All Chapters of Sisi Lain Pelakor: Chapter 41 - Chapter 50
102 Chapters
Bab 41
Ting... Ting.... Beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau milikku. Kuabaikan begitu saja. Aku ingin menenangkan diri. Ting... Ting.... Lagi dan lagi notifikasi pesan masuk kembali terdengar. Tidak hanya satu tapi beberapa pesan. Entah siapa yang mengirimkan pesan beruntun itu. Terpaksa ku rogoh benda pipih yang ada di dalam saku celana. [Kamu di mana?] [Aku ada di restoran tapi kenapa kamu tidak terlihat?] [Kamu tidak masuk? Kamu sakit?] Tiga pesan dari Rian hanya ku baca tanpa ada niat kubalas. Bukan aku menghindar, aku hanya ingin sendiri. [Terima kasih sudah menjadi pelanggan ojek pertamaku. Nanti sore ku jemput ya? ] [Yasmin.] Aku tersenyum membaca pesan dari Farel. Lelaki itu sungguh lucu. Mana ada tukang ojek yang memakai jas putih. Ada-ada saja. Kembali kumasukkan benda pipih di dalam saku celana. Tak ada satu pesan yang ku balas. Aku ingin menyendiri. "Kakek, pelan-pelan dong! Nenek capek jalan terus." Aku menoleh mencari sumber suara yang tiba-tiba
Read more
Bab 42
Pov Gilang "Kamu gila, Gilang!" "Ya, aku gila karena mencintaimu. Semenjak kejadian itu aku selalu memikirkan kamu. Aku merasa bersalah. Rasa salah yang justru membuat aku semakin menyukaimu. Mau kah kamu menikah denganku, Yasmin Nabila Putri?" Aku menggenggam tangan Yasmin. Namun dengan cepat Yasmin menepis tangan ini. "Pergi jangan pernah temui aku lagi! Aku membencimu seumur hidup!" ucapnya penuh penekanan lalu pergi meninggalkanku. Aku tatap punggungnya hingga hilang dari pandangan. Mungkin aku benar-benar gila. Jatuh hati kepada selingkuhan kakak ipar sendiri. Namun aku bisa apa? Rasa itu hadir sendiri. Aku memang benci saat tahu Nabila adalah orang ketiga dalam pernikahan kakak kandungku. Rasa benci yang membuatku nekad melecehkan dia. Ya, aku memang salah. Aku gelap mata. Dan kini dia membenciku. Berhari-hari aku mencari tahu tentang Nabila. Dia adalah putri seorang pengusaha. Sayang orang tuanya meninggal dan mewariskan hutang yang begitu banyak. Disaat ia terpuru
Read more
Bab 43
Pov Gilang Aku memasuki kawasan perumahan elit. Rumahku terletak paling ujung. Aku harus melewati empat rumah berpagar tinggi. Aku bahkan tak tahu siapa pemilik rumah-rumah ini. Kami hanya bertemu diacara tertentu. Kalau setiap hari kami tak pernah bertemu atau sekedar saling sapa. Sibuk, salah satu alasan aku tak kenal dengan mereka. Aku sudah berhenti tepat di halaman rumah bernuansa eropa klasik dengan tiang besar dan tinggi. Cat putih menambah kesan elegan dan mewah. Segera aku melangkahkan kaki masuk ke dalam. "Sudah ditunggu di ruang keluarga, den," ucap Bik Darmi ramah. Aku mengangguk lalu berjalan menuju ruangan luas tempat kami bersantai sembari bercerita hangat. Senyum dari mama, papa dan Mbak Sandra menyambut kedatanganku. Segera kusalami tangan mereka satu persatu. "Ada apa, Mbak? Kenapa memintaku segera pulang?" tanyaku seraya menjatuhkan bobot di sofa tepat di samping Mbak Sandra. "Pengennya sih Mbak yang jelasin mumpung lagi bahagia begini. Tapi sepertinya pa
Read more
Bab 44
