All Chapters of Suamiku yang dari Desa Ternyata Kaya Raya : Chapter 41 - Chapter 50
123 Chapters
Pertarungan
Tok!! Tok!! Tok!! Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar dengan keras. Saking kerasnya membuatku dan mas Umair kaget sebentar. Gegas mas Umair mengganti baju kokonya dengan kaos biasa. Lalu berjalan menuju pintu untuk membukanya. Sementara aku mengekorinya dari belakang. Siapa yang bertamu dengan mengetuk pintu sekeras itu?"Selamat malam." Rupanya ada dua orang laki-laki bertubuh kekar yang menjadi tamu kami malam ini. Aku sendiri tak mengenal siapa mereka, dan mas Umair dari yang ku lihat tatapan matanya menandakan ia juga tak mengenal dua laki-laki di hadapannya. "Malam. Siapa, ya?" tanya mas Umair. Tiba-tiba salah satu diantara laki-laki itu mendorong masuk mas Umair dan membuat suamiku itu jatuh tersungkur. Aku pun refleks ikut berlari mundur seraya berteriak karena ketakutan. "Minggir Saudah!" Mas Umair memerintahkanku untuk menjauh dari kedua laki-laki tak dikenal. Aku pun dengan cepat berlari ke sudut ruangan. Mas Umair sendiri sudah bangkit dari jatuhnya dan bersi
Read more
Perjalanan Akhir
Part 43 Perjalanan Akhir Usai dari kamar mandi, kesadaranku terasa sudah kembali sepenuhnya. Ku lihat keadaan suamiku juga sepertinya sudah lebih baik. Tapi yang ku herankan saat ku intip ponselku, waktu menunjukkan pukul satu dini hari. Untuk apa ia membangunkanku di jam seperti ini? "Pakai ini." Mas Umair menyodorkan gamis beserta printilannya untukku. Pilihan mas Umair sungguh menyedihkan bagiku, lantaran warna jilbab yang tak senada dengan warna gamis yang ia berikan. Apalagi warna kaos kaki yang cerah dan bermotif penuh. Sangat tidak kontras dengan apa yang akan ku kenakan nanti. Dengan terpaksa aku pun menerima gamis dan printilannya tersebut. Setelah mengganti pakaian lalu aku memasangkan jilbab segi-empatku sembari mendengarkan penjelasan dari mas Umair kenapa ia membangunkanku tengah malam seperti ini. Ternyata saat aku tidur mas Umair sama sekali tidak ikut tidur. Sengaja ia melakukannya karena menunggu waktu yang pas untuk cek out dari penginapan ini. Selain itu ia juga
Read more
Bu Menik Menagih
"Kalau udah longgar, kita beli baju baru buat kondangan ke pernikahan Rani, ya," kata mas Umair lagi. Aku tertegun mendengar perkataannya. Ia seperti menjawab apa yang menyebabkan lamunanku pagi ini. Entahlah, sering kali mas Umair bisa saja berkata yang demikian. Seakan ia tahu isi hatiku. Apa mungkin suamiku bisa membaca isi hati seseorang? Aku tersenyum sebagai tanda membalas perkataan mas Umair. Lalu menerima uluran tangannya yang ia layangkan untukku. Kemudian kami bergegas untuk sarapan bersama sebelum kami berangkat ke kota. Seperti biasanya, hanya umi yang akan mengantar kami ketika hendak berangkat. Meskipun hanya sampai di depan rumah. Lantaran abi sudah lebih dulu ke penggilingan, dan Rahma sudah berangkat ke sekolah. Begitulah ayah mertuaku. Ia tahu betul anak lelakinya takkan pernah marah ataupun tersinggung ketika tak diantar untuk pergi. Sebab, memang sudah terbiasa dengan mas Umair yang pulang pergi seperti ini. "Mas Umair!" tiba-tiba datang bu Menik, salah satu t
Read more
Tak Ada Kabar
