Oky sebenarnya terkejut, tapi berusaha santai. Di benaknya muncul macam-macam pertanyaan. Apa Pretty sudah tahu hubungannya dengan Hendro? Sudah tahu berapa lama? Apa Pretty kecewa? Marah? Oky memandang sahabatnya itu.Sejak pertama kali tiba di Desa Girilayang, Pretty adalah tempat bertanya banyak hal. Gadis itu ramah dan selalu siap membantu hal apa pun sesuai kesanggupannya.“Kamu … kamu tahu kalau aku ke sini mau ngomong soal Hendro?” Oky masih menatap Pretty. Namun gadis yang ditatapnya tak membalas. Masih mendongak menatap bulan yang bulat sempurna malam itu.“Aku sudah tahu kalau Mbak Oky pacaran sama Mas Hendro. Aku pernah lihat kalian berboncengan naik motor. Mas Hendro itu enggak pernah mau boncengin wanita mana pun. Selain ibunya, tentunya.” Pretty tertawa kecil, lalu kembali diam. Terlihat jelas ia ingin mencairkan suasana. “Mbak Oky pasti tahu kalau aku sudah lama suka dengan Mas Hendro.”“Aku minta maaf. Sama sekali enggak pernah ada maksud….”Pretty kembali terkekeh. “E
“Sudah lama kalian begini?” Pak Anwar menunjuk Sekar dan Ratna bergantian. Kedua gadis itu saling pandang tanpa menjawab. Membuat Pak Anwar bertambah kesal. “Apa kalian sudah lama membenci istrinya Kepala Desa?”Sekar dan Ratna kembali saling pandang lalu berusaha memandang ke tempat lain. Berusaha tidak peduli pada Pak Anwar yang tubuhnya nyaris berputar menghadapi mereka.“Benar-benar tidak sopan. Semenit yang lalu kalian membicarakan istri Kepala Desa seolah-olah kalian korban yang sangat tersakiti. Terutama kamu. Nada bicara kamu seperti wanita yang cintanya bertepuk sebelah tangan. Kamu pasti sudah lama jatuh cinta dengan menantu saya. Benar, kan?”Tuduhan Pak Anwar yang tanpa basa-basi itu membuat Sekar tersentak. “Kami berdua cuma ngobrol antar kami berdua aja. Nggak ada melibatkan siapa pun. Terutama Bapak. Sepertinya Bapak ini orang tuanya Sully ya? Kenapa bapak-bapak jadi ikut-ikutan pembicaraan para wanita.” Sekar akhirnya tertawa terkekeh-kekeh.“Benar-benar tidak sopan ke
Maksud Wira mengenalkan Pak Jusman pada Pak Anwar adalah agar ayah mertuanya itu tidak sembarangan bicara soal Sekar demi menjaga hati bapaknya yang sedang berada di sebelah mereka. Dugaan itu ternyata meleset. Pak Anwar malah terlihat senang.“Anda bapaknya gadis itu? Berarti sudah dengar yang baru saya katakan tadi?” Pak Anwar mengulurkan tangan yang disambut kikuk oleh Pak Jusman.“Iya…iya. Benar, Pak. Saya bapaknya Sekar. Saya minta maaf. Saya nggak tahu kalau Sekar sebegitu berani. Mungkin karena kami di rumah terlalu memanjakannya.” Wajah Pak Jusman sudah memerah menahan malu.“Anak-anak memang kadang begitu. Bandelnya bisa kelewatan. Tapi sebagai orang tua kita harus peduli dan mau tahu. Apalagi untuk kasus Sekar ini … dia terang-terangan sekali tak suka dengan istri Kepala Desa-nya. Bisa bahaya kalau dibiarkan terlalu lama dan tidak diseriusi menegurnya. Semoga Bapak bisa menegur Sekar dengan jelas. Kalau perlu, jangan diberi izin keluar rumah untuk sementara. Dulu saya begitu
Sejak meletakkan mobilnya di carport, Wira sudah mendengar riuh-rendah suara wanita yang berada di halaman depan rumah bapaknya. Semua orang ternyata berada di sana, pikirnya. Wira masuk dari rumah baru dan berjalan menembus halaman samping untuk segera tiba di depan. Ternyata dugaannya benar. Hampir semua anggota keluarga berada di depan. Bayi kembar mereka seperti pajangan. “Aku boleh gendong, Bu? Aku istrinya Subardi. Kalau lihat bayi gini rasanya kepengin punya bayi lagi. Gemas banget. Tapi kalau ingat masa begadangnya masih capek.” Istri Subardi sudah berada di halaman Pak Gagah.“Boleh aja. Sulis tadi udah ngasih izin.” Bu Dahlia betul-betul melaksanakan pesan Sully. Ikut mengawasi si kembar meski ada tiga orang wanita dewasa yang berada tak jauh dari dua stroller bayi.“Kulitnya benar-benar kayak Sulis ya …. Mulus banget ini. Lihat ini, Mas. Gemas banget.” Istri Subardi sudah menggendong Sakti dan mengagumi bayi laki-laki yang bertambah montok itu. Ia membawa Sakti mendekati S
