All Chapters of Istri Nakal Mas Petani: Chapter 261 - Chapter 270
281 Chapters
261. Orang tua Lainnya
Berdamai dan sepakat dengan diri sendiri adalah hal yang diminta Wira pada Sully untuk memulihkan kesedihan karena tak bisa ‘sama’ dengan kondisi ibu baru lainnya. Namun, di hari kedua usai melahirkan Sully belum bisa menyusui anaknya. Air susunya sedikit dan Sully kembali menangis karena hanya menghasilkan 10 ml dari hampir satu jam mencoba memompa ASI. Air mata Sully yang bertetesan saat mengumpukan sedikit demi sedikit ASI-nya. Wira hanya bisa mengatakan, “Sudah...sudah jangan nangis lagi. Nanti kamu sakit. Bisa pakai susu formula. Pertumbuhan si kembar pasti sama dengan bayi lainnya. Kalau ibunya nangis terus begini bayinya juga pasti kerasa.” Kata-kata Wira bukan hanya sekedar hiburan untuk Sully. Aslinya ia orang yang tidak terlampau pintar menghibur. Wira mengatakan itu sebagian besar untuk dirinya sendiri. Hatinya ngilu melihat Sully terus menangisi keadaan bayi mereka. Wanita yang awalnya terlihat pecicilan itu ternyata sangat keibuan. Setiap pagi Sully mendatangi ruang ba
Read more
262. Rumah Sully
Sully hampir setengah melompat mendengar kedua putranya diperbolehkan pulang. Matanya berembun dengan cepat karena haru. Pelukannya terlepas dari Pak Anwar lalu kembali berlabuh pada Wira. Dengan kebiasaan yang terbentuk belakangan hari ini, Wira tidak terlalu sungkan ketika Sully bergelayut memeluk pinggangnya. Wira ikut membalas pelukan Sully dengan mata yang juga mengembun karena bahagia.“Pak…Pak, kenalin ini ayahnya Sulis. Namanya Pak Anwar. Ini istrinya, Bu Dahlia namanya.” Sully membawa kedua orang tuanya di kiri kanan.“Macam mana cara Sulis mengenalkan orang tua. Kok, begitu?” Pak Anwar protes beberapa langkah sebelum tiba di dekat Pak Gagah.“Enggak apa-apa …. Tidak ada yang salah. Sulis anak perempuan yang enggak pernah macam-macam.” Pak Gagah tersenyum ramah memandang Pak Anwar.“Anak perempuan yang enggak pernah macam-macam ya …” Pak Anwar sudah berdiri berhadapan dengan Pak Gagah. Ia juga tersenyum lebar membalas senyum besannya itu. Sambil membayangkan pujian besan terha
Read more
263. Hunian Baru
Bisa dibilang bahwa saat itu Wira membangun rumah yang amat berbeda dibanding kebanyakan rumah bergelar paling mewah di Desa Girilayang.Rumah di Girilayang yang disebut mewah biasanya dicat lebih dari satu warna. Bisa dua, tiga atau bahkan empat warna. Sedangkan rumah yang disebut Wira sebagai ‘Rumah Sulis’ hanya diwarnai satu warna. Putih. Semuanya berwarna putih. Wira tak pernah memikirkan soal kemungkinan mengecat rumahnya dengan warna kesukaan Sully; merah. Pernah Saptono memberi ide untuk memadukan warna putih dan merah. Wira tetap menolak dengan alasan ia tak mau rumahnya terlihat seperti Kantor Kepala Desa.Rumah Sully berada di ujung jalan buntu, menghadap jalan. Berbeda dengan rumah Pak Gagah yang letaknya di samping jalan, menghadap bagian samping rumah Subardi. Rumah putih Sully berdiri tegak dan kokoh di belakang rumah Pak Gagah. Perpaduan antara tradisional dan modern yang berada dalam satu pekarangan.“Benar kamu enggak pernah lihat ke belakang?” Sari menjajari langkah S
Read more
264. Awal Keseharian