Tiga puluh menit berlalu, aku yang tengah bersantai mendadak terkejut kala mas Umair yang tiba-tiba muncul. Jangan-jangan ia akan mengajakku untuk melanjutkan pergi ke rumah mama? Tapi, sebentar lagi akan memasuki waktu sholat maghrib, tidak biasanya ia akan pergi di waktu yang seperti ini. Haduh, bagaimana ini? "Mobil dah selesai. Cuma ada masalah di apa tadi, aku lupa namanya." Mas Umair tersenyum nyengir. "Oya, kamu di rumah aja, aku ke rumah mama sendiri. Assalamualaikum." Mas Umair mengecup keningku sebelum ia meninggalkan tempat. Aku tentu bersorak gembira dalam hati mendengar keputusan mas Umair. Tak perlu ikut ke rumah mama, dan cukup menunggu hasilnya di rumah sambil rebahan. Waktu berlalu, tiba-tiba aku terbangun dari tidurku. Ya, usai makan selepas sholat isya tadi, sambil menunggu pulangnya suamiku, aku memutuskan untuk mengistirahatkan badanku.Ku lihat jam dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tetapi tanda-tanda kepulangan mas Umair belum juga terlihat. Pesan
Read more
Rumah Mama
'Kemana kamu Mas?' batinku yang rasanya ingin menjerit memanggil suamiku. Bu Restu terus memelukku, mencoba menenangkan diriku yang mulai pasrah dengan keadaan. Harus bagaimana lagi untuk menemukan keberadaan suamiku jika ke rumah mama saja aku tak bisa. Kalaupun harus menelepon mama, rasanya itu tak mungkin bagiku. Karena aku sudah memblokir dan menghapus semua nomor keluarga mama.Sekitar lima belas menit kami terdiam. Dan pak Eko masih belum menyalakan mesin mobilnya. Mungkin ia juga sedang memikirkan hal bagaimana kami bisa masuk ke dalam kompleks dengan cara lain. Meski rasanya itu mustahil. "Gak coba telepon mamamu atau saudaramu, Mbak?" tanya bu Restu yang hanya ku jawab dengan gelengan kepala.Bu Restu lantas kembali terdiam tanpa menanyakan hal lebih mengapa aku menjawab demikian. Mungkin bu Restu bisa menangkap apa yang terjadi dibalik masalah yang sedang ku hadapi sekarang. Tiba-tiba aku terpikirkan sesuatu dan kemudian dengan cepat kembali menghampiri pos satpam. Pak Ek
Read more
Petunjuk
Ku lihat ponselku, dan waktu sudah hampir pukul tiga dini hari. Dan pesan ataupun panggilan untuk mas Umair sama sekali belum ada balasan. Mengingat waktu dan tak mau lebih banyak merepotkan pak Eko dan bu Restu aku pun memilih untuk kembali pulang. Sementara akan ku tenangkan diriku dan mengumpulkan tenaga terlebih dahulu. Sebab selepas terbitnya matahari, aku tahu kepada siapa yang harus ku temui untuk menemukan petunjuk tentang suamiku. ***Pagi ini aku berniat akan menemui seseorang yang ku yakini bisa membantuku untuk menemukan petunjuk tentang mas Umair. Sebab, mas Umair sendiri sama sekali belum merespon pesan-pesan WA atau panggilan dariku sejak tadi malam. "Mbak Saudah?" tiba-tiba bu Restu muncul ketika aku sedang duduk di kursi teras menunggu taksi online yang sudah ku pesan. Aku bangkit mendekati bu Restu yang terlihat sedang kebingungan. "Kenapa Bu?" tanyaku. Bu Restu lalu memperlihatkan isi pesan ponselnya padaku. Aku pun paham apa yang menjadi penyebab kebingungan
Read more
Kembalinya Belahan Jiwa
Aku celingukan di depan lorong rumah sakit karena ketinggalan jejak mas Bima dan mbak Sinta. Kesal, jelas saja ku rasakan karena itu artinya aku akan kehilangan petunjuk untuk menemukan keberadaan suamiku. "Mbak Saudah." Tepukan sebuah tangan mendarat di bahu kananku, hingga membuatku terlonjak kaget. Tak langsung menoleh pada seseorang yang membuat jantungku mendadak berdebar. Takut-takut jika itu mas Bima atau mbak Sinta. Atau bahkan malah mama. Ku tarik nafas agar aku lebih tenang dan bersiap melarikan diri jika itu orang-orangnya mama. Dan perlahan mulai menengok sosok yang mengagetkanku barusan. "Kamu!" kataku saat ku ketahui orang tersebut bukanlah orangnya mama, melainkan Risa. Sepupu mas Umair yang entah dari garis keturunan mana. Sebab saking banyaknya dari saudara-saudara mertuaku yang masih menjalin hubungan dengan kerabat kedua orang tuanya. Mas Umair sendiri pernah menceritakan silsilah keluarganya. Diawali dari kakek buyut dan nenek buyutnya dari pihak abi. Lalu ada
