Semua Bab GREET'S WILDEST DREAM: Bab 11 - Bab 20
104 Bab
Reappear
"Pak, saya pulang duluan aja deh ... ga enak sama mba Luna.""Loh, kamu ga denger tadi Luna bilang apa? Kamu diminta temenin aku cari hadiah. Nanti aku anter pulang." sahutnya sambil nyeloyor jalan."Tapi Pak ... Pak!" Tristian tidak menghiraukan panggilanku, membuatku mau tak mau mengikutinya.Aku setengah hati saat menemaninya masuk ke satu toko dan toko lainnya. Asal menjawab saat dia minta pendapat."Greet, semakin kamu banyak diam maka semakin lama kita berkeliling di mall ini." sahutnya tanpa menatapku.Benar juga sih! Akhirnya aku fokus saat dia menanyakan pendapatku, semakin cepat dia menemukan hadiah maka semakin cepat aku pulang dan berpisah dengannya.Kami masuk ke salah satu toko perhiasan. Semua benda gemerlap berkilauan itu tampak cantik. Aku tidak pernah memakai perhiasan emas apalagi berlian walau Mama pernah membelikan untukku."Saudaranya umur berapa Pak?" tanya si karyawan toko."Umur kamu berapa Greet?" Tris
Baca selengkapnya
Curious Behavior
"Terus ... ?"Aku menunduk menghindari tatapan tajam pria itu."Udah mau tiga minggu ini kamu menghindar gitu?"Aku menghela napas dan mengangguk lemah. Dia menggeleng-geleng."Hon, be an adult! Mau sampe kapan kamu hindarin dia? Hah? Ampe bulan bersinar disiang hari dan matahari di malam hari?"Aku memejamkan mataku. satu minggu sejak Rick pindah ke Indonesia. Aku membantu membereskan apartemen super canggihnya. Di sela itu dia bertanya tentang Tristian, dan aku cerita kalau sudah lima kali aku menolak ajakan makan malam pria itu."Ya pikirku ngapain coba dia terus ngajakin makan malem? Kita ga ada hubungan apa-apa kan." Aku harus tetap mempertahankan akal sehatku."Ya makan malam ga harus ada hubungan juga kali, Hon. Lagian penasaran juga kan kamu mau apa dia ngajakin kamu dinner terus, heran deh ..." Dia terlihat lebih penasaran daripada aku.Aku menghembuskan napas kesal, Rick bukannya membela, malah nyudutin posis
Baca selengkapnya
Blank Space
Aku berdiri di ruang tamu, bingung harus duduk dimana karena bajuku basah. Ian sudah masuk ke dalam dan menghilang beberapa saat, lalu keluar menenteng dua helai pakaian. Dia menyerahkan celana berwarna abu-abu yang aku kenali dan kaos hitam miliknya. Celana trainingku, dengan strip pink yang sudah lama aku cari dan lupakan. Aku bergeming menatap celana itu, lalu mendongak menatapnya. Selama ini dia menyimpan ini? "Ganti baju kamu, disana." Dia menunjuk pintu yang sepertinya kamar mandi.  Aku tidak bisa menolak saat dia mengajakku ke apartemennya. Aku hanya diam menahan dingin di dalam mobil tadi. Aku berjalan pelan dan masuk ke ruangan kecil itu. Aku menatap wajahku di kaca, bibirku sedikit keunguan karena dingin. Ada handuk bersih di samping kaca, aku mengambil dan mengeringkan rambut dan tubuhku. Saat aku mengganti pakaian, aku cukup terkejut kalau celana ini masih muat. Kok bisa ada sama dia? Kaos hitamnya sangat pas di tubuhku, sedikit ketat
Baca selengkapnya
Cheese In His Trap