“Bagaimana perjalanan dari rumah ke Girilayang? Pasti seru ya, Pak?” Pak Gagah mengawali perbincangan bersama besannya dengan topik pembicaraan paling umum. “Memang seru. Meriah dan seru,” tegas Pak Anwar seraya terkekeh-kekeh. Matanya menyapu empat wanita yang duduk tak jauh darinya. Bu Dahlia, Utami, Dwi dan Sari berpura-pura tak acuh akan perkataannya. Suasana selama perjalanan tadi masih sangat terasa. Tenggorokannya kering karena rasanya tiap menit harus menjelaskan ini-itu yang ditanya anak perempuannya. Sah-sah saja kalau sekarang ia menyesal karena terlalu perhitungan mengajak empat anak perempuannya jalan-jalan. Bisa dibilang Sully adalah satu-satunya anggota keluarga Pak Anwar yang paling berpengalaman dalam hal menginap di luar rumah. Atau sebut saja kalau Sully satu-satunya anak yang merantau; pergi jauh dari orang tuanya. Cukup unik karena Sully disebut-sebut sebagai anak bungsu paling manja dan paling disayang. Kenyataannya, Sully adalah anak yang berhasil membuktikan k
Read more
265. Sebelum Mandi Sore
Wira sempat tertegun sejenak. Bayangan soal sosok Sully yang tertidur kelelahan dengan selebar daster menguap begitu saja. Sully memang mengenakan daster, tapi jauh dari rupa seorang yang kelelahan. Rambut Sully yang masih basah tergerai ke bahu. Kulit wajahnya sedikit mengilap, begitu pula bibirnya yang mengilap dan kemerahan. Sully sedang berdiri di depan meja ganti bayi dan berbicara lirih dengan bayi yang sedang pakaikannya kaus kaki. Wira mendekati Sully.“Anak siapa ini cakep banget? Pasti anak Bu Sulis, ya? Gemesin ...." Sully baru selesai dengan Bima. Sedangkan Sakti sejak masuk ke kamar tadi masih tidur pulas.“Anak Pak Bagus juga ….” Wira mendekati Sully dari belakang. “Saking asyiknya sampai enggak dengar Mas buka pintu.” Kedua tangannya melingkari pinggang Sully.Sully memang tak mendengar suara apa pun. Fokusnya hanya pada jemari putih, mungil dan lembut milik Bima yang sedang ia pijat. Tanpa terkejut, Sully menoleh sebentar ketika mendengar suara Wira. “Lihat ini … aku u
Read more
266. Di Antara Dua Bayi
Kemarin-kemarin Sully sempat mengobrol bersama Ajeng soal hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan wanita usai melahirkan. Dan Ajeng sedikit berkomentar soal wewangian yang dikenakan Sully.“Belum empat puluh hari, Lis. Kalau sudah empat puluh hari kamu bisa dandan cantik lagi.” Ajeng mengatakan sepotong hal yang tidak dimengerti sepenuhnya oleh Sully.Kenapa berdandan cantik harus menunggu empat puluh hari? Ia biasa melakukannya setiap hari. Malah usai melahirkan harusnya ia berdandan lebih cantik untuk memperbaiki mood-nya karena jam tidur yang berantakan. Tujuannya berdandan pertama kali adalah untuk menyenangkan dirinya sendiri. Sejak dulu ia tak terlalu repot memikirkan apa yang dipikirkan orang tentangnya. Yang penting ia bahagia. Sore itu, Sully sadar bahwa dandanannya yang sederhana bisa membuat Wira datang mendekat dan menciumnya dengan sangat intim. Wira sempat berbisik, “Istri Mas selalu cantik.”Sebelum menyatukan bibir mereka dalam lumatan, Sully memang selalu merasakan
Read more
267. Restu Untuk Oky
“Aku boleh masuk? Mas itu ada di dalam? Atau kamu aja yang keluar? Aku tunggu di ruang depan. Mas itu pasti enggak mau kalau ada orang lain di kamar kalian.”Ketukan di pintu menjeda Bima yang belum benar-benar selesai menyusu. Sully berdiri di pintu dengan bayi sulungnya dalam dekapan. “Sakti tidur, Mas itu lagi mandi. Kita ngomong di luar aja. Kalau digendong gini mungkin Bima bisa tidur lebih cepat.” Sully keluar kamar dengan berjalan santai meninabobokan Bima. “Memangnya mau ngomong apa? Penting banget?”“Soal yang aku ceritakan kemarin. Enggak ingat? Aku mau pamit pulang ke kampung kita. Bareng Hendro mau ketemu ibuku.” Oky tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat mengatakan itu.Sully yang tadi menggoyang-goyangkan badannya sontak terdiam. Oky memang pernah mengatakan soal akan pulang menemui ibunya bersama Hendro. Sahabatnya itu ternyata benar-benar sudah menemukan tambatan hatinya.“Kamu enggak apa-apa, kan, kalau aku pergi sekarang-sekarang ini? Enggak apa-apa kalau sement
