All Chapters of AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN : Chapter 51 - Chapter 60
63 Chapters
51. Buah Kesabaran
"Temen-temen di sekolah nggak ada yang mau temanan sama Nia lagi. Kalo Nia dateng, mereka langsung pergi," lanjutnya.Hatiku mencelos mendengarnya. Aku tahu bagaimana sakitnya berada di posisi yang Nia hadapi saat ini.Aku merengkuh tubuhnya dan memeluk lama. Setitik air mata jatuh membasahi rambut hitamnya. Kamu kuat, Nak. "Ibu!" Teriakan Nia membuatku terkesiap dari lamunan. Ia dengan setengah berlari kembali lagi ke arah rumah."Kenapa, Nia?" "Bekalnya ketinggalan," katanya cengengesan.Aku mentoel hidungnya gemas. Seringkali ia terlupa pada kotak bekalnya. Bahkan pernah baru teringat ketika di sekolah. Beruntung ia membawa uang saku.***Saat ini, aku sudah memulai usaha dengan membuko ruko kecil-kecilan. Semua ini Tacik yang membiayai. Tacik benar-benar orang terpilih, perantara dari Allah untuk mengangkat perekonomian keluarga kami. Setidaknya kami tidak lagi direndahkan karena label miskin. Di usia empat puluh tujuh ini, Tacik belum juga dikarunia anak. Kami sudah saling te
Read more
52. Gosip
Sumpah Al-Qur'an (52) PoV; Asti *** Waktuku terkuras habis di toko. Alhamdulillah, toko sepatu dan tas melesat dengan cepat. Kini, aku menambah waktu durasi untuk pembukaan toko. Yang biasanya pulang di jam dua, kini bisa sampai jam lima atau bahkan pukul enam sore baru tutup toko. Hal itu membuatku sering pulang dalam keadaan lelah, lalu istirahat di rumah. Aku mulai jarang mendengar kabar-kabar dari para tetangga, yang biasa kudengar ketika mencabut rumput di ladang. Bahkan aku sudah jarang bertegur sapa. Bukannya mulai sombong, tidak. Melainkan karena memang tidak pernah berkesempatan bertemu dengan tetangga. Bahkan dengan Bu Ramlah yang rumahnya begitu dekat denganku, aku sudah jarang bertemu. Bisa dibilang bahkan tidak sama sekali. Berbelanja pun, aku selalu membawa lauk dari pasar. Jadi tak lagi belanja di warung Mbak Tatik. Bukan tanpa sebab aku bekerja dengan gigih di toko. Melainkan karena saat ini mulai menabung, dengan niatan untuk merenovasi rumah. Walau tak me
Read more
53. Kabar Bu Ramlah
Sumpah Al-Qur'an (53)PoV ; Asti"Hahaha ... lagian omong doang ditinggiin. Mampus, kan, kalau akhirnya berita yang disebarkan sendiri bulshit.""Haha lah iya, kemakan omongannya sendiri.""Duh, kalau aku udah malu tujuh turunan. Mana pake sebar-sebarin berita kalau dapetnya jantan."Ucapan Ibu-ibu di depan saling bersahutan. Aku tak ingin menguping, tetapi kondisiku berada tepat di belakangnya. Jadi tentu saja dapat mendengar dengan jelas obrolan mereka."Eh eh iya, terus gimana tuh kabarnya sekarang?""Aku sih ga pernah liat sekarang. Lakinya kalau ditanya selalu menghindar, malu banget pasti haha.""Kalau dipikir-pikir ya kasihan, sih. Kasihan, sudah bermimpi setinggi langit, eh malah jatuh ke lubang got. Haha." Tawa mereka kembali pecah, menggema di seluruh ruangan. Seolah begitu puas menertawakan orang yang dibicarakannya.Aku tak tahu apa yang mereka bicarakan ini. Aku benar-benar tidak pernah update lagi tentang info apa yang terjadi di gang kami. Pasalnya kesibukan di pasar be
Read more
54. Kebaikan Nia