Menghindar.Menghindar.Dan menghindar.Aku menghela napas sambil terus mengiangkan kalimat itu dalam pikiranku. Kalimat yang sekarang aku catat dengan huruf cetak tebal di benakku, tidak boleh aku membiarkan lagi sesuatu hal seperti kemarin terjadi.Oh Tuhan!Aku memejamkan mata sambil menutup wajah saat mengingat kejadian dua hari lalu itu. Hampir saja ... hampir aku terlena dengan tatapan pria itu dan rasa penasaran terkutuk yang menyinggahi pikiranku, bagaimana rasanya merasakan bibir pria itu menyentuh bibirku, bagaimana rasanya jika tubuh kami melebur jadi satu?Kalau ponselku tidak berdering nyaring memecah suasana yang berubah panas itu, tentunya aku tidak akan tahu apa yang akan terjadi antara aku dan Tristian yang mungkin akan membuatku menyesal.Fiuh, aku harus berterima kasih pada Rick nanti.Tapi ... Aku menelan salivaku, semua menjadi aneh. Bayangan tubuh Tristian membangkitkan keinginan lain di benakku. Tubuhnya
Baca selengkapnya
Stuck In Scene
Hari kedua kami di Bali, kami akan menyebrang ke Nusa Penida. Kemarin seharian kami hanya meliput tempat kuliner di daerah Jimbaran dan di akhiri dengan makan seafood dipinggir pantai. Semua berjalan lancar, kami semua bekerja dengan baik dan profesional. Tapi ada hal aneh yang aku amati, yaitu sejauh apapun aku berusaha untuk menghindar, maka semakin Tristian gencar mendekatiku. Aku tidak mengerti apa mau pria itu. Anehnya kenapa mba Silvy, Leon bahkan mas Andreas tidak ada yang merasa aneh. Mereka terlihat biasa saja jika Tristian lebih memilih duduk di sampingku atau, membelikan minuman untukku atau membantu memegang peralatan yang kubawa. Aku ingin bertanya pada mba Silvy tapi aku tidak enak. Kami belum terlalu dekat, selama hampir tiga bulan ini kami bekerja bareng, aku hampir tidak pernah membicarakan masalah pribadi dengannya padahal kami sering satu kamar jika sedang berpergian. Aku menghela napas, apakah aku harus membiarkan perlakuan Tristian? Karen
Baca selengkapnya
You Are The Reason
Aku menggeleng keras. "Ga bisa, ga bisa ...." Tristian menatapku. "Kenapa ga bisa? Bisa lah!" "No ... no!!" Aku kembali menggeleng. Mataku menatap tajam ke arah pria itu. "Kamu sengaja kan?" Dia menaikkan alisnya, membuatku semakin yakin kalau dia memang sengaja hanya memesan satu kamar untuk kami menginap malam ini. "Aku bakal tanya langsung ke resepsionisnya." Tanpa menunggu jawabannya aku melangkah keluar kamar dan berjalan ke arah lobby resort mewah ini. Suasana temaram tapi obor-obor disepanjang jalan menuju kesana menerangi langkahku. Aku tersenyum masam pada seorang perempuan muda yang berdiri di balik meja resepsionis. "Mm ... mba maaf, saya mau tanya." Aku merasa canggung tapi daripada aku penasaran. "Iya, Bu, ada yang bisa saya bantu?" Perempuan itu tersenyum ramah. "Mm, itu ... ka-kamarnya memang ga ada lagi ya? Kalau ada saya mau pesan tipe lain." "Kebetulan untuk tipe yan
Baca selengkapnya
Burning For You
Aku tidak menolak saat Tristian mengangkat kepalaku lalu mengecup bibirku. Ini pertama kali bibir kami bersentuhan dan aku mengerjap canggung. Aku belum pernah dicium seorang pria pun di bibir sepanjang umurku.Tristian mengambil jarak satu jengkal, kemudian dia mendekap bahuku dan kembali meleburkan bibir kami berdua. Awalnya hanya kecupan, aku mulai terengah dan dia dengan berani menciumku lebih dalam. Aku memejamkan mata, melingkarkan tanganku ke lehernya. Aku mulai mempelajari cara Tristian menciumku dan membalas dengan cara yang sama.Kami sama-sama terengah saat muncul keinginan lain terasa begitu kentara. Tangan Tristian yang bertengger di pinggangku mulai berani mengusap turun ke bokongku dan meremasnya. Aku merasa aneh, aku ingin melakukan hal yang sama tapi pantas atau tidak? Akhirnya aku menurunkan tanganku ke punggungnya dan mengusapnya pelan. Lalu berputar ke depan, rasa penasaran pada otot dadanya ku salurkan, keras, kokoh tapi nyaman untuk bersandar.
