All Chapters of Istri Nakal Mas Petani: Chapter 251 - Chapter 260
281 Chapters
251. Rencana Menjelang Pelantikan
Bagi penduduk Desa Girilayang pemilihan pemimpin mereka kali itu memang lain dari biasanya. Enam tahun yang lalu warga desa seperti tidak punya pilihan. Tampuk kepemimpinan diwariskan turun-temurun bak raja ke putra mahkota. Keluarga yang mewarisi kepemimpinan itu pun bukan keluarga sembarangan. Biasanya mereka memiliki hubungan baik dengan para tengkulak ataupun orang paling mampu di desa yang memiliki kepentingan tertentu seperti memajukan usaha pribadinya. Persis seperti Pak Effendi yang selama belasan tahun berjaya memonopoli hasil panen petani aren di desa itu.Pak Gagah berdiri di pagar menatap mobil yang baru menderukan mesinnya di tepi jalan. Hari itu adalah hari pelantikan putranya; Bagus Prawira sebagai Kepala Desa terpilih Girilayang.“Semuanya hampir terwujudkan,” ucap Pak Gagah pelan.“Enggak lama lagi semuanya bakal terwujudkan, Pak. Semuanya,” balas Ajeng dari sebelah bapaknya.“Ngomong-ngomong … kalau Bagus pakai pakaian begitu, apa enggak lebih pantas jadi Camat? Atau
Read more
252. Kepala Desa Muda
Untuk pertama kalinya dalam hidup Sully merasa sangat keren dengan obsesinya. Yaitu; mendampingi seorang pria mengabdi pada desa kelahirannya. Sully bahagia sekaligus bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan penting seorang Bagus Prawira.Hati Sully tengah mengembang karena sikap sederhana Wira mencium telapak tangannya barusan. Itu pertama kali Wira bersikap manis saat pria itu tahu mereka tak hanya berdua saja. Mustahil Wira tidak sadar kalau sejak mereka menuju mobil tadi Saptono tak lepas memandang mereka. Bahkan sejak dari Balai Desa tadi pun sahabat suaminya itu menatapnya tak berkedip.“Mas tahu kalau Pak Saptono lihatin aku terus? Sampai kita masuk mobil tadi Pak Saptono masih lihat kita. Mas enggak cemburu?” Sully berbisik dengan mata yang tak lepas mengawasi Saptono di depan mereka.Wira menggeleng dengan tangan menggandeng Sully seperti seorang bapak menggandeng anaknya. “Mas enggak cemburu,” jawab Wira seiring dengan langkahnya yang dipercepat.Sully menghentikan langkah
Read more
253. Usai Pelantikan, Kini Peresmian
Sully harus menjadi penonton dari tiga orang pria di depannya. Meski betisnya sudah terasa pegal, namun ia tidak tega menjadi perusak suasana reuni itu. Tinggal menunggu kepekaan Wira terhadap kehadirannya.“Kelihatannya kamu masih muda sekali. Usianya berapa?” Pak Bupati bertanya pada Wira.“Saat anak saya lahir nanti, saya genap berusia dua puluh sembilan, Pak." Wira mundur selangkah dan kembali meletakkan tangannya di bahu Sully.“Seperti dugaan saya. Memang masih muda.” Pak Bupati mengangguk-angguk dengan pandangan berpindah cepat antara Wira dan Sully.“Pasangan muda harusnya memang produktif, kan?” Pak Martin mengedip pada Wira lalu kembali memandang Bupati dengan raut serius. “Pokoknya saya jamin kalau Pak Bupati bisa mengandalkan Kepala Desa kita yang satu ini.” Pak Martin kembali menepuk lengan Wira.“Selesai jadi Kepala Desa bisa mencalonkan diri jadi Bupati,” kata Pak Syaiful. “Saya yakin dalam enam tahun, Pak Bagus ini sudah bisa mengambil hati para warganya.”Mencalonkan
