All Chapters of Istriku Tak Pernah Membantu Memasak di Hajatan Keluargaku : Chapter 11 - Chapter 20
30 Chapters
Lamaran
[Kita harus ketemu, aku mau bicara] pesanku pada Mas Alman.Setelah beberapa jam, dia baru membalas dan bersedia bertemu denganku di sebuah rumah makan, dia juga meminta agar aku menbawa Rizki dengan alasan rindu ingin bertemu.Aku mengiyakan, walau kenyataannya bohong. Aku tak mau membawa Rizki, takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Bisa jadi Mas Alman merebut dan membawa anak kecil itu nanti.Setelah menitipkan pada Ibu dan Ilham, aku berangkat bakda ashar menuju rumah makan yang ada di pertengahan desa Sukamurni juga Jati Asih.Sejak rumah dijual oleh Mas Alman, aku dan Rizki memang kembali ke rumah Ibu. Malu juga sedih bercampur jadi satu. Tapi mau bagaimana lagi, hanya wanita tanpa pamrih itu yang mau menerima kami."Mana Rizki?" tanya Mas Alman, rupanya dