Semua Bab KAU RUJUK AKU MERAJUK: Bab 51 - Bab 60
119 Bab
Untuk Adik Tercinta
"Assalamualaikum.""Waalaikumussalam." Mbok Ti dan Hanin kompak menjawab salam Saldi."Sore sekali pulangnya, Sal?" tanya Hanin sambil melirik jam di dinding. Jam setengah lima sore. Warungnya bahkan sudah tutup dari dua jam yang lalu."Iya, Kak. Sekarang kan Saldi sudah SMA. Sekolah Menengah Atas. Banyak kegiatan ekstrakulikuler yang harus diikuti. Selain itu, ya biar tambah banyak teman." Saldi mejawab sambil sedikit cengar-cengir. "Yaaaah." Dipta menggapai-gapai ke arah Saldi, minta digendong. Jalannya yang masih belum terlalu seimbang terlihat sangat lucu.Saldi langsung mengangkat Dipta tinggi-tinggi. Membuat anak itu tertawa terbahak-bahak."Jangan tinggi-tinggi!" Bergegas Hanin mengambil Dipta dari gendongan Saldi."Lah anaknya yang minta, Kak." Saldi menjawab tanpa rasa bersalah. Anak laki-laki itu kemudian menyalami Mbok Ti dan Hanin."Mana ada dia minta? Ngomong juga baru bisa beberapa kata." Hanin mencebik. Adik laki-lakinya ini kadang memang suka ngeyel."Loh, ituloh, pa
Baca selengkapnya
Trauma Pada Lelaki
"Bagaimana hasil pertemuan dengan bos perusahaan kemarin, Nin?" Mbok Ti bertanya pada Hanin.Mereka baru sempat ngobrol, dari kemarin sampai siang tadi Hanin sibuk mengurus warung. Walaupun sudah ada empat gadis tanggung yang membantu, Hanin tetap turun tangan langsung."Ooh, kemarin itu Pak Hadyan hanya ingin berkenalan dengan pemilik katering yang kerjasama dengan mereka, Bu. Kata Mas Halim memang dari dulu seperti itu. Pimpinan mereka ingin tahu langsung apa-apa yang berhubungan dengan kantor." Cerita Hanin terhenti karena Dipta sudah berjalan hampir keluar rumah.Hanin segera menggendong Dipta, membawanya masuk kembali ke dalam."Selain itu, Pak Hadyan juga minta untuk berlangganan katering harian di rumahnya, Bu. Dia hanya tinggal berdua dengan ibunya. Kata Pak Hadyan, dia cocok dengan masakan Hanin. Jadi mau sekalian berlangganan."Mbok Ti mengangguk-angguk mendengarkan penjelasan Hanin. Dalam hati wanita itu sangat bersyukur usaha anaknya mulai mengalami kemajuan. Bahkan Han
Baca selengkapnya
Kedatangan Dimas
"Assalamualaikum."Hanin dan Mbok Ti berpandangan. Kok Saldi kembali lagi?Mbok Ti dan Hanin menoleh berbarengan ke pintu."Mas Dimas?""Eh, waalaikumussalam." Mbok Ti menjawab salam Dimas."Waalaikumussalam." Hanin menjawab salam setelah menghela napas panjang.Dimas masuk dan menyalami Mbok Ti."Ke teras samping saja, Mas. Di sini berantakan sekali. Belum dibereskan tadi Dipta main-main." Dimas mengangguk. Lelaki itu mengikuti langkah Hanin yang sudah berjalan lebih dulu ke teras samping. Wajah Dimas terlihat sedikit gugup. Ada yang seperti menghantam dadanya saat Hanin menyebut nama Dipta.Sejujurnya Dimas merindukan anak laki-lakinya itu. Dia hanya menemui Dipta sekali, saat hari kelahirannya. Itu pun tidak lama, karena dia lebih memilih mengejar Sita."Silahkan duduk, Mas." Hanin berusaha tersenyum. Dia dapat melihat dengan jelas kegugupan di wajah mantan suaminya itu.Hanin menggigit bibir. Ingin rasanya dia berteriak dan memaki lelaki yang kini duduk di hadapannya. Untuk apa l
Baca selengkapnya
Ingin Bertemu Dipta
