Semua Bab ANAKKU PULANG SEPERTI PEMBANTU: Bab 31 - Bab 40
54 Bab
Part 31 Minta Maaf Bikin Geram
Part 31 Minta Maaf Menyebalkan!Apakah aku dosa di atas penderitaan orang yang telah menyakiti putriku? Apakah aku salah kalau berita yang dibawa Pak Rahmat dan istrinya berhasil membuat rasa lega? Tidak bisa dipungkiri, aku merasakan senang.Kemarin, Mila masih takut dengan seragam Jhoni kalau ia bisa berbuat banyak tanpa bisa kami melawan. Apalagi setelah melihat dua kali Jhoni mengarahkan pistolnya pada warga dengan sikap mentang-menatang. Ternyata beberapa warga melaporkan kasus ini. Bukan saja itu, Ajeng juga melaporkan kasus perselingkuhan suaminya. Yang benar akan terungkap pada waktunya.“Aku hanya mau nama baik anakku kembali, Pak. Semua warga pernah datang ke rumah ini karena menuduh Mila berzina dengan Pak Joko.” Tetap nama baik Mila lebih penting. Jika hanya meminta maaf tanpa menjelaskan pada warga, sama saja artinya Pak Rahmat dan istrinya masih membela yang salah. Yang dibutuhkan bukan permintaan maaf saja.Pak Rahmat menghela napas besar. Terdiam sejenak sambil beradu
Baca selengkapnya
Part 32 Pengakuan Ajeng
Part 32 Pengakuan Ajeng Pov Ajeng“Mau apa Ibu ke sini?” Tanyaku kala ibu mertua datang ke rumah bawa sekarung beras.“Mbak, kami datang karena peduli.” Haris menjawab tanpa aku bertanya padanya. Ia, Rosi dan ibunya datang berkunjung dan entah tujuan apa. Kasus perselingkuhan Mas Jhoni sudah aku laporkan. Ini bentuk membalaskan sakit hati atas sebuah pengkhianatan. Mas Jhoni yang aku banggakan karena suami yang punya seragam kerja yang banyak ditakuti warga, tega selingkuh dengan gadis SMA yang hampir seumuran anak sulung kami. Bukan saja itu, selama ini baktiku sebagai istri setia dan tidak pernah membantah dibalas dengan pengkhianatan. Aku yakin seragam Mas Jhoni akan copot atas laporanku ini, ditambah tentang sikapnya menodongkan pistol pada warga.“Aku mau bicara denganmu. Lagian Raka dan Intan cucu kandungku.” Jawaban yang menekankan kalau anak-anakku cucu kandungnya. Oke, kalau begitu alasannya dia datang, maka aku terima dengan lapang dada, tetapi kalau meminta aku mencabut
Baca selengkapnya
Part 33 Menyesal
Part 33 MenyesalPov Haris“Kenapa aku harus bohong? Terserah kalian percaya atau tidak! Yang jelas aku sangat membenci kalian!” teriak mbak Ajeng seperti kesetanan. Ini pertama kalinya aku lihat ia bersuara lantang pada kami karena selama ini sangat patuh suami dan mertua. Bahkan kala kami memarahinya tentang kasus kebakaran itu, ia hanya diam menangis.Plak!Plak!Dua tamparan melayang ke pipi Mbak Ajeng. Ibu sangat murka hingga emosi tidak terkontrol.“Kamu menamparku!” teriak mbak Ajeng sambil memegang pipinya bekas tamparan.Plak!“Ugh!” Tiba-tiba bu Nanik menampar dan juga menjambak rambut ibuku membalaskannya.Astaga, cepat juga dia bertindak membela anaknya.“Kamu kira dengan menampar anakku bisa menunjukkan kekuasaanmu? Ia anakku! Tak akan kubiarkan kamu melukainya!” Bu Nanik terus menjambak rambut ibu hingga ibu sulit melawan atau melepaskan diri.“Lepaskan!” teriak ibu mengernyit menahan sakit.“Hay! Lepaskan Ibuku!” Aku menarik tangan bu Nanik agar tangannya melepaskn ramb
Baca selengkapnya
Part 34 Mendengar dan Melihat Ajeng