Read more
254. Obrolan Penuh Cinta
“Entah kenapa Mas agak menyesal memberi kamu pekerjaan buat acara peresmian pabrik. Kamu jadi terlalu sibuk. Hampir setiap malam kaki kamu kram.” Wira duduk di tepi ranjang dengan sebotol minyak zaitun untuk memijat. “Luruskan kakinya.” Ia mengangkat satu kaki Sully dan meletakkannya ke pangkuan.“Serius aku memang enggak capek. Mas jangan gitu, dong. Udah lama banget aku enggak ngerasa seproduktif ini. Cuma duduk diam di rumah nungguin suami pulang kerja itu enggak enak. Kalau ada kerjaan gini aku makin semangat. Ayo dilanjut lagi pijatnya. Tangan Mas ini enak banget.” Sully menepuk tangan Wira agar pria itu melanjutkan pijatannya. “Katanya mau ngobrol … bukannya tiap malam kita memang ngobrol.”Wira menggeser duduknya sebelum kembali melanjutkan. “Mas serius, Lis. Jangan terlalu capek. Mas enggak mau ada apa-apa sama kamu dan si kembar ini.” Tangannya mengusap perut Sully. “Nggak sampai enam minggu lagi waktunya kamu lahiran. Urusan rumah sakit sudah beres. Sekarang kamu tinggal jag
Read more
255. Halaman Belakang
Untuk beberapa saat lamanya Sully melupakan tentang Oky yang belakangan semakin jarang makan malam di rumah. Beberapa saat melupakan rencana jangka panjang dan jangka pendeknya terhadap Desa Girilayang yang tersimpan rapi dan siap untuk ia presentasikan pada Wira. Untuk beberapa saat lamanya Sully juga lupa bahwa ia menunggu jawaban dari ayah ibunya untuk datang ke Girilayang menjelang hari kelahiran putra kembarnya. Sully lupa. Ia tengah mendesah lirih menikmati ritme sempurna yang diciptakan Wira untuknya.Sully menganggap malam itu mereka kembali pergi berpiknik setelah beberapa waktu sibuk dengan berbagai macam rencana. Sully membiarkan Wira mengeksplorasi tiap sudut tubuh yang berulang kali ia sebut gemuk membengkak tapi disebut seksi oleh suaminya. Sully memperhatikan bahwa Wira berkali-kali menggeram halus setiap mengecup satu titik bagian yang ia sukai. Yang dilakukan Wira membuat gairahnya menggila. Sampai sepuluh jari kakinya menegang ketika gulungan kenikmatan untuk ketiga
Read more
256. Peresmian Itu
“Ayah darah tinggi? Kenapa? Marah-marah sama siapa?”“Tak ada marah sama siapa-siapa. Memangnya kalau orang terserang penyakit darah tinggi sudah pasti orangnya suka marah-marah? Mungkin Ayah terlalu capek. Mengurus kebun kelapa, menjadi pengurus perkumpulan rukun warga, ditambah meladeni ibumu yang cerewet dan suka mengomel.”“Ibu suka ngomel? Cerewet? Nggak mungkin Ibu lebih cerewet dari Ayah. Lagian kenapa kebun kelapa dari Mas Wira dijadikan alasan Ayah sakit? Kalau gitu aku minta ke Mas Wira buat jual aja kebun kelapanya.”“Jangan…jangan. Jangan dijual. Sebenarnya bukan kebun kelapa itu yang menjadi alasan Ayah capek. Pokoknya Sulis tenang aja. Ayah dan Ibu bakal datang sebelum anak Sulis lahir. Kedatangan kami sedikit terlambat, tapi kami pasti datang.”“Mas Wira udah bangun rumah buat Lis dan si kembar. Ayah dan Ibu harus lihat gimana kehidupan Lis di sini. Lis enggak suka kalau Ayah sampai sakit karena ngurus kebun kelapa.”“Jangan menangis. Sudah…sudah. Ini ibumu mau bicara.
