All Chapters of AKIBAT SUMPAH AL-QUR'AN : Chapter 41 - Chapter 50
63 Chapters
41. PoV ; Ramlah (Kehilangan)
Sumpah Al-Qur'an (41)PoV ; Ramlah***Pasti kalian sudah banyak tahu, kan, tentang misi kami dari Mbak Ayu? Jadi, kurasa tidak perlu untuk dijabarkan lagi semuanya.Ya, misi kami untuk membuat si Asti janda dekil itu segera pergi dari sini. Setelah misi pertama kami berhasil dalam merebut tanah di sebelahnya untuk dijadikan ternak kambing, walau melalui proses yang cukup panjang, karena Asti yang kuanggap lemah ternyata tak menyerah begitu saja ketika tanahnya kami rampas.Misi kedua kami, agar ia pergi dari rumah itu. Jika ia segera pergi, maka tanah dan rumahnya akan jatuh ke tangan kami lagi. Tanah yang ibunya si Rahmat ambil dengan merayu nenekku, lebih tepatnya Nenek dari Bahri.Kami berunding dengan matang. Aku yang kurang pandai untuk bersikap galak dan tegas, hanya ditugaskan untuk mengusili Asti oleh Mbak Ayu. Tentu harus dengan cara yang baik. Pikiran licikku mulai merespon, yaitu dengan mengirimi makanan-makanan yang sudah tak layak.Bahkan aku dengan sengaja menyisihkan s
Read more
42. PoV ; Ramlah (Ribut Besar)
Sumpah Al-Qur'an (42)PoV; Ramlah.***Sungguh, aku merasa malu dengan diri sendiri. Perlakuan Asti pada anak-anak membuatku begitu kagum. Ia sama sekali tidak menaruh dendam, setelah apa yang kulakukan padanya berbulan-bulan.Selama Mas Bahri dirawat, ia menjaga anak-anak dengan baik. Aku sendiri yang bertanya pada anak-anak, dan tidak mungkin mereka berbohong. Bahkan aku sendiri juga menginap di rumahnya. Sangat tak tahu diri, bukan? Namun, Asti sama sekali tidak mengungkit perbuatan jahatku padanya, ia menyambutku dengan hangat. Bahkan ia dan anak-anaknya rela tidur di lantai beralaskan selembar kain, karena kasur kumalnya yang sudah tipis itu dipakai anak-anakku.Aku bisa dengan tenang dan fokus di rumah sakit, tanpa memikirkan anak-anak. Aku menaruh kepercayaan penuh Asti akan menjaga mereka dengan sangat baik. Jam kunjungan belum dimulai. Aku duduk termenung melempar pandangan ke depan, menatap dinding datar dan menggeluti suatu hal yang selalu menganggu pikiran.Ah iya, ada sa
Read more
43. PoV ; Bu Ramlah (Dipermalukan)
Sumpah Al-Qur'an (43)PoV; Ramlah.***Kurang lebih enam hari perawatan, Mas Bahri sudah diziinkan untuk pulang. Walau kondisinya belum pulih sempurna, tetapi dokter berkata jika luka-lukanya bisa dirawat mandiri di rumah.Aku mengiyakan dengan senang, sebab sebagian luka Mas Bahri pun mulai sedikit mengering, jadi kurasa sanggup untuk merawatnya dalam beberapa hari saja. Aku mengernyitkan dahi heran ketika mobil yang kutumpangi mulai merayap pelan untuk menepi, mendapati Asti berdiri seorang diri tepat di depan pintu rumahku. Tangannya bergerak memutar anak kunci lalu menggenggamnya. Sial. Aku terlalu percaya padanya, dengan menitipkan kunci rumah di tangannya. Hingga ia mulai besar kepala dan ngelunjak. Pasti si janda dekil itu masuk ke dalam rumah dan mengobrak-abrik barang-barangku, bahkan tidak mustahil ia akan mencuri benda-benda mahal di rumahku ini. Toh, di rumah tidak ada orang. Anak-anak juga ada di rumahnya, lalu untuk apa ia masuk ke dalam rumahku jika bukan untuk mencur
