Semua Bab Pesona Ustaz Gundul: Bab 11 - Bab 20
40 Bab
Sindrom Wahana
“Kenapa lagi, Sayang? Aku perhatiin, sejak kita pulang dari dufan kamu kelihatan enggak happy. Apa aku bikin salah?” Rafan baru saja pulang dari masjid melaksanakan salat Magrib. Nayya tak bergeming. Ia duduk menekuk kedua lututnya. Bibirnya merengat-merengut tidak jelas. “Sayang.” Rafan mencoba merayu dengan memegang dagu terbelah milik sang pujaan hati. Namun, tidak biasanya sang istri malah menolaknya. Gawat kuadrat kalau sudah ngambek begini.Napas panjang lolos dari mulut Rafan. Kali ini, lelaki itu benar-benar tidak tahu harus bagaimana. “Aku minta maaf kalau punya salah, ya.” Tetap tidak diacuhkan permintaan maafnya. Rafan tidak berhenti. Ia terus mencoba.“Kamu udah salat?”Nayya menggeleng. “Loh, magrib kan waktunya pendek. Salat dulu, Sayang. Biar hati tenang. Selesai salat, nanti kita ngobrol baik-baik. Dari hati ke hati.” Suara Rafan dibuat sehalus mungkin. Mengingat Nayya hanyalah tulang rusuk yang bengkok. Ia sedang berusaha meluruskannya. Dengan cara yang amat halu
Baca selengkapnya
Kunjungan ke Pesantren
 “Bagaimana kalau kita mampir ke pasantren dulu aja? Soalnya sebelum ke tempat ummi, kita bakal ngelewatin ponpesnya kakakku.” Rafan ingin menarik tangan sang istri dan menggenggamnya. Namun, ia menyadari ada Gina yang sedang duduk di kursi belakang. Nayya menikmati setiap perjalanan yang dilaluinya. Mengamati pemandangan hijau yang telah banyak mencuri perhatiannya. Sudah banyak gunung-gunung dan sawah yang ia lihat. Panorama yang musykil ditemukan di daerah Depok sana. Tempat tinggalnya. “Terserah Mas Rafan aja.” Wanita pemilik dagu terbelah itu kembali asyik menatap luar jendela. Berburu orang-orang yang membawa alat tempurnya. Ada yang membawa cangkul, parang dan beberapa membawa keranjang. Hampir semua petani itu memakai caping gunung di kepala.Sementara itu, gadis yang mendapat julukan Perawan Depok terlelap di belakang. Perutnya kenyang. Tadi di Brebes, mereka mampir ke rumah makan.Gelombang dengkura
Baca selengkapnya
Tatapan Aneh
  “Halo, apa kabar, Bos Muda?” Seorang pria berkulit gelap. Kira-kira usianya sekitaran setengah abad. Menyambangi mobil Rafan.  “Alhamdulillah semakin baik dan bahagia. Pak Kardi apa kabar nih?” Rafan bertanya balik. Keduanya saling bertegur sapa. Seperti dua sahabat yang sewindu lamanya tidak bertemu.  “Apa ini dua-duanya istri panjenengan?” bisik Kardi pada tuan mudanya. “Ah, Pak Kardi ini bisa aja. Makanya waktu acara walimahan saya di Depok dateng.” Rafan terpaksa mengungkit absennya sang sopir saat pernikahannya dengan Nayya.  “Bos kan tahu sendiri, Bos tua ngasih perintah buat jagain pesantren.” Kardi sibuk mengangkat koper-koper yang ia ambil dari dalam bagasi. Nayya tersenyum ramah pada lelaki berkulit gelap, berambut agak ikal itu. Kardi pun membalasnya jauh lebih ramah. Saat melewati tempat Gina berdiri, senyum ramah Kardi mendadak punah. Ia memberi tatapan sedikit tidak suka pada wanita berkerudung abu-a