Part 44 Mendengar dan Melihat Sudah sebulan lamanya Mila pergi. Seperti biasa, kehidupan sendiri dijalani lagi. Jualan di pasar serta mulai menabung karena ingin sekali ikut kurban dan umroh. Semua tabungan sebelumnya kuberikan pada Mila untuk modal hidupnya di sana karena belum gajian. Meski ia berjanji akan ganti uangku itu, tetap saja tidak berharap karena tak ada hutang anak pada ibu. Yang penting Mila bahagia menjalani hidup, itu sudah lebih dari cukup bagiku.“Bu Yuni, apa ada kabar dari Mila?” tanya Bayu kala memberikan dua kantong daging.“Alahmadulillah Mila baik-baik aja, Bay.”“Alhamdulillah.” Tanggapan Bayu terdengar enak di telinga.Sebenarnya aku merasa tak enak memberikan berita bahwa Mila menolak untuk menikah lagi secepatnya. Namun, setelah aku beritahu, Bayu seperti mengerti hingga tidak memaksakan apa yang dia mau. Namun, setiap kali mengantarkan daging selalu bertanya kabar Mila. Dari cara Bayu bertanya memperlihatkan kalau dia masih sangat mencintai anakku. Ya
Baca selengkapnya
Part 35 Ganjaran dari Perbuatan
Part 35 Ganjaran dari Perbuatan“Kamu kira dengan membuat hidupku hancur aku akan diam aja!” bentak Jhoni pada Ajeng. “Aku akan membuat hidupmu juga hancur! Kamu tau betapa seragam itu sangat penting bagiku! Bahkan seragam itu lebih penting dari nyawamu!”Ya Allah, kejam sekali ucapan Jhoni. Kalau dilihat selama ini, Jhoni memang sangat membanggakan seragam itu. Bahkan dengan angkuhnya mengancam warga menodongkan pistol seolah ia sangat berkuasa. Aku sangat bersyukur kalau seragam itu copot darinya agar kesombongannya bisa sedikit dihancurkan. Masih teringat bagaimana Mila takut dengan ancamannya hingga membunuh batin dalam ketakutan.“Ampun, Mas! Sakit ....”“Kamu tau ini sakit? Aku justru lebih sakit kehilangan seragam kerjaku!” Wajah Jhoni merah padam karena emosi. “Dasar lelaki pengecut! Beraninya sama wanita yang lemah.” Aku mengumpat Jhoni dalam hati.Jhoni semakin kesetanan menghajar Ajeng. Sebelah tangan saja Jhoni bisa membuat Ajeng tidak berkutik. Bahkan Ajeng memohon agar
Baca selengkapnya
Part 36 Mereka Minta Aku Melapor
Part 36 Mereka Minta Aku Ikut Melaporkan“Astagfirullahalaziim, Ibu kok nggak nolongin Mbak Ajeng? Kasihan loh, Bu.” Inilah kalimat yang pertama diucapkan Mila kala aku menelepon menceritakan yang terjadi pada Ajeng tadi siang.“Ya, Ibu tau salah. Sebenarnya ada rasa menyesal kenapa Ibu tegaan gitu, Mil. Tapi, setelah Bu Nanik marah-marah dan berucap kasar, rasa kasihan agak kurang.”Ya Allah, kenapa hatiku semakin dibutakan mau membalas Ajeng yang menyakiti putriku.“Ibu, Ibu yang sering ajarkan padaku agar membantu karena Allah. Biar Mbak Ajeng jahat, namun kejadian ia dipukul Mas Jhoni patut ditolongin.”Aku menghela napas panjang karena rasa menyesal semakin menghampiri. Mila benar, aku makin melupakan ajaran Allah yaitu saling tolong menolong.“Ya, Ibu salah.”“Bu, maafkan Mila. Bukan maskud menggurui, tetapi hanya mengingatkan.” Suara Mila tedengar merasa bersalah. Tak pernah ia bicara seperti ini. Tetapi, memang aku salah.---Kesibukan berladang di halaman rumah membuatku tak
Baca selengkapnya
Part 37 Aku Tak Takut Kalian
Part 37 Aku Tidak Takut Kalian!Aku terduduk di lantai karena didorong lelaki yang pernah menikahi putriku. Tanpa ragu main kereyok di rumahku sendiri. Tentu aku tak akan tinggal diam, mereka yang datang menghina dan memaksa. Aku hidup punya hak atas diri sendiri. Bukan mereka yang menetukan apa yang harus dilakukan meski status janda miskin tanpa sanak keluarga.“Kamu harus menuruti perintah kami!” teriak Haris menunjukku dengan mata melotot.Aku bangkit berdiri secepatnya. Bu Ida langsung mendekat menendang kakiku. “Kamu kira kamu siapa berani menamparku! Ugh!”“Aw!” Sakit. Aku kalah cepat sehingga kakinya mendarat ke betis ini, namun ditahan demi bisa bertahan.“Kamu harus turuti keinginan kami!” Kali ini Jhoni yang memaksaku.“Aku tidak mau dan tak akan pernah mau menuruti semua yang kalian perintahkan!” Aku teriak melawan mereka.“Biar aku pukul dia, Bu. Biar dia dan Ajeng sama-sama masuk rumah sakit!” Jhoni melangkah ingin mendekatiku. Aku langsung berlari keluar rumah sambil be