Read more
Penjelasan Mas Umair
Mas Umair pun melanjutkan ceritanya. Jadi, yang di kamar pasien tempat kami berdiri tadi adalah kamar dimana Santi dirawat. Entah sakit apa yang ia alami, mas Umair belum mengetahuinya. "Lalu, dimana Joko, Mas?" tanyaku karena sejak tadi mas Umair tak menyinggung hal apapun yang berkaitan dengan Joko. Padahal salah satu tujuan kami ke kota adalah memenuhi tagihan dari bu Menik yang mempertanyakan soal anak bungsunya itu. Mas Umair lalu melanjutkan ceritanya lagi. Ia mengatakan bahwa Joko juga ada di rumah sakit ini. Bahkan selama mas Umair mengawasi, Jokolah yang lebih sering menunggu Santi di ruang rawatnya. Sementara mama dan lainnya entah kemana, mas Umair belum mengetahuinya. "Terus kenapa kamu gak temuin langsung Joko nya, bawa dia pulang," kataku. "Gak semudah itu, Dek. Mas gak bisa bawa Joko begitu saja tanpa mengetahui alasan mama mengajak Joko ke kota. Apalagi ini menyangkut nama baik kita," jelas mas Umair. "Kan kita bisa nanya ke Joko langsung nantinya, Mas Umaaaiiir,"
Read more
Pernyataan Joko
Aku, mas Umair dan Risa kini kembali ke posisi di depan ruang rawat milik Santi. Karena langkah pertama akan segera dilancarakan, mas Umair pun meminta Risa bersiap. Entah bagaimana caranya Risa akan mengemban tugasnya, tapi yang jelas untuk saat ini kami menunggu waktu yang tepat. Kami merasa seperti seorang detektif sungguhan. Meski tak mengedap-edap tapi kami tetap was-was jika mama atau lainnya melihat kami. Kalau hanya pengunjung lain atau pekerja rumah sakit, masih bisa kami bohongi, tapi kalau orang-orangnya mama yang mengetahui keberadaan kami, bisa hancur rencana kami membawa Joko pulang. Aku sendiri juga bingung, kenapa Joko bisa sebegitu tunduknya pada mama hanya karena dijanjikan bekerja di kota. Kalaupun Joko memang polos, tapi ku rasa ia tak sebod*oh itu. Atau memang sebenarnya dia itu bod*h. Karena cukup lama menunggu akhirnya mas Umair memutuskan untuk menelepon mama. Lantaran sejak tadi pagi mama terus saja berada di dalam ruangan. Mungkin mama sudah memiliki firas
Read more
Sebuah Kematian
Kembali mendengar apa yang diucapkan Joko, aku pun dibuatnya tercengang lagi saat ia mengatakan keadaan Santi sampai ia bisa dirawat di rumah sakit. "Serius kamu?" tanyaku lesu setelah mendengar pernyataan Joko tentang Santi. "Se—serius Mbak," balas Joko. Ku buang nafas kasarku. Tak menyangka jika gadis cantik itu kini terbaring lemah karena penyakit kanker yang ia derita. Meski aku dan Santi juga terbilang tak begitu dekat, namun kebersamaan kami sejak kecil membuatku tahu betul bagaimana sifat aslinya. Memang tak jauh berbeda dengan kakak juga ibunya, namun Santi lebih mendingan daripada mereka. "Sebentar, ya." Risa pamit untuk mengangkat telepon masuknya. "Terus kamu mau nikah sama Santi?" tanyaku lagi pada Joko yang masih tertunduk. "Iya Mbak." Joko mengangkat kepalanya. Melihat kearahku. "Kenapa? Kalian 'kan gak saling kenal!" ujar mas Umair. "Iya Joko. Apa kamu lupa soal ibumu yang mengizinkanmu ke kota untuk bekerja, bukan menikah. Lagian usiamu di bawah Santi. Kamu yak
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status