Baca selengkapnya
Peristiwa di Pesantren
Gina memandangi layar HP-nya. Sudah lebih dari dua jam sang ibu belum juga membalas pesan yang ia kirimkan. Gina mengabarkan kalau dirinya sudah sampai. Sekarang ia sedang beristirahat di sebuah kamar tamu. Kamar yang menurutnya cukup luas kalau hanya ditinggali seorang diri.Gina merasa amat khawatir. “Mama keteteran enggak, ya, sama orderan?” Pikiran Gina melambung tinggi. Menembus langit-langit kamar. Sang ibu pasti sedang sangat sibuk. Ia menyingkirkan bantal yang menjadi sandaran kepala. Beranjak ke dekat jendela. Rupanya hari mulai petang. Ketika gadis itu hendak menutup jendela, di luar ada dua mata tajam yang memperhatikannya. Gina tersontak kaget. Kakinya sampai mundur dua langkah. Kardi sedang menatapnya tanpa jeda di luar kamarnya.Bersamaan dengan jantungnya yang berdegup kencang, suara ketukan pintu terdengar. Lelaki misterius dengan tatapan setajam pedang itu masih berdiri di luar. Jujur, sekarang Gina memiliki sedikit rasa takut. Awalnya ia cuek-cuek saja dengan tatapa
Baca selengkapnya
Suasana di Lingkungan Santri
 Berduyun-duyun para gadis belia duduk melingkar. Mengitari sebuah nampan bulat berisi nasi yang dikelilingi lauk pauk sederhana. Mereka berpakaian longgar dan berkerudung lebar. Nayya dan Gina bergabung dengan Maryam yang melambaikan tangan ke mereka. “Kita makan sama-sama, ya.” Senyum ramah terurai dari bibir Maryam.Mempersilakan Nayya dan Gina untuk mencuci tangan di kobokan. Mangkuk bulat berisi air dan potongan jeruk nipis. Nayya dan Gina saling bersitatap. It’s okay. Mereka sudah terbiasa makan sepiring berdua dari kecil. Tidak masalah makan lesehan dan memakai tangan. Namun, karena ada Maryam yang duduk dengan takzim di depan mereka membuat suasana menjadi sedikit canggung.Nayya memperhatikan sekelilingnya. Para santriwati terlihat menikmati hidangan sederhana di dalam nampan. Diiringi obrolan sesama kelompoknya. Kelihatannya seru.“Ya, beginilah kehidupan di pondok pesantren. Jangan kaget! Ka
Baca selengkapnya
Petaka di Pagi Hari
 “Kita mau ke mana, Mas?” tanya Nayya sembari memegangi lututnya. Sudah sepuluh menit ia berjalan kaki membuntuti Rafan. Lebih tepatnya, dipaksa untuk ikut. Seharusnya kalau sedang berhalangan salat begini, ia masih meringkuk di kamar. Menambah durasi tidurnya.Rafan bilang akan mengajak Nayya ke tempat yang pasti disukai sang istri. Namun, ini rahasia. Namanya juga surprise. Mereka berdua menyusup ke kebun belakang. Melewati jalan setapak. Ditemani cahaya samar-samar senter yang dibawa Rafan. Hari masih terlalu gelap untuk dijajaki. Udara pun membuat tubuh sedikit menggigil.“Mas, enggak asyik ah.” Nayya menggaruk pipinya. Gatal karena gigitan nyamuk. Kakinya sudah minta istirahat.“Dikit lagi kok.” Rafan berusaha meyakinkan.Sayup-sayup suara tertangkap gendang telinga Nayya. Ia tahu ada suara binatang yang kedengarannya tidak asing. Bukankah itu suara sapi? “Mas, bau apaan nih?”