Read more
257. Sebelum Hari H
Wira mungkin akan mengenang hari itu sepanjang hidup. Hari di mana sepertinya semua kesibukan tumpah ruah menjadi satu di menit yang sama. Pabrik memang sudah beberapa waktu beroperasi meski sebelum diresmikan. Para petani yang sudah terikat kontrak kerja sama dengan PT. Putra Pertiwi mulai menyetor hasil sadapan nira secara kontinyu ke pabrik. Tujuan Wira dalam pengelolaan pabriknya bukan semata-mata meraup keuntungan pribadi. Selaku putra daerah yang lahir dan tumbuh besar di Desa Girilayang, Wira menitikberatkan pembangunan desa dimulai dari meningkatkan taraf hidup para petani dengan memulainya dari memberikan pelatihan agar petani mumpuni dan bisa ‘dilepas’ memajukan perkebunannya sendiri. Seperti yang dikatakan Wira dalam satu pidatonya pada pertemuan dengan para petani. “Dalam rapat yang saya pimpin dan diwakili oleh Ketua Kelompok Tani juga rekan-rekan petani yang bisa hadir beberapa waktu yang lalu, kita semua sepakat bahwa cita-cita dan keinginan para petani Desa Girilayang
Read more
258. Akhirnya Resmi
“Sulis kenapa? Perutnya kenapa?” Wira berjongkok di depan kursi yang ditempati Sully. Orang yang ikut berkumpul pada saat itu pasti fokus pada wajah pucat Sully dibanding wajah Wira yang tak kalah pucat. Tangannya sampai bergetar ketika meraba perut Sully ke sana kemari. “Ini telepon dari siapa?” Wira mengambil ponsel dari tangan Sully dan melihat nama ‘Bu Dahlia’ di layar. Setelah mengucapkan beberapa kata soal kondisi Sully, Wira menyimpan ponsel dan kembali mengusap-usap perut istrinya. Tak peduli dengan orang-orang yang mulai semakin ramai mendekati mereka.“Perutku sakit. Padahal tadi enggak apa-apa. Kayaknya aku kaget karena telepon Ibu. Ibu bilang Ayah masuk rumah sakit. Aduh ….” Sekarang tangan Sully meraba pinggangnya.“Apa mungkin mau lahiran? Sakit mau lahiran?” Entah siapa yang bisa ditanya Wira dalam kondisi itu. Keluarga mereka belum ada yang tampak di lokasi acara.“Kayaknya enggak. Kan, belum cukup umur. Mungkin cuma kram aja. Perutnya tegang.” Sully bicara dengan nada
Read more
259. Bayi Kembar
Sebenarnya banyak sekali yang harus dilakukan Wira hari itu. Acara peresmian pabrik bahkan belum sepertiganya dijalankan. Harusnya ada sesi peninjauan pabrik yang akan dilakukannya bersama investor. Harusnya juga ada proses cicip-mencicipi gula aren hasil olahan pabrik PT. Putra Pertiwi yang dilakukan oleh petinggi dan investor. Semuanya harus dilewatkan Wira. Sully dan bayi kembarnya tidak bisa menunggu lagi.“Sudah…sudah. Urus istrimu dulu, Gus. Yang penting pitanya sudah dipotong. Aku bakal menjalankan semua urutan acara seperti di awal. Pak Martin juga menyanggupi buat mendampingi. Pokoknya kamu bisa tenang.” Saptono menjajari langkah Wira saat menuju mobil.“Aku bisa ikut bantu-bantu Sulis. Aku ikut!” Oky berlari kecil menyusul Sully. Sampai ia tiba di dekat Sully yang sudah duduk bersandar. “Aku duduk di depan aja,” kata Oky ketika melongok jok belakang yang sudah berisikan Ajeng, Kartika dan Saraswati. Ketiganya sudah duduk mapan hendak mendampingi Sully ke rumah sakit."Duduk
Read more
260. Nama Bayi
Sewaktu turun dari mobil tadi Pak Gagah ikut bingung. Harus melakukan apa? Bisa membantu apa?Bagus Prawira; putra bungsu yang rasa-rasanya tak pernah takut terhadap apa pun pagi itu ikut memucat. Mungkin karena pengalamannya yang sedikit soal rumah sakit dan selalu membawa berita tak enak, membuat Wira resah bukan kepalang.Mungkin juga baru kali itu para staf rumah sakit, perawat termasuk dokter yang membantu kelahiran cucu kembarnya melihat serombongan keluarga pengantar berdandan apik bak hendak ke pesta. Seakan, keelokan penampilan mereka hari itu memang khusus ditujukan buat menyambut si kembar.Keresahan yang tengah dirasakan Wira hari itu seakan ikut dibaginya ketika pintu ruang bersalin ditutup. Dengan tubuh tinggi kurusnya, Pak Gagah ikut mondar-mandir di luar. Lupa kalau tas perlengkapan bayi berwarna cerah dengan motif lucu sedang berada di tangannya. Ia meminta tas itu dari Ajeng agar tangannya tak terasa terlalu kosong.“Duduk aja, Pak. Bayinya Bagus pasti lahir sehat da
Read more
PREV
1
...
242526272829
DMCA.com Protection Status