Bisa dibilang bahwa saat itu Wira membangun rumah yang amat berbeda dibanding kebanyakan rumah bergelar paling mewah di Desa Girilayang.Rumah di Girilayang yang disebut mewah biasanya dicat lebih dari satu warna. Bisa dua, tiga atau bahkan empat warna. Sedangkan rumah yang disebut Wira sebagai āRumah Sulisā hanya diwarnai satu warna. Putih. Semuanya berwarna putih. Wira tak pernah memikirkan soal kemungkinan mengecat rumahnya dengan warna kesukaan Sully; merah. Pernah Saptono memberi ide untuk memadukan warna putih dan merah. Wira tetap menolak dengan alasan ia tak mau rumahnya terlihat seperti Kantor Kepala Desa.Rumah Sully berada di ujung jalan buntu, menghadap jalan. Berbeda dengan rumah Pak Gagah yang letaknya di samping jalan, menghadap bagian samping rumah Subardi. Rumah putih Sully berdiri tegak dan kokoh di belakang rumah Pak Gagah. Perpaduan antara tradisional dan modern yang berada dalam satu pekarangan.āBenar kamu enggak pernah lihat ke belakang?ā Sari menjajari langkah S
āBagaimana perjalanan dari rumah ke Girilayang? Pasti seru ya, Pak?ā Pak Gagah mengawali perbincangan bersama besannya dengan topik pembicaraan paling umum. āMemang seru. Meriah dan seru,ā tegas Pak Anwar seraya terkekeh-kekeh. Matanya menyapu empat wanita yang duduk tak jauh darinya. Bu Dahlia, Utami, Dwi dan Sari berpura-pura tak acuh akan perkataannya. Suasana selama perjalanan tadi masih sangat terasa. Tenggorokannya kering karena rasanya tiap menit harus menjelaskan ini-itu yang ditanya anak perempuannya. Sah-sah saja kalau sekarang ia menyesal karena terlalu perhitungan mengajak empat anak perempuannya jalan-jalan. Bisa dibilang Sully adalah satu-satunya anggota keluarga Pak Anwar yang paling berpengalaman dalam hal menginap di luar rumah. Atau sebut saja kalau Sully satu-satunya anak yang merantau; pergi jauh dari orang tuanya. Cukup unik karena Sully disebut-sebut sebagai anak bungsu paling manja dan paling disayang. Kenyataannya, Sully adalah anak yang berhasil membuktikan k
Wira sempat tertegun sejenak. Bayangan soal sosok Sully yang tertidur kelelahan dengan selebar daster menguap begitu saja. Sully memang mengenakan daster, tapi jauh dari rupa seorang yang kelelahan. Rambut Sully yang masih basah tergerai ke bahu. Kulit wajahnya sedikit mengilap, begitu pula bibirnya yang mengilap dan kemerahan. Sully sedang berdiri di depan meja ganti bayi dan berbicara lirih dengan bayi yang sedang pakaikannya kaus kaki. Wira mendekati Sully.āAnak siapa ini cakep banget? Pasti anak Bu Sulis, ya? Gemesin ...." Sully baru selesai dengan Bima. Sedangkan Sakti sejak masuk ke kamar tadi masih tidur pulas.āAnak Pak Bagus juga ā¦.ā Wira mendekati Sully dari belakang. āSaking asyiknya sampai enggak dengar Mas buka pintu.ā Kedua tangannya melingkari pinggang Sully.Sully memang tak mendengar suara apa pun. Fokusnya hanya pada jemari putih, mungil dan lembut milik Bima yang sedang ia pijat. Tanpa terkejut, Sully menoleh sebentar ketika mendengar suara Wira. āLihat ini ā¦ aku u
Kemarin-kemarin Sully sempat mengobrol bersama Ajeng soal hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan wanita usai melahirkan. Dan Ajeng sedikit berkomentar soal wewangian yang dikenakan Sully.āBelum empat puluh hari, Lis. Kalau sudah empat puluh hari kamu bisa dandan cantik lagi.ā Ajeng mengatakan sepotong hal yang tidak dimengerti sepenuhnya oleh Sully.Kenapa berdandan cantik harus menunggu empat puluh hari? Ia biasa melakukannya setiap hari. Malah usai melahirkan harusnya ia berdandan lebih cantik untuk memperbaiki mood-nya karena jam tidur yang berantakan. Tujuannya berdandan pertama kali adalah untuk menyenangkan dirinya sendiri. Sejak dulu ia tak terlalu repot memikirkan apa yang dipikirkan orang tentangnya. Yang penting ia bahagia. Sore itu, Sully sadar bahwa dandanannya yang sederhana bisa membuat Wira datang mendekat dan menciumnya dengan sangat intim. Wira sempat berbisik, āIstri Mas selalu cantik.āSebelum menyatukan bibir mereka dalam lumatan, Sully memang selalu merasakan