Baca selengkapnya
Mata Tajam Itu Lagi
"Jangan panik, kita diam dan berdoa!" Nayya menahan napas, melantunkan doa apa saja. Sesuai yang terlintas di kepalanya, sampai-sampai doa makan pun ikut terbawa. Semua santriwati menurut, tidak ada yang bergerak. Mereka membaca doa-doa pengusir bahaya seperti yang telah diajarkan di pesantren. Ular hitam sebesar lengan manusia melintas. Tepat di depan mereka. Napas Nayya naik turun. Keringat dingin sudah menghinggapi badannya. Setelah ular sudah menjauh, Nayya menarik napas dalam-dalam. Lega. Tubuh wanita itu menggelosor ke bawah, jatuh terduduk. "Astaghfirullah, Ustazah kenapa?" tanya Dije sambil memegangi lengan Nayya. Nayya masih mengatur napas. Ia memegangi dadanya. Air mata jatuh menetes ke pipi mulusnya. "Kakiku mendadak lemes. Aku enggak pernah lihat ular sebesar itu sebelumnya," ujar Nayya kalut. "Ust, sebaiknya kita bergegas sekarang. Sebelum ularnya balik lagi," kata salah satu santriwati. Dije membantu memapah Nayya. "Enggak papa, biar aku sendiri aja," tolak Na
Baca selengkapnya
Rumah Mertua
Bukan karena suhu dingin dari hawa gunung yang membuat gadis dengan julukan perawan Depok itu merasakan gigil di tubuhnya. Namun, ia tengah dilanda ketakutan. "Gin, gue jadi khawatir sama kondisi lo, deh. Kita bilang sama Mas Rafan buat antar lo ke dokter, ya?" tawar Nayya penuh perhatian.Alih-alih mengiyakan permintaan Nayya, Gina menggeleng. Gadis itu memeluk dua lututnya."Gue kena sindrom kali, ya, Nay," ucap Gina."Maksudnya?""Setiap kali ngelihat Pak Kardi, gue jadi menggigil gini," terangnya lebih lanjut."Lo sindrom sama Pak Kardi?"Gina mengangguk cepat. "Kita sampai kapan sih, Nay, di sini?" "Gue juga belum tahu, Gin. Tergantung Mas Rafannya. Besok ke tempat mertua Gue ikut?" "Ikut." Respons dari Gina yang secepat kilat."Oke, nanti gue bilang sama Mas Arkan."***Rafan sudah memberitahu pada Nayya semalam bahwa hari ini tidak ada jadwal mengisi ceramah. Untuk itu, pria yang dipanggil ustaz itu mengajak sang istri untuk berkunjung ke rumah orang tuanya saat fajar tiba.
Baca selengkapnya
Tamu yang Datangnya Terlalu Pagi
"Mas, ada yang mau aku tanyakan." Nayya tiduran di pangkuan Rafan, tempat ternyaman menurut Nayya. Mereka sedang berada di dalam kamar. Rafan membelai pipi sang istri dengan lembut dan penuh kasih sayang. Sebenarnya Nayya sedari tadi sudah menahan geli dan ingin menyingkirkan tangan suaminya dari pipi. Namun, ia tidak rela melepas belaian lembut sang suami by. Wanita itu berusaha keras menahan rasa geli dan bersikap biasa saja."Tapi janji jangan marah, ya?""Kamu selalu deh, bikin penasaran orang aja. Ngomong sekarang, nggak?" Rafan menarik hidung istrinya. Nayya sampai bangun dan bersin karena hidungnya ditarik sama Rafan. "Sayang, ih, hidung aku jadi gatel tahu kalau ditarik-tarik gitu.""Ya udah bilang cepet!" Sekarang Rafan memencet-mencet pipi Nayya dengan gemas."Aku udah kayak squishy, deh, dipencet-pencet melulu." Bibir Nayya tertekuk. Protesnya diabaikan. Suaminya malah semakin menjadi dan asyik meremas-remas pipinya."Habisnya punya istri nggemesin banget. Jadi, ya, gini
Baca selengkapnya
Kehadiran Wanita di Masa Lalu Rafan
Ibu mertua Nayya begitu dekat dengan mantan menantunya. Tentu saja Nayya merasakan kecemburuan di dalam hati. Kehadiran wanita yang pernah masuk dalam kehidupan suaminya membuat hati Nayya menjadi kacau. Kini dia terpaksa harus berbaring di atas ranjang. Kondisi fisik Nayya mendadak down sejak pertemuannya dengan mantan sang suami."Nay, udah dong. Kenapa harus dipikirin, sih? Mas Rafan itu milik kamu seutuhnya, wanita itu cuma mantan." Gina tengah menghibur sahabatnya itu. "Justru itu, Gin. Kenapa coba udah mantan tapi masih berkunjung ke rumah mertuaku? Aneh 'kan?" Hati Nayya yang mudah layu teramat nelangsa. Saat lagi sedih-sedihnya, orang yang tidak diharapkan kehadirannya justru datang mengetuk pintu kamar Nayya."Permisi. Saya bikinkan susu buat Mbak Nayya. Diminum, ya. Susu sangat baik buat kesehatan." Wanita yang menjadi alasan Nayya terpuruk saat ini meletakkan gelas berisi susu ke meja kecil di samping ranjang."Makasih banyak, Mbak. Tapi sepertinya teman saya lagi butuh s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status