Sumpah Al-Qur'an (54) PoV; Asti. *** Aku memutuskan untuk pulang lebih awal hari ini dari pasar. Tentu saja, toko pun ditutup lebih cepat. Bukan tanpa alasan. Sepulang dari toko, aku harus pergi ke toko bangunan. Aku mencatat apa saja yang akan dibeli. Aku tidak pengalaman dan bahkan tidak paham apa saja keperluan untuk merenovasi rumah. Akang penjaga toko yang membantu, untuk memperhitungkan segalanya. Berapa banyak semen yang harus kubeli, dan perlengkapan lain yang bahkan baru kudengar namanya. Alhamdulillah. Aku bahkan kehilangan kata-kata untuk berucap, melantunkan syukur pada Allah. Begitu mudahnya bagi Allah untuk memberikan rezeki pada hambanya. Hal yang kuanggap mustahil sebelumnya, kini menjadi nyata. Dengan mudahnya Allah mengubah nasib hamba-Nya. Hamba yang selalu yakin dan berserah diri pada-Nya. Dalam waktu tiga bulan saja, aku bisa mengumpulkan uang walau hanya dalam nominal belasan. Aku berunding pada Tacik sebelumnya. Atas keyakinan Tacik jika tabunganku it
Read more
55. Kondisi Pak Bahul
Sumpah Al-Qur'an (55) "Jadi Nia bohong?" tanyaku serius. Aku mengunci matanya dengan tatapanku. Nia sontak menghentikan tawanya, lalu menunduk. "Nia minta maaf." "Nia bilang kalau memang suka tidur di bawah, karena kasurnya panas." Aku terus memojokkannya dengan alasan yang selalu keluar dari mulutnya, ketika kutanya mengapa aku selalu menemukannya tidur di bawah setiap aku bangun di pagi hari, atau ketika malam saat hendak Tahajjud. Kasur lantai memang tak begitu luas. Beberapa kali kutemukan Nia tidur di bawah, di lantai semen tanpa alas apapun. Kasar, apalagi sebagian berlubang. "Gerah, Bu. Di bawah adem. Makanya Nia guling aja ke bawah." Begitu sahutnya untuk kesekian, ketika kutanya dengan perihal yang sama. Bukan hanya sekali, bahkan bisa dibilang setiap malam ia kutemukan tidur di bawah. Tidur meringkuk dengan menekuk lutut. Kedua tangannya bersilang memeluk lengan. Ketika aku bangun tengah malam, aku memindahkannya ke atas. Namun, esok harinya kutemukan ia di bawah
Read more
56. Tuduhan Orang-orang
Sumpah Al-Qur'an (56)PoV; Asti.***Mobil pickup dengan bak berwarna hitam kombinasi hijau tosca memasuki halaman rumah, ketika aku baru saja tiba dari sungai. Aku hendak menjemur kain cucian di teras depan. Seorang lelaki turun dengan tergesa. Dia menghampiriku yang mematung di tempat."Benar ini dengan rumah Bu Asti?" tanyanya sopan. Aku menjawab dengan senyuman. "Iya, benar, Pak. Diturunkan di sini saja, ya!" pintaku menunjuk beranda rumah yang hanya beralaskan tanah.Dua lelaki itu mulai meletakkan barang-barang di bak pickup ke beranda rumah. Pintu terbuka, Nia keluar sembari menuntun Ica. Sedikit tergesa ia menghampiriku."Nia kaget. Nia pikir ada apa rame-rame kayak dibanting," celotehnya. Ia menguap, lalu segera ditutupinya dengan tangan.Aku tersenyum geli melihat ekspresi wajahnya. Ia baru saja bangun tidur. Beruntung Ica kecil tidak menangis. Aku meminta mereka untuk kembali ke dalam. Aku segera menyelesaikan menjemur kain, untuk kemudian membuat kopi. Khawatir mengangg
Read more
57. Miris Kondisi Bu Ramlah
Sumpah Al-Quran (57)PoV ; Asti****Bu Ramlah.Ia terkapar di lantai. Tubuhnya sangat kurus. Bu Ramlah yang cantik dan anggun, kini terlihat tua tak terurus. Wajahnya pucat. Rambut hitam legamnya itu kini nampak kusut dan tak lagi lebatTak jauh dari Bu Ramlah terbaring, tepat di sebelah kirinya terdapat pecahan gelas serta cairan bening dan irisan jahe tercecer di lantai. Aku termangu menatapnya sebentar, sebelum akhirnya kesadaran menyergap."Buuu!" pekikku. Aku tergopoh menghampiri.Bu Ramlah mengangkat tangan, mengulurkannya padaku. Aku segera peka, ia hendak berdiri.Aku menyambut uluran tangannya dan membantu untuk berdiri. Tubuhnya yang dulu berisi, kini sungguh kurus. Bahkan aku tak merasa keberatan walau menopang tubuh Bu Ramlah sendiri"Ranjang, As," lirihnya.Aku menuntunnya untuk ke ranjang, di ruang tengah yang berada di depan televisi. Setelahnya, aku dengan tergesa keluar, untuk pamit pada Nia jika aku berada di rumah Bu Ramlah. Lalu segera kembali menghampiri Bu Ram
