All Chapters of Menikahi Pria (tak) Sempurna : Chapter 11 - Chapter 20
130 Chapters
Part 11 Menghitung Hari
 "Kamu serius mau menikahi adiknya Eva?" tanya Tony siang itu saat keduanya selesai makan siang dan istirahat di gudang. "Ya." "Untuk balas dendam?" Devin menatap sahabat yang duduk disebelahnya. Pria itu tersenyum samar. Diambilnya sebatang rokok dan korek api. Menyalakan, kemudian menghisap sambil memandang keluar jendela.  Tony tidak bertanya lagi, ia pun mengambil sebatang rokok. Sebenarnya sejak Devin memberitahu akan menikahi Kamalia beberapa hari yang lalu, dia sempat khawatir. Kalau Kamalia hanya akan menjadi korban kekecewaan sahabatnya. "Dia gadis baik-baik, Dev." "Hm, aku tahu." Tony tahu kalau Devin adalah pria yang susah jatuh cinta. Sejak ditolak Eva, belum pernah ia mendengar kalau sahabatnya dekat dengan perempuan lain. Cinta pertama yang melukainya sangat parah. Bahkan setelah wisuda S1, Devin mencoba me
Read more
Part 12
 Jam delapan malam mereka sampai di rumah minimalis bercat kuning gading, di pinggiran kota. Seorang wanita membuka pintu dan tersenyum. "Masuk Dev, ayo Kamalia masuk."  Wanita itu sudah tahu nama Kamalia. Dari cara menyambut tamu dia adalah wanita yang ramah. "Terima kasih, Mbak." "Silakan duduk, biar aku buatin minum." "Tidak perlu repot-repot, kami sudah minum tadi. Aku mau langsung pulang." Devin dan Kamalia duduk di sofa ruang tamu.  "Beneran enggak mau minum?" "Enggak, aku langsung pulang ini. Udah malam. Shinta dan Shanti sudah tidur, ya?" "Sudah dari tadi." "Ya udah, kalau gitu aku pamit." Setelah berbasa-basi sebentar Devin langsung pamitan. Kamalia dan Hesty mengantar hingga di teras. Hesty mengajak Kam
Read more
Part 13 Pernikahan
 Hampir semalaman Kamalia tidak bisa tidur. Gelisah karena terlalu banyak yang dipikirkan. Tentang kehidupan yang akan dijalani setelah pernikahan. Belum lama terlelap ketika menjelang subuh, Kamalia sudah di bangunkan Sumi. Mengawali paginya dengan salat Subuh, kemudian di rias oleh MUA yang khusus di datangkan Bu Rahma dari kota.  Kamalia tidak bisa menyembunyikan rasa gugup ketika harus menyalami satu per satu kerabat Devin yang datang. Rencana pernikahan yang sederhana, ternyata dihadiri kaum kerabat dari luar kota. Sedangkan ia sendirian tanpa didampingi keluarga. Hesty yang datang lebih pagi bersama suami dan orang tuanya segera menghampiri Kamalia yang duduk di tengah keluarga Devin. Wanita itu kasihan melihat Kamalia yang merasa sendirian. "Rombongan kakakmu sudah datang," bisik Hesty. Kamalia memandang keluar. Lega melihat Eva datang bersama Mas Ragil,
Read more
Part 14 Malam
 "Kalian istirahatlah dulu, sore aja berkemas-kemas. Besok pagi-pagi sekali kita berangkat bareng ke kota," kata Bu Rahma setelah para undangan pulang. Ben yang biasa selengean mendekat. Cowok itu anteng sejak pagi, karena sudah diwanti-wanti oleh mamanya agar tidak berulah konyol. "Selamat pengantin baru untuk kakakku dan kakak ipar. Semoga sukses malam pertamanya." Ben berkata sambil memberikan kotak berbungkus rapi kertas kado bergambar kartun Hulk. Bu Rahma hanya menggelengkan kepala saat melihat corak kertas kado yang dipilih putra bungsunya. "Apa enggak ada yang lebih mengerikan untuk corak bungkus kadomu, Ben?" "Ini bagus, Ma. Lain daripada yang lain. Sesuai sama isinya." "Apa isinya?" "Mama pengen tahu aja. Ya, biarlah Mas Dev sendiri yang buka." "Sudah-sudah, kalian istirahat sana. Jangan ladeni
Read more
Part 15 Trauma
 "Sudah subuh," kata Kamalia setelah menyentuh bahu suaminya dan pria itu membuka mata. "Iya." Devin mengerjap lantas bangun, duduk sebentar kemudian melangkah ke kamar mandi. Kamalia yang sudah memakai mukena mengambilkan baju ganti dan duduk menunggu di tepi ranjang. "Kok, belum salat?" tanya Devin yang keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang basah. Handuk warna cokelat melilit di pinggang. "Kita salat sama-sama." "Kamu yakin jika kuimami?" Kamalia tidak menjawab, ia membentang dua sajadah di space kosong depan meja rias. Wanita itu tidak sedikitpun menoleh saat Devin memakai baju di sebelahnya. Dua rakaat salat Subuh sudah di tunaikan. Devin segera memakai jaketnya karena udara terasa sangat dingin. Sedangkan Kamalia duduk menyisir rambut di depan meja rias. Wanita itu memperhatikan kado dari Ben semalam.&nbs