"Apa kau pernah berpikir bagaimana perasaanku hadir di ruang persidangan dalam keadaan hamil besar?Kemudian saat luka bekas operasi masih terasa sakit, berjalan pun aku masih kepayahan, aku harus menerima diriku diceraikan!Bisa kau bayangkan bagaimana hancurnya perasaanku saat ikrar talak kau bacakan? Lalu, kini kau masih bertanya apa kau membuatku kecewa?!"Dimas menunduk semakin dalam. Lelaki itu tidak ada keberanian sedikitpun untuk menatap wajah wanita yang pernah dengan sepenuh hati melayaninya.Hening.Lama mereka terdiam.Dimas sibuk dengan pikirannya yang berkecamuk, sementara Hanin sibuk menenangkan hatinya yang remuk."Sudahlah, Mas. Semua sudah berlalu." Hanin menarik napas panjang."Ada keperluan apa kemari?""Boleh aku bertemu Dipta, Nin?" Ragu-ragu Dimas mengangkat kepala.Sedetik mata mereka bertemu.Satu menyimpan rindu.Satu menyiratkan pilu.Aduhai! Kalian pernah tahu bagaimana rasanya jatuh cinta tapi mustahil bersatu? Putus asa! Begitulah yang dua anak manusia it
Baca selengkapnya
Pembicaraan Tentang Sita
"Assalamualaikum.""Waalaikumussalam." Suara kunci pintu dibuka terdengar."Loh? Besan? Ke sini kok tidak berkabar dulu. Ayo ayo masuk." Bu Rita mempersilahkan kedua besannya masuk."Tadi sekalian lewat, Bu Rita. Rasanya sudah lama tidak mampir." Mama Desi tertawa renyah sambil memeluk ramah Bu Rita."Eyaaaaang." Rindu berlari memeluk Bu Rita."Eh ada cucu eyang yang paling cantik. Sini sini." Bu Rita bergegas menggandeng cucunya. "Seadanya, Bu Desi, Pak Roy. Maklum saya tinggal sendiri jadi tidak banyak persedian kue-kue." Bu Rita tertawa kecil sambil membuka toples-toples yang berisi kue kering."Habis dari mana memangnya?""Ini. Papanya Dimas habis terapi di klinik dekat sini, Bu. Baru berjalan satu bulan, ini pertemuan yang kedua.""Loh? Sakit apa memangnya?" Bu Rita menatap Mama Desi dan Papa Roy bergantian."Biasa, Bu. Sakit tua." Papa Roy menjawab sambil tertawa."Ini Papanya Dimas asam urat, Bu. Di klinik sana katanya ada terapi. Jadi ya dicoba dulu." Mama Desi tersenyum simp
Baca selengkapnya
Dimas Meradang
"Bu, jujur saja saya sudah angkat tangan dengan Sita. Saya ikut saja apa yang akan Pak Roy dan Bu Desi lakukan. Hanya satu permintaan saya, tolong jangan buat malu keluarga kami." Bu Rita memegang tangan Mama Desi."Bu, maksud kami kemari adalah untuk mencari jalan terbaik bagi rumah tangga anak kita. Bukan bermaksud ikut campur. Tetapi kalau sudah begini, sepertinya kita harus masuk agar masalah bisa selesai. Kita tentu tidak menginginkan adanya perceraian yang Kedua di antara mereka."Bu Rita mengangguk. "Ma, sudah? Ini sepertinya mau hujan." Kepala Papa Roy menyembul dari pintu.Mama Desi mengangguk pada Papa Roy."Bu, kami pamit pulang dulu. Semoga ada jalan terbaik untuk rumah tangga anak kita."Bu Rita mengantar kepergian besannya itu sampai pintu pagar. Wanita itu menatap ujung mobil mereka dengan mata berkaca-kaca. Sepanjang perjalan pulang Papa Roy dan Mama Desi terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Walaupun tadi di teras, Papa Roy bisa mendengar obrolan mere
Baca selengkapnya
Pertengkaran Dimas-Sita
"Dari mana saja, Mas?" Sita berdiri di depan pintu. Tadi dia bergegas keluar dari kamar saat mendengar mobil Dimas memasuki halaman.Dimas mengerutkan kening. Cepat dia melirik jam ditangan kirinya. Waktu menunjukkan pukul 18.48 WIB. Tumben sekali istrinya itu sudah pulang sesore ini."Ibuuuu." Rindu berlari memeluk Sita."Sayaaaang. Ih wanginya anak ibu, sudah mandi ya?" Sita bertanya sambil mengacak rambut Rindu."Sudah, Bu. Tadi dimandikan oma." Gadis kecil itu tersenyum lebar sambil memperlihatkan gigi."Oma?" Sita bertanya memastikan sambil menggandeng Rindu ke kamarnya.Sita keluar dari kamar Rindu setelah memastikan anak itu dalam keadaan nyaman."Tumben pulang cepat, Ta?" Dimas menyusul Sita ke kamar Rindu. Wajahnya terlihat segar setelah mandi."Kenapa? Mas kaget karena ketahuan sering kelayapan kemana-mana saat aku belum pulang, hah?!"Dimas menggeleng. Memilih mengabaikan Sita. Lelaki itu melangkah menuju kamar setelah memastikan Rindu aman di kamarnya."Kata Rindu dia seti
Baca selengkapnya
Ceraikan Aku!