Read more
58. Bu Ramlah Dipoligami?
Sumpah Al-Qur'an (58) PoV; Asti. _ "Mas Bahri membawa mereka, tinggal bersama istrinya." Deg. Jantungku, jantungku seolah berhenti berdetak sesaat. Apa maksud Bu Ramlah. Apa dia ngelantur. Istri? "Ma-maksud, Bu Ramlah?" Aku menatapnya dalam. Pandangan Bu Ramlah yang sebelumnya terpaku pada langit-langit ruangan, sontak menoleh padaku sesaat. Jelas, matanya memerah. Bukan hanya tangis yang terlihat. Namun, luka. Aku bisa melihat dari matanya, Bu Ramlah menyimpan luka yang dalam. Bu Ramlah mencoba bangkit. Aku membantunya, lalu menyusun bantal di balik punggung, agar ia nyaman duduk dengan posisi bersandar. Aku meraih jahe hangat yang sebelumnya kuletakkan di kepala ranjang. Ranjang di ruang tengah ini ranjang kuno. Bukan ranjang kekinian empuk yang aku tak tahu namanya, tetapi pernah kulihat di kamar Bu Ayu waktu memijat Pak Bahul tempo lalu. Di bagian kepala ranjang, terbuat dari kayu jati dan berupa semacam lemari kecil. Khas ranjang kuno. "Minum, Bu." Aku menyodorkan te
Read more
59. Pengakuan Bu Ramlah
Sumpah Al-Qur'an (59)PoV; Asti***Bu Ramlah tersenyum. Masam. "Lama. Mungkin tiga bulanan. Anehnya saya nggak mati-mati. Padahal saya nggak berobat. Makan juga nggak teratur. Allah seakan dengan sengaja menyiksa saya seperti ini. Dia tidak puas melihat penderitaan saya, As!" Bu Ramlah tergelak.Astaghfirullah."Bu, istighfar. Jangan bicara seperti itu. Yakin, Allah tidak akan menguji di luar batas kemampuan hamba-Nya." Aku berkata lembut. Mencoba memberi pengertian.Bukan maksud menggurui, atau sok pintar. Namun, aku tak mau Bu Ramlah berprasangka buruk kepada pencipta. Dia sang Maha, maha segalanya."Hidup kamu sudah enak, ya, sekarang. Tadi aja saya liat kamu mau bangun rumah lagi, kan. Selamat, ya. Kamu pasti tertawa liat kondisi saya sekarang kayak gini. Kamu di atas sekarang." Bu Ramlah tertawa. Seolah menertawakan dirinya sendiri.Dari sini aku dapat menangkap. Mungkin Bu Ramlah tadi terganggu dengan keramaian Ibu-Ibu dan pengangkut barang. Lalu ia berusaha mengintip dari pin
Read more
60. Perlakuan Pak Bahri
Sumpah Al-Qur'an (60)PoV; Asti***Aku bergeming sesaat, mengatur napas. Jika kubersihkan sekarang, waktunya mepet. Lagipun, ini sudah malam. Bukan waktunya beberes. Biarlah esok hari saja aku ke mari. Aku menghela napas panjang. Tak berpikir untuk menyalahkan Bu Ramlah juga atas kondisi rumah yang teramat kotor ini. Aku paham di posisinya.Yang tak habis pikir kenapa Pak Bahri bisa demikian tak peduli pada Bu Ramlah. Siapa istri keduanya, hingga membuat Pak Bahri tergila-gila?Ah, biarlah. Ini menjadi urusan keluarga Pak Bahri. Aku orang luar, tidak ada hak untuk itu. Aku kembali ke ruang tengah. Mata Bu Ramlah tarkatup rapat. Aku memperhatikannya dengan seksama. Betapa malangnya hidup Bu Ramlah kini. Wajahnya mulai kusam, tanpa bedak dan lipstik. Kurus."Dari mana, As?" Aku mengerjap saat Bu Ramlah tiba-tiba membuka matanya. Kupikir ia sudah lelap."Da-dari dapur, Bu," sahutku, "Kupikir Ibu sudah tidur.""Ngapain? Udah di sini aja. Saya hanya butuh teman.""Bu, makan, ya. Dikit
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status