Read more
Part 16 Tunggu Dua Tahun Lagi
 Devin melihat Kamalia tampak resah saat mereka makan malam di restoran hotel. Sedangkan dirinya sedapat mungkin menutupi rasa canggungnya. "Maaf, karena memaksamu tadi." Devin membuka suara. Kamalia mengangguk. "Tidak apa-apa." "Apa kita pulang saja lebih cepat dari rencana semula? Daripada kamu tidak nyaman. Rasa trauma bisa memperburuk psikismu." "Bagaimana kalau Mamamu tanya nanti?" "Aku yang akan menjawabnya." "Tidak usah, daripada nanti banyak pertanyaan di rumah." "Tidak apa-apa. Besok kita pulang. Nanti aku yang akan bicara dengan Mama." Dua hari seranjang dengan Kamalia, dua hari itu juga Devin susah tidur. Apalagi setelah prosesi mengganti baju sore tadi. Sekarang ia menjadi sangat paham kalau Tony suka kelabakan jika terpaksa menginap diperkebunan untuk beberapa hari karena
Read more
Part 17 Pesan yang Membakar Hati
 Kembali ke vila, Kamalia melakukan kegiatan seperti sebelum menikah. Bersih-bersih kamar Devin, ruang kerja, mencuci baju, setrika, dan menyiapkan makan. "Biar aku saja yang ngerjain itu semua, Lia. Kamu sekarang istri bukan pembantu," tegur Sumi suatu pagi. Kamalia tersenyum. "Biar saja, nggak apa-apa. Daripada aku diam saja. Bosan juga." Seperti siang itu, Kamalia sibuk menyiapkan makanan di rantang susun. Ia ingin mengantar untuk Devin di gudang. "Biasanya kalau siang begini Tuan makan di gudang, Lia. Atau tadi kamu sudah bilang kalau mau mengantar makan siang ke sana?" tanya Sumi. "Enggak, sih. Mudah-mudahan saja dia belum makan." "Ya udah, buruan di antar. Kunci motor ada di atas kulkas." Kamalia membawa rantang susun empat dan mengendarai motor matic menuju gudang.  Angin
Read more
Part 18
 Hujan turun deras menjelang Isya. Bahkan beberapa kali petir menyambar. Kamalia berulang kali melihat ke luar lewat jendela kaca ruang tamu. Devin belum pulang dari perkebunan. Apa teman-temannya tadi belum pada pulang, ya? Makan malam di meja sudah tersaji sejak tadi. Kamalia hanya tinggal berdua dengan Sumi. Sebab Mbok Darmi sudah ke paviliun sejak gerimis. Dan Sumi pun sedang menyetrika baju Mbak Mita di kamar. Biasanya Mbak Mita akan ketakutan kalau mendengar petir yang berulang-ulang. Makanya Mbok Darmi buru-buru ke depan. Setengah jam kemudian Devin pulang.  "Aku sudah siapin baju di kamar. Biar aku panaskan lauknya dulu." "Tidak perlu. Dingin tak apa-apa." Devin mandi dengan cepat. Kamalia juga sudah selesai membuatkan teh panas. "Teman-temannya baru pulang, ya?" tanya Kamalia sambil makan. "
Read more
Part 19 Dev
 Kamalia masih termangu di tengah tangga, tapi lega karena ponselnya tergeletak di meja dan Devin sedang serius nonton pertandingan bola.  'Semoga saja tidak membaca pesan-pesan dari Mbak Eva.' "Mau kubuatkan minum?" tanya Kamalia setelah berdiri di belakang sofa. Devin menoleh sejenak. "Boleh." "Teh atau wedang jahe?" "Kopi saja." "Kopi?" Kamalia heran karena Devin tidak suka minum kopi di malam hari.  "Iya, karena aku tidak ingin tidur malam ini." "Sebentar aku buatkan." Kamalia ke dapur. Rasa heran menjejali hati, kenapa Devin tidak ingin tidur? Apa dia akan begadang nonton pertandingan bola.  Diambilnya teko untuk merebus air dan menyiapkan cangkir kecil. Sumi mungkin sudah tidur. Biasanya kalau malam-malam terdengar ia di dapur, gadis itu akan
Read more
Part 20
 Devin duduk termenung di dekat jendela kantornya. Memandang keluar dengan perasaan ... entah. Peristiwa di kamar tadi menimbulkan denyar yang masih terasakan nyerinya. Ditolak saat jiwanya telah membara dan garang. Pantang baginya menunjukkan kekalahan. Dia punya ego yang tidak bisa direndahkan. Kamalia harus membayar mahal, apa yang dilakukan tadi.  'Lihat nanti, Kamalia.'  "Dev," panggil Tony dari ambang pintu. "Ya, ada apa?" "Tuh, diluar ada Imelda. Dia nyetir sendirian kesini." "Untuk apa?" tanya Devin heran sambil berdiri. "Keluar dan temui dia. Kusuruh masuk enggak mau. Kayaknya frustasi banget." Devin melangkah cepat ke halaman. Imelda yang berdiri di samping mobilnya segera berlari dan memeluknya. Wanita itu terisak di pundak Devin.  "Ayo, masuk. Tidak enak dil
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status