āAku boleh masuk? Mas itu ada di dalam? Atau kamu aja yang keluar? Aku tunggu di ruang depan. Mas itu pasti enggak mau kalau ada orang lain di kamar kalian.āKetukan di pintu menjeda Bima yang belum benar-benar selesai menyusu. Sully berdiri di pintu dengan bayi sulungnya dalam dekapan. āSakti tidur, Mas itu lagi mandi. Kita ngomong di luar aja. Kalau digendong gini mungkin Bima bisa tidur lebih cepat.ā Sully keluar kamar dengan berjalan santai meninabobokan Bima. āMemangnya mau ngomong apa? Penting banget?āāSoal yang aku ceritakan kemarin. Enggak ingat? Aku mau pamit pulang ke kampung kita. Bareng Hendro mau ketemu ibuku.ā Oky tak bisa menyembunyikan kegembiraannya saat mengatakan itu.Sully yang tadi menggoyang-goyangkan badannya sontak terdiam. Oky memang pernah mengatakan soal akan pulang menemui ibunya bersama Hendro. Sahabatnya itu ternyata benar-benar sudah menemukan tambatan hatinya.āKamu enggak apa-apa, kan, kalau aku pergi sekarang-sekarang ini? Enggak apa-apa kalau sement
Oky sebenarnya terkejut, tapi berusaha santai. Di benaknya muncul macam-macam pertanyaan. Apa Pretty sudah tahu hubungannya dengan Hendro? Sudah tahu berapa lama? Apa Pretty kecewa? Marah? Oky memandang sahabatnya itu.Sejak pertama kali tiba di Desa Girilayang, Pretty adalah tempat bertanya banyak hal. Gadis itu ramah dan selalu siap membantu hal apa pun sesuai kesanggupannya.āKamu ā¦ kamu tahu kalau aku ke sini mau ngomong soal Hendro?ā Oky masih menatap Pretty. Namun gadis yang ditatapnya tak membalas. Masih mendongak menatap bulan yang bulat sempurna malam itu.āAku sudah tahu kalau Mbak Oky pacaran sama Mas Hendro. Aku pernah lihat kalian berboncengan naik motor. Mas Hendro itu enggak pernah mau boncengin wanita mana pun. Selain ibunya, tentunya.ā Pretty tertawa kecil, lalu kembali diam. Terlihat jelas ia ingin mencairkan suasana. āMbak Oky pasti tahu kalau aku sudah lama suka dengan Mas Hendro.āāAku minta maaf. Sama sekali enggak pernah ada maksudā¦.āPretty kembali terkekeh. āE
āSudah lama kalian begini?ā Pak Anwar menunjuk Sekar dan Ratna bergantian. Kedua gadis itu saling pandang tanpa menjawab. Membuat Pak Anwar bertambah kesal. āApa kalian sudah lama membenci istrinya Kepala Desa?āSekar dan Ratna kembali saling pandang lalu berusaha memandang ke tempat lain. Berusaha tidak peduli pada Pak Anwar yang tubuhnya nyaris berputar menghadapi mereka.āBenar-benar tidak sopan. Semenit yang lalu kalian membicarakan istri Kepala Desa seolah-olah kalian korban yang sangat tersakiti. Terutama kamu. Nada bicara kamu seperti wanita yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Kamu pasti sudah lama jatuh cinta dengan menantu saya. Benar, kan?āTuduhan Pak Anwar yang tanpa basa-basi itu membuat Sekar tersentak. āKami berdua cuma ngobrol antar kami berdua aja. Nggak ada melibatkan siapa pun. Terutama Bapak. Sepertinya Bapak ini orang tuanya Sully ya? Kenapa bapak-bapak jadi ikut-ikutan pembicaraan para wanita.ā Sekar akhirnya tertawa terkekeh-kekeh.āBenar-benar tidak sopan ke
Maksud Wira mengenalkan Pak Jusman pada Pak Anwar adalah agar ayah mertuanya itu tidak sembarangan bicara soal Sekar demi menjaga hati bapaknya yang sedang berada di sebelah mereka. Dugaan itu ternyata meleset. Pak Anwar malah terlihat senang.āAnda bapaknya gadis itu? Berarti sudah dengar yang baru saya katakan tadi?ā Pak Anwar mengulurkan tangan yang disambut kikuk oleh Pak Jusman.āIyaā¦iya. Benar, Pak. Saya bapaknya Sekar. Saya minta maaf. Saya nggak tahu kalau Sekar sebegitu berani. Mungkin karena kami di rumah terlalu memanjakannya.ā Wajah Pak Jusman sudah memerah menahan malu.āAnak-anak memang kadang begitu. Bandelnya bisa kelewatan. Tapi sebagai orang tua kita harus peduli dan mau tahu. Apalagi untuk kasus Sekar ini ā¦ dia terang-terangan sekali tak suka dengan istri Kepala Desa-nya. Bisa bahaya kalau dibiarkan terlalu lama dan tidak diseriusi menegurnya. Semoga Bapak bisa menegur Sekar dengan jelas. Kalau perlu, jangan diberi izin keluar rumah untuk sementara. Dulu saya begitu