Baca selengkapnya
Part 38 Menonton Kekacauan
Part 38 Menonton Kekacauan“Wah, apa yang akan terjadi ya? Ada para mantan besan bertemu di hajatan ini.” Jeni bicara pelan seolah mau lihat pertunjukkan berikutnya.“Aku juga penasaran dengan keadaan Ajeng setelah dipukul Jhoni.” Aku pun ikut bicara dengan suara pelan. Tepatnya kami berbisik.Akan tetapi, Bu Ida malah kembali duduk dan melanjutkan makannya yang sempat terhenti, pun Rosi. Namun, mereka berbisik sambil melirik ke arah Bu Nanik. Wah, apa tidak jadi nih yang mau perang denganku? Kok malah fokus ke ibunya Ajeng.Kalau diperhatikan, Bu Nanik datang dengan memakai perhiasan besar-besar melingkari pergelangan kedua tangan dan dua jari di kanan dan kiri. Bukan saja itu, kalung besar juga menjuntai hingga perutnya. Jilbab segi tiga itu melilit lehernya sehingga kalung itu bisa disaksikan orang banyak.“Ternyata Bu Ida dapat saingan nih,” bisik Jeni lagi.“Ya, sama-sama seperti toko emas berjalan. Tapi ya memang mereka punya, lah kita udah cukup buat makan sehari-hari aja suda
Baca selengkapnya
Part 39 Melawan Untuk Melindungi Diri
Part 39 Melawan Untuk Melindungi DiriSeketika Haris langsung menghentikan motornya dan menoleh ke arah kami, kala aku berhasil memecahkan lampu sein motor belakang yang dikendarainya. Aku dan Jeni tetap santai melangkah sambil mendorong motor yang kehabisan bensin. Tak sedikit pun rasa takut karena dia sengaja membuat aku dan Jeni basah karena air genangan di jalan. Kapan perlu, kalau ia mendekat akan dilempar matanya dengan pasir.“Wah gawat, lemparanmu mencapai sasaran, Yun.” Jeni juga tetap melangkah tanpa ragu karena Haris sudah membelalak pada kami.“Untung tidak kepalanya aku lempar, Jen.”“Apa kamu punya uang ganti lampu sein motornya? Aku mah hanya ada uang lima puluh ribu di dompet. Dan ini juga pemberian menantu kala ia dapat gaji dari nguli.”“Wah, kamu sangat beruntung dapat menantu yang peduli. Biar kerja nguli yang penting ada etika. Aku iri padamu, Jen.”Andaikan Mila dapat suami yang baik dan bisa membahagiakan dia, ah, lagi-lagi aku rindu putriku itu.“Sebenarnya yan
Baca selengkapnya
Part 40 Teman Atau Lawan
Part 40 Teman Atau Lawan?“Loh? Bukankah kamu bilang waktu itu Cece ini nggak punya anak ya?”“Nggak tau juga, Bu. Aku hanya dikenalkan dengan lelaki tak jauh beda umurnya dariku dan kata Cece, itu putranya. Mau tanya lagi nggak enak. Lagian kalau ia mengaku punya anak atau tidak, tetap saja kenyataanya ia punya anak,” jelas Mila.“Yang penting kerjaanmu lancar.”“Alhamdulillah, Bu. Bahkan aku diberi perawatan gratis di sini. Salon Cece di sini lebih besar dan lengkap. Bahkan ada beberapa artis yang ikut perawatan di sini.”“Kamu ketemu artis? Kenapa nggak foto bersama biar ibu bisa perlihatkan pada Jeni kalau kamu ketemu artis.” Wah, aku saja nggak pernah lihat artis secara langsung, hanya di televisi saja kala nonton sinetron.“Malu lah, Bu. Lagian aku sedang kerja nggak enak aja main-main.”“Kan cuma jepret sekali aja, Nak.”“Yaa, aku merasa risih aja karna nggak berani bicara minta foto. Palingan aku lihat dari jauh aja.”“Kamu beruntung dapat bos baik.”“Alhamdulillah, Bu.”Aku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status