Read more
44. PoV ; Bu Ramlah (Senjata Makan Tuan)
Sumpah Al-Qur'an (44)***Tamu-tamu yang menjenguk Mas Bahri terus datang silih berganti. Suamiku itu memang orang yang begitu baik, jadi tentu saja banyak orang yang perhatian. Sampai sini, apa kalian masih akan mengira bila kami terlibat pertengkaran hingga dilempar bom ikan itu? Baru saja merebahkan diri, pintu kembali diketuk. Aku beranjak dengan menggerutu kesal. Bagaimana tidak, sejak pagi hingga sore ini tamu tak kunjung berkesudahan. Aku kewalahan dalam menjamu mereka. Siang tadi, aku ke rumah Asti untuk meminta bantuannya, rupanya hanya ada Nia dan adiknya di sana. Dia berkata, Asti sedang bekerja.Sebelum membuka pintu, kusempatkan diri ini berkaca. Wajahku penuh peluh, tetapi tetap tak mengurangi kecantikan. Setelah dirasa sempurna, aku keluar membuka pintu. Rupanya, rombongan orang dari gang sebelah datang. Aku menyalami mereka satu per satu sambil melirik jam, pukul empat sore. Asti pasti sudah balik dari ladang.Aku mempersilakan duduk dan meninggalkan mereka ke rumah A
Read more
45. PoV ; Ramlah (Karma Dimulai)
Sumpah Al-Qur'an (45)Aku memang begitu takut jika tubuhku sampai berdarah. Sekalipun lukanya tidak seberapaAku menangis tersedu. Bukan karena sakit, tapi karena tubuhku berdarah. Bahkan rasa nyeri di sekujur tubuh tidak lagi terasa. "Ibu ini kenapa?" Mas Bahri kembali bertanya sambil meraih tanganku."Ja-jatuh," sahutku tergagap.Melangkah dengan agak pincang, Mas Bahri pergi ke kamar. Luka di bagian lututnya sulit mengering, tapi setidaknya ia sudah bisa berjalan tanpa perlu dipapah. Tak lama kemudian ia kembali dengan membawa kapas. Aku memejamkan mata ketika Mas Bahri mulai membersihkan darah di tangan. Sesekali aku memekik ketika rasa perih menjalar karena gesekan kapas itu.Mas Bahri memang tahu betul aku takut darah. Pernah ketika memasak, tanpa sengaja tanganku tergores pisau. Dengan cekatan Mas Bahri membersihkan darah itu, lalu melanjutkan masakan yang belum kuselesaikan. "Sudah," katanya.Aku membuka mata, dan bernapas lega mendapati tanganku sudah bersih dari darah. Ad
Read more
46. PoV ; Ramlah (Kabar Buruk)
Sumpah Al-Qur'an (46)PoV; Ramlah.***"Kenapa, Mak? Ada apa?" tanyaku mulai panik. Mak Paraji mendongak sekilas, lalu kembali menunduk menekuri perutku. Tangannya terus mencoba meraba bagian sana.Aku mulai gemetar. Menit berikutnya, pandanganku beralih menatap Mas Bahri yang juga terlihat menanti jawaban Mak Paraji dengan gusar. "Bagaimana, Mak?" Mas Bahul bersuara. Mak Paraji mulai menghentikan tindakannya, lalu membenarkan posisi duduk sambil merapikan bajuku yang tersingkap.Aku bangkit untuk duduk dan menatap Mak Paraji penuh ketakutan. Menanti jawaban yang bisa saja kabar buruk yang tak kuharapkan."Iya, benar. Nak Ramlah sedang hamil. Janinnya sudah keraba. Mungkin sudah dua bulanan usianya." Mak Paraji berkata hati-hati.Demi apa? Aku tak salah dengar, bukan? Mak Paraji berkata jika ada nyawa yang saat ini bersemayam dalam rahimku?"Tuh, kan, Bu! Apa aku bilang," timpal Mas Bahri bangga. Aku mendongak menatapnya dengan senyum."Mak, benarkah begitu?" tanyaku tak percaya.