"Sudahlah, biarkan Rindu ditempat oma opanya. Toh dia lebih aman di sana."Dimas beringsut mendekati istrinya. Mengusap punggung Sita agar bisa lebih tenang."Kau sudah makan, Ta?"Sita membisu. Perasaannya masih tidak rela Rindu dititipkan di rumah mertuanya."Mau ku masakkan sesuatu?"Sita tertawa kecil."Pasti saat ini kau sedang membanding-bandingkan aku dengan Hanin bukan? Wanita itu selalu siap sedia melayanimu sepertinya?" Sita terkekeh."Kenapa kau selalu seperti ketakutan aku ada hubungan khusus dengan Hanin, Ta? Kisah kami sudah usai. Semua selesai saat aku memutuskan bercerai. Kini dia hanya mantan istriku.""Dulu aku juga mantan istrimu." Sita tersenyum sinis."Aku tidak pernah menemuinya seperti aku menemuimu dulu.""Tetapi kau tetap memikirkan dia, kan?""Ketakutanmu tidak beralasan! Atau sebenarnya kau yang berselingkuh?!" Dimas menarik Sita agar menghadap ke arahnya"Lepas!" Sita berusaha melepaskan cengkeraman Dimas di bahunya."Apa maksudmu aku berselingkuh?!" Sita m
Baca selengkapnya
Perasaan Halim
"Kenapa, Mas? Lesu banget sepertinya." Arni menepuk bahu Halim yang tampak termenung di meja kerja."Eh, Mbak Arni." Halim tersenyum. Rekan kerjanya yang satu ini memang begitu. Bawaannya yang ramah membuat dia dekat dengan hampir semua karyawan di perusahaan. "Lagi ada masalah? Kerjaan? Pribadi?" Arni meletakkan kotak makan siangnya di meja Halim.Istirahat makan. Tadi dia malas ikut yang lain. Biasanya mereka makan ditempat yang telah disediakan. Tetapi Arni sedang malas kemana-mana.Setelah celingak-celinguk, dia akhirnya melihat Halim yang tertunduk lesu. Tidak biasanya lelaki berwajah sendu itu terlihat tidak bersemangat. Biasanya dia selalu membuat orang tertawa, sifatnya yang menyenangkan membuat orang betah berlama-lama berada di dekatnya."Ceritalah." Arni mulai menyendok makan siangnya.Halim akhirnya mengikuti Arni. Mulai membuka kotak makan siang. Sejenak dia tertegun sebelum menyantap makanan itu."Mbak Hanin ya?" Arni menebak. Halim langsung menoleh pada Arni. Bagaiman
Baca selengkapnya
Pertengkaran dengan Rani
"Oke deh, Mas Halim." Rani tersenyum lebar."Siang, Bu Sita." Halim menyapa Sita yang berpapasan dengannya saat balik badan dari meja kerja Rani."Siang, Mas Halim." Sita mengangguk ramah.Wanita yang selalu terlihat cantik itu berjalan dengan anggun. Tidak bisa dipungkiri, fisik Sita memang luar biasa. Siapapun yang melihat penampilannya, pasti akan langsung tertarik."Mbak Rani.""Iya, Bu?"Sita dan Rani memang bersahabat dekat. Namun dalam pekerjaan, mereka bersikap sangat profesional. "Tiket keberangkatan lusa sudah dicetak?""Sudah, Bu. Mau dibawa hasil cetak atau saya kirim email saja tiket elektroniknya?""Dua-duanya saja."Rani mengangguk. "Terima kasih ya, Mbak Rani." Sita berjalan meninggalkan meja Rani.Rani bergegas menyusul langkah sahabatnya. Saat di tempat sepi dia menarik Sita ke dalam salah satu ruangan rapat yang kosong."Kamu itu membuat kaget saja, Ran!""Kenapa jadi kamu yang berangkat, Ta?" Rani langsung mendudukkan Sita ke kursi. Dia harus menginterogasi sahab
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
12
DMCA.com Protection Status