Tadi niatnya benar-benar ingin mandi. Mandi yang lama dan bersih sambil menikmati musik. Mumpung si kembar sedang banyak yang menjaga, pikir Sully. Namun, ketukan langkah di lantai kamar membuat Sully tergelitik. Siapa lagi yang berani muncul di kabar dengan langkah tenang dan percaya diri seperti itu selain suaminya?Sully berhasil mengurung seorang laki-laki jantan untuk menemaninya mandi sore itu. Laki-laki itu tidak kuasa menolak. Hanya berdiri setengah pasrah sambil mengikuti hasrat dan suasana.Seperti dugaannya. Wira yang sudah cukup lama tidak bercinta dengan cara yang sebenarnya tak perlu waktu lama menjadi panas. Pria itu langsung melumat bibirnya cukup lama dengan tangan menjelajah ke mana-mana.Sully melepaskan ciuman dengan erangan yang cukup keras. “Ayo, Pak Kades ….” Sully mengalungkan tangannya di leher Wira. Lalu ia kembali membungkuk untuk menyusuri rahang pria itu dengan ujung hidungnya.Wira memejamkan mata. Menikmati semburan napas hangat Sully yang semakin memomp
Sully sudah melupakan tentang percintaan sore yang dilakukannya dengan penuh semangat dan keringat. Fokusnya sementara hanya tertuju merawat putra kembarnya dan mengerjakan dua tawaran endorsement yang sudah ia sanggupi. Ada dua iklan yang videonya sedang mereka garap. Pil pelancar ASI dan produk korset pelangsing perut. Kedua endorsement itu diterima Sully dengan penuh suka cita. Terlebih tenaga ‘babysitter’ si kembar masih melimpah ruah.Semua orang di rumah sedang berlomba-lomba menjadi sosok yang paling bisa menaklukkan hati si kembar. Semua ingin mendapat sebutan orang yang paling bisa membuat si kembar langsung tenang saat menangis. Termasuk Pak Anwar dan Bu Dahlia yang biasanya sering berdebat kecil. Suami istri itu kini terlihat kompak menjaga cucu laki-laki dari anak bungsu mereka.“Kita harus sering-sering bikin konsep video begini. Biaya produksinya kecil, mengedukasi, juga anti ribet-ribet klub.” Sully sedang membereskan kotak make-upnya.“Konsepnya emang bagus, tapi nggak
Bisa dibilang Sully memasuki masa sedang repot-repotnya. Ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi Wira hadir sendirian. Ulang tahun pabrik yang harusnya bersamaan dengan ulang tahun si kembar ternyata perayaannya harus dilewatkan karena Sully baru melahirkan putra ketiganya.Putra ketiga Sully dan Wira lahir di bulan yang sama dengan kelahiran Bima dan Sakti. Dan keluarga Sully kembali datang dengan formasi yang sama. Sari; kakak Sully adalah orang yang pertama kali tertawa terbahak-bahak setelah mengetahui kehamilan adiknya.Dan hari itu, satu bulan setelah Sully melahirkan Sari kembali datang dengan anak bungsunya yang mulai belajar jalan. Dari ketiga kakak Sully, Sari pulalah yang menggendong putra ketiga adiknya itu sambil mengatakan, “Selamat datang putra ketiga adikku yang dulunya setiap hari ngomong jangan banyak anak.”Karena itu Sully mengerucutkan bibir memandang kakaknya.Keramaian ulang tahun pertama pabrik pengolahan aren PT. Putra Pertiwi memang senga
Dan bukan Sully namanya kalau segala yang ia lakukan tidak menimbulkan kehebohan orang sekeliling. Malam itu setelah mengutarakan keinginannya dengan cara merajuk, Wira menyanggupi semua hal yang akan dilakukan oleh istrinya itu agar mereka mendapatkan seorang bayi perempuan.Pertama-tama mereka berdua mendatangi praktek Dokter Masayu untuk berkonsultasi. Sully santai saja saat mengutarakan keinginannya. Raut dan gesture-nya sangat percaya diri seperti biasa. Terutama saat Dokter Masayu bertanya, “Sulis sudah mau program bayi perempuan? Awang belum dua bulan.” Dokter Masayu mengingatkan.Wira yang masih mengenakan seragam cokelat mengangguk yakin. “Katanya mau sekarang aja, Dok. Biar sekalian aja.”“Kalau bisa sekarang kenapa harus nanti gitu, Dok. Kemarin hamilnya Awang juga bisa secepat itu. Saya mau tahu tips-tips khusus buat hamil anak perempuan.” Sully bicara dengan kedua tangannya yang melingkari lengan Wira. Ia sudah tidak peduli lagi dengan komentar ketiga kakaknya. Karena jik