Pov Yasmin Gila! Dia benar-benar wanita gila! Kemarin dengan sombongnya dia melecehkan aku. Dia perlakukan aku bagai seorang pel***r tapi sekarang dia bilang cinta. Astaga! Ini pasti rencana Sandra agar bisa semakin menghancurkan hidupku. "Taksi!" Kulambaikan tangan saat mobil berwarna biru melintas. Seketika mobil itu berhenti. Untung tak ada penumpang di dalamnya. Aku harus segera pulang sebelum Gilang mengikuti. "Ke jalan mawar, Pak." Sopir itu mengangguk lalu melajukan kendaraan roda empat miliknya. Kini aku dapat bernafas lega. Sepanjang jalan kulihat luar jendela. Melihat orang dengan pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Bayangan masa lalu kembali menari-nari dalam kepalaku. Dari mulai kecelakaan papa dan mama hingga membuatku seperti ini. Tuhan seakan terus memberiku cobaan di luar kemampuanku. Kini hidupku semakin rumit. Aku bahkan tak tahu lagi apa yang harus ku lakukan? Siapa yang bisa kuandalkan. Aku seorang diri menjalani kehidupan yang kejam ini. Tanpa terasa
Read more
Bab 45
Perlahan aku ubah posisiku. Duduk dengan punggung bersandar di kepala ranjang. "Maaf sayang, ini bangunin temenku," ucapnya dengan mata fokus ke layar ponsel. Cindy sedang video call entah dengan siapa. Wajahnya dibuat manja dengan tangan melambai mengisyaratkan aku untuk keluar. "Maleslah, kamu aja yang keluar!" Kudorong Cindy yang berada di sampingku. "Ada tamu! Sana!" ucapnya seraya menarik tanganku agar mengikutinya. Dengan langkah gontai aku keluar kamar, meninggalkan Cindy yang masih asyik melakukan panggilan video call. Bahkan kini dia menggantikan posisiku, tidur di atas ranjang setelah bisa mengusirku. Aku berjalan menuju teras. Siapa gerangan tamu yang dimaksud Cindy. Mataku membulat sempurna melihat Farel sudah duduk di kursi di teras depan. Sudut bibirnya ditarik ke atas saat mata kami saling bertemu. "Farel...." "Baru bangun, Yas?" tanyanya sambil menatapku dari kepala hingga ke ujung kaki. Astaga,aku baru sadar jika penampilanku tak karuan. Rambut masih a
Read more
Bab 46
"Jangan berpikir yang aneh-aneh, aku hanya ingin melepas jahitan di pelipismu!" ucap Farel seraya membuka perban yang menempel di pelipis. "Aku hanya takut sakit, makannya aku tutup mata. Kamu itu yang piktor!" kilahku. Sebenarnya aku hanya berbohong untuk menutupi pikiran liar yang berkelana di kepalaku. Aku malu, ini sudah yang kedua kalinya aku berpikir yang tidak-tidak kepada Farel. Farel menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Sikapnya membuat pipiku merona. Malu luar biasa. Perlahan tangan dingin dokter muda itu membuka perban. Aku tersenyum mendapat perhatian dari Farel. Dia datang ke sini hanya untuk mengobatiku dan meminta maaf. Dia jauh berbeda dengan Om Bagas. Sorot matanya penuh dengan ketulusan. Wanita yang akan menjadi istrinya pasti sangat beruntung. Andai saja suamiku seperti dia, pasti aku sangat bahagia. Astaga, apa yang aku pikirkan? Mana mau Farel denganku? Wanita yang tak bisa menjaga mahkotanya. "Jangan lihatin terus, nanti bisa jatuh cinta," uca
Read more
Bab 47
Yasmin sudah bersiap dengan celana jeans biru muda dan kemeja berwarna putih. Hari ini dia akan berkerja di sebuah restoran cepat saji. Restoran milik teman Cindy. "Akhirnya kerja juga," ucap Yasmin seraya mengikat rambutnya ke belakang. Yasmin tersenyum melihat pantulan diri di cermin. Tak ada hijab yang menempel di kepalanya. Tempat kerja Yasmin tak mewajibkan karyawannya mengenakan hijab. Itu yang membuat Yasmin semakin bahagia. Hijab adalah sesuatu yang menjadi beban baginya. Karena gaya hidup dan penampilan yang bertolak belakang dengan pakaian muslimah itu. Dia tak ingin dikatakan munafik karena memakai hijab sedang kelakuannya masih tak sejalan. Tiin... Tiin.... Suara klakson motor terdengar nyaring di telinga. "Siapa sih yang berisik? Gendang telinga aku bisa pecah. Astaga!" Yasmin menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Suara klakson motor merusak hari bahagianya. Dua pemilik motor yang berhenti di depan rumah Cindy terus membunyikan klakson. Suara dari k