Read more
47. PoV ; Ramlah (Tumor Ganas)
Sumpah Al-Qur'an (47) "Apa perlu kami perlihatkan kembali hasil pemeriksaan USG?" Dokter menawari dengan ekspresi datar. Ia nampak tidak senang. "Tidak perlu! Saya tidak percaya pada gambar. Yang saya mau lakukan pemeriksaan sekarang juga! Bahkan kalau perlu lakukan tes darah!" Mas Bahri tetap kekeuh. Aku masih tidak paham dengan percakapan mereka. Apa memangnya hasil USG? Tak berniat bertanya, aku hanya menunduk untuk menetralisir rasa. Menasehati diri untuk tegar dengan kemungkinan buruk yang akan kudengar. Aku mendongak, tampak Dokter sedang berbicara dengan perawat agak jauh dari ranjangku. Mas Bahri memantau dengan wajah tegang. Marah, dan kecewa. Sudah tak bisa kugambarkan raut wajah Mas Bahri. "Baiklah. Kita lakukan USG sekarang juga. Bapak bisa di sini untuk melihatnya langsung!" Dokter kembali menghampiri, memutuskan walau nampak terpaksa. Detak jantung makin cepat. Bahkan tubuhku terasa menggigil karena rasa takut yang menyelimuti. "Dok ... memangnya apa yang terjad
Read more
48. PoV ; Ramlah (Hancur)
"Kamu yang memulai. Dengar, Mas! Sejak dulu aku selalu bicara padamu untuk tidak terlalu menaruh harap begitu besar. Lihatlah sekarang! Kenapa kamu yang bersikap dingin? Kenapa kamu yang marah? Di sini aku sebagai korban. Aku yang kesakitan!" hardikku menggebu, dengan mengacungkan telunjuk di depan wajahnya, memuntahkan kemarahan yang kupendam. Rasanya saat ini bukan lagi waktu yang tepat untuk bersabar, bersikap baik dan sopan pada lelaki yang disebut suami."Ramlah, jaga mulutmu! Turunkan tanganmu itu. Jangan pernah berani menunjuk pada suami!" sergah Mas Bahri marah. Tapi tak membuatku gentar."Sekarang lihat aku, Mas! Aku yang menderita, aku yang kesakitan. Tapi mana perhatian yang kamu tunjukkan? Kamu bahkan tidak peduli dan bersikap dingin. Masih pantaskah aku bersabar?" Aku mulai melemahkan suara, untuk kembali menarik perhatiannya. Tangis yang kutahan mulai jebol. Bahkan mataku mulai terasa berat karena beberapa kali menangis.Benar saja.Wajah Mas Bahri yang merah padam mu
Read more
49. PoV ; Ramlah (Karma yang Nyata)
Aku ingin melihat bagaimana reaksinya ketika tahu istrinya ini berpenyakit serius. Yang kutahu, ia lelaki bertanggung jawab dan penyayang. Jadi tentu saja ekspetasiku Mas Bahri akan prihatin dan kembali bersikap hangat mengetahui diri ini begitu menderita. "Ganas?" Ia terperanjat, seketika menoleh padaku. Aku mengangguk, dengan pandangan yang mulai kabur. Air mata menggenang di pelupuk mata. Mas Bahri berjalan pelan ke arahku. Hampir tiba di ranjang, ia memutar arah lalu melesat keluar kamar. Tanpa pamit. Hatiku kembali mencelos diperlakukan demikian. *** Lima hari dirawat, dokter mengabarkan jika hasil pemeriksaan sudah keluar. Beberapa rangkaian pemeriksaan yang tak kuketahui apa saja sebutannya. Salah satunya dengan pemeriksaan lendir yang beberapa waktu lalu diambil dari daerah miss V, untuk mengetahui penyebaran kangker, katanya. Aku menunggu dengan hati berdebar. Lagi-lagi diri ini sendiri. Mas Bahri sudah berubah total, sikapnya bertolak belakang dengan Mas Bahri yang du
Read more
50. PoV; Asti ( Mulai Membaik)
Sumpah Al-Qur'an (50) PoV; Asti *** "Bu, Nia mau berangkat," pamit Nia menghampiriku yang tengah menyisir rambut si adik. Aku tersenyum sembari mengulurkan tangan. Nia segera menyambut dan mencium tanganku. Lalu melesat keluar rumah. Aku menatap punggung gadis kecil itu, yang dengan setengah berlari berangkat ke sekolah. Tas gendong yang biasa dipakainya, berwarna biru muda yang sudah berubah warna dan banyak koyak di sekitarnya, kini sudah berubah menjadi tas gendong pink dengan gambar animasi bearbie. Minggu kemarin, ketika libur sekolah, aku mengajaknya ke pasar seharian. Aku menjaga toko, dan Nia menemani Ica. Kuminta ia untuk mengatakan apa yang diinginkannya. Namun, gadis kecilku itu hanya berkata, "Tas, Bu. Tas Nia sudah rusak. Kalo lagi jalan pensil Nia jadi sering jatuh." "Ibu sejak dulu kan sudah ngomong sama Nia, supaya kita beli tas baru." "Nia takut Ibu nggak ada uang. Hehe. Jadi nggak papa Nia pake aja. Tapi kayaknya sekarang sudah nggak bisa dipake lagi, yang
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status