku dalam hati bernapas lega. Syukurlah. Tumben sepagi ini? Biasanya selalu kubangunkan dulu. Namun sekarang ia bangun sendiri, bahkan lebih awal dariku.       Malam tadi aku berniat membuka ponsel Mas Bintang. Menunggu dia tertidur pulas karena ingin menyelidiki siapa orang yang telah menghubunginya semalam. Namun kenyataannya aku malah ketiduran karena kelamaan menunggu waktu yang pas. Gagal.       Kulihat ponsel Mas Bintang masih tergeletak di atas nakas. Mataku awas ke arah pintu kamar mandi. Aman. Deng
Baca selengkapnya
Kenyataan Pahit
   Aku tak sadar, benda berbentuk persegi panjang dengan layar yang masih menyala itu terjatuh ke lantai. Lepas dari genggaman tanganku. Tubuhku pun ikut merosot ke bawah, turun dari sofa yang kududuki saat ini.        Ada nyeri yang mengiris hati melihat gambar yang barusan kubuka. Penglihatanku mengabur bersamaan dengan embun yang berada di pelupuk mata. Aku kalah. Sudah kutahan sekuat mungkin buliran air itu tetap turun juga membasahi kedua pipi.        Jadi ini kebenaran foto di dompetmu Mas. Wanita di gambar yang baru kudapat dari Mas Daffa sama persis dengan foto yang ingin kutahu siapa orang yang ada di dalam dompetmu itu. Satu hal yang dapat kutangkap dari gambar ini adalah potret keluarga bahagia. Lengkap dengan seorang anak kecil lucu berumur sekitar setahun lebih.      Layar ponsel masih menyala dan terus berderin
Baca selengkapnya
Arti Aku Baginya
Part 10     "Aya!"  "Suara itu, aku mengenalnya. Mas Bintang! apa aku sedang bermimpi?  "Sayang, bangun!" Mataku mengerjap. Kurasakan sentuhan hangat di pipi.    Tersentak kaget, ternyata aku tak bermimpi. Tetiba refleks kutepis tangannya yang menyentuh pipiku dengan kasar. Mas Bintang terperangah melihat tindakanku yang spontan tersebut.   "Aya? kamu kenapa sayang, kata mama, kamu sakit? kita ke dokter ya?" Manis sekali Mas Bintang bicara kepadaku. Mungkin setelah mendapatkan moodbooster dari dua orang tersebut, kepekaannya meningkat.   Ibu mengatakan kepadanya aku sakit? iya Mas, aku sakit, bukan fisik tapi hati.   Aku menatapnya dengan tajam. Lalu menggeleng cepat. Aku beranjak bangun dari tempat tidur, menjauh darinya. Tapi le
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status