Baca selengkapnya
Fire On Bed
Jawab jujur, pernah tidak kalian merasa ingin punya ilmu meringankan diri agar bisa kabur dari situasi yang canggung? Nah, itu yang sedang aku harapkan sekarang. Aku sedang berupaya menggeser tubuhku senti demi senti yang padahal tidak ringan sama sekali, tidak membuat gerakan apapun yang bisa membuat pria di sampingku ini membuka matanya secara tiba-tiba.Rasa malu seolah menguar di seluruh ruangan ini, menguasai benakku yang entah berapa jam lalu kehilangan rasa itu, dikalahkan oleh napsu primitif pada sosok pria yang sudah dengan sukarela ku serahkan kegadisanku.Sedikit gerakan dari tubuhnya saja membuatku langsung membeku, lampu masih menyala terang, aku tidak ingin dia melihat tubuhku yang telanjang tak berbentuk. Astaga ... apa yang aku pikirkan tadi?Rasa perih membuatku meringis saat aku akhirnya berhasil menepi dan berjongkok, Tristian masih memejamkan matanya. Pengalaman pertama yang sedikit menyakitkan, tapi membuatku merasa aneh saat kami ... apa istilahnya? Menyatu? Aaar
Baca selengkapnya
She's Between Us
Aku terus menguap sepanjang siang, kami sudah kembali ke Bali dua jam lalu dan langsung bergabung dengan yang lain. Anehnya tidak ada yang menatap aneh pada kami berdua.Tubuhku terasa remuk, intiku terasa pegal dan aku merasa aneh saat berjalan.Tristian terus-terusan tersenyum seperti orang gila, terbalik dengan situasiku, pria itu terlihat bugar, padahal kami baru tidur saat ayam-ayam mulai berkokok. Dia sangat bersemangat, membuatku kadang tak bisa menahan rasa malu saat dia menatapku penuh arti."Capek ya Greet?" tanya mba Silvy di sela istirahat kami.Aku mengangguk, memang itu yang aku rasakan."Semalam tidur sama Pak Tian?"Aku cukup kaget, apa maksud pertanyaan mba Silvy?"Ho-hotelnya mahal-mahal mb .a.." jawabku kikuk, dengan harapan dia tidak akan lebih penasaran.Dia mendesah singkat. "Iyalah ... Penida! Lagian Pak Tian mana mau tidur di losmen backpackeran atau rumah penduduk.. Yah, mending lah Greet, daripada kita bayar sendiri kan!" cerocosnya.Aku mengangguk. Kemudian
Baca selengkapnya
Worrying
Aku terdiam menatap hadiah yang tadi mba Luna berikan saat dia menjemput kami di bandara. Sebuah gelang emas yang sama dengan yang dikenakan mba Luna di pergelangan tangan kirinya, membuatku diliputi rasa bersalah dengan apa yang sudah aku lalui bersama Tristian. Aku memang tidak tahu bagaimana hubungan mereka tapi itu yang aku rasakan saat ini.Aku lebih banyak diam dan menanggapi obrolan dengan singkat saat di jalan tadi mba Luna bicara panjang lebar, dia ingin mengajakku keluar makan untuk merayakan ulang tahunku tapi aku menolaknya dengan halus dengan alasan kelelahan, Tristian juga mendukung perkataanku, besok kami libur dua hari, senin baru masuk lagi. Untung mba Luna percaya dan menyarankan kami untuk beristirahat.Aku menghela napas untuk kesekian kalinya. Apa yang harus aku lakukan nanti saat kembali bertemu mereka? Lalu bagaimana dengan Tristian? Apakah aku harus menanyakan perihal hubungan kami?Aku meraih kunci apartemen yang pria itu berikan, kembali menghela napas. Apa m
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status