Read more
Bab 48
"Stop!" Farel dan Brian melepas tangan Yasmin serempak. Mereka berdua dia tak berani menatap manik bening Yasmin. "Suwit, yang menang antar aku ke tempat kerja." Brian dan Farel mengangguk lalu melakukan perintah Yasmin. Tangan kanan mereka bersembunyi di balik punggung. Dalam hitungan ketiga mereka memperlihatkan tangan kanan masing-masing. Farel membentuk batu sedang Brian membentuk seperti kertas. Dan Brianlah pemenang dalam suwit kali ini. "Aku sama Brian, Rel." "Oke," Farel menatap Brian lekat. "lo, tolong jaga calon istri gue." Brian mencebikkan bibir mendengar ucapan Farel. Farel menyalakan mesin motor vespa kesayangannya. Tak berapa lama lelaki penuh kharisma itu meninggalkan Yasmin dan Brian. "Ayo naik, bisa telat nanti!" ucap Brian seraya menggerakkan kepala mengisyaratkan Yasmin untuk segera naik ke atas motornya. Kendaraan roda dua milik Brian melaju dengan kecepatan sedang. Kali ini mereka tak lagi melewati jalan tikus karena Yasmin sudah mengenakan helm.
Read more
Bab 49
Sudah hampir satu bulan Yasmin bekerja di restoran Riki. Rasa khawatir dah curiga saat pertama kali bertemu atasannya telah hilang. Semenjak Yasmin bekerja, Riki tak pernah mendekat, dia hanya memantau Yasmin dari jauh. Namun niat buruk masih ada di pikirannya. Lelaki berkulit sawo matang itu hanya menunggu waktu yang tepat untuk melakukan rencananya.Sayang Yasmin tak menyadari akan hal itu. Derrrtt... Derrttt.... Yasmin berjalan ke toilet untuk mengangkat panggilan telepon. Untung saja restoran sebentar lagi tutup jadi dia bisa mengangkat telepon tanpa terganggu kedatangan pelanggan. "Bila sayang, aku gak bisa jemput. Kamu gak papa kan pulang sendiri?" tanya Brian dari seberang sana. Yasmin mencebikkan bibir mendengar kata sayang yang keluar dari mulut Brian. Sudah berulang kali dia meminta Brian tak memanggil sebutan itu tapi tetap saja Brian kekeh memanggil Yasmin dengan sebutan sayang. Pada aakhirnya Yasmin memilih mengalah. "Entar juga dijemput Farel kok," ucap Yasmin seraya
Read more
Bab 50
Di saat situasi terjepit Yasmin kembali teringat pesan Farel. Dia berdoa meminta Illahi Robbi menolongnya dari lelaki serigala seperti Riki. Tanpa terasa air mata jatuh membasahi pipi putihnya. Seketika rasa menyesal tubuh dalam hatinya. "Kalau Tuhan membantuku, aku janji akan bertobat. Aku janji tak berbuat zina lagi. Aku janji menjadi wanita baik-baik," doa Yasmin dalam hati. Riki berjalan sambil terus memeluk Yasmin. Yasmin mulai pasrah, tubuhnya melemah. Dia diam, tak ada lagi perlawanan darinya. "Akhirnya kamu menyerah, aku tahu kamu juga menginginkan ini, sayang," batin Riki seraya mengendurkan pelukannya. Perlahan Yasmin di dudukan di sofa yang berada di ruangannya. Riki melepas ci*mannya. Melihat Riki sedikit lengah dengan cepat Yasmin mengayunkan kaki ke arah Riki. Satu gerakan tepat mengenai pusaka milik atasannya. Riki meringis kesakitan. Tak membuang kesempatan Yasmin segera berlari keluar. Namun sayang dengan cepat Riki menarik tangan Yasmin hingga dia terjungkal dan
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status