Read more
268. Peringatan Pak Anwar
Oky sebenarnya terkejut, tapi berusaha santai. Di benaknya muncul macam-macam pertanyaan. Apa Pretty sudah tahu hubungannya dengan Hendro? Sudah tahu berapa lama? Apa Pretty kecewa? Marah? Oky memandang sahabatnya itu.Sejak pertama kali tiba di Desa Girilayang, Pretty adalah tempat bertanya banyak hal. Gadis itu ramah dan selalu siap membantu hal apa pun sesuai kesanggupannya.“Kamu … kamu tahu kalau aku ke sini mau ngomong soal Hendro?” Oky masih menatap Pretty. Namun gadis yang ditatapnya tak membalas. Masih mendongak menatap bulan yang bulat sempurna malam itu.“Aku sudah tahu kalau Mbak Oky pacaran sama Mas Hendro. Aku pernah lihat kalian berboncengan naik motor. Mas Hendro itu enggak pernah mau boncengin wanita mana pun. Selain ibunya, tentunya.” Pretty tertawa kecil, lalu kembali diam. Terlihat jelas ia ingin mencairkan suasana. “Mbak Oky pasti tahu kalau aku sudah lama suka dengan Mas Hendro.”“Aku minta maaf. Sama sekali enggak pernah ada maksud….”Pretty kembali terkekeh. “E
Read more
269. Kesalnya Pak Anwar
“Sudah lama kalian begini?” Pak Anwar menunjuk Sekar dan Ratna bergantian. Kedua gadis itu saling pandang tanpa menjawab. Membuat Pak Anwar bertambah kesal. “Apa kalian sudah lama membenci istrinya Kepala Desa?”Sekar dan Ratna kembali saling pandang lalu berusaha memandang ke tempat lain. Berusaha tidak peduli pada Pak Anwar yang tubuhnya nyaris berputar menghadapi mereka.“Benar-benar tidak sopan. Semenit yang lalu kalian membicarakan istri Kepala Desa seolah-olah kalian korban yang sangat tersakiti. Terutama kamu. Nada bicara kamu seperti wanita yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Kamu pasti sudah lama jatuh cinta dengan menantu saya. Benar, kan?”Tuduhan Pak Anwar yang tanpa basa-basi itu membuat Sekar tersentak. “Kami berdua cuma ngobrol antar kami berdua aja. Nggak ada melibatkan siapa pun. Terutama Bapak. Sepertinya Bapak ini orang tuanya Sully ya? Kenapa bapak-bapak jadi ikut-ikutan pembicaraan para wanita.” Sekar akhirnya tertawa terkekeh-kekeh.“Benar-benar tidak sopan ke
Read more
270. Waktu Sore Si Kembar
Maksud Wira mengenalkan Pak Jusman pada Pak Anwar adalah agar ayah mertuanya itu tidak sembarangan bicara soal Sekar demi menjaga hati bapaknya yang sedang berada di sebelah mereka. Dugaan itu ternyata meleset. Pak Anwar malah terlihat senang.“Anda bapaknya gadis itu? Berarti sudah dengar yang baru saya katakan tadi?” Pak Anwar mengulurkan tangan yang disambut kikuk oleh Pak Jusman.“Iya…iya. Benar, Pak. Saya bapaknya Sekar. Saya minta maaf. Saya nggak tahu kalau Sekar sebegitu berani. Mungkin karena kami di rumah terlalu memanjakannya.” Wajah Pak Jusman sudah memerah menahan malu.“Anak-anak memang kadang begitu. Bandelnya bisa kelewatan. Tapi sebagai orang tua kita harus peduli dan mau tahu. Apalagi untuk kasus Sekar ini … dia terang-terangan sekali tak suka dengan istri Kepala Desa-nya. Bisa bahaya kalau dibiarkan terlalu lama dan tidak diseriusi menegurnya. Semoga Bapak bisa menegur Sekar dengan jelas. Kalau perlu, jangan diberi izin keluar rumah untuk sementara. Dulu saya begitu
Read more
PREV
1
...
242526272829
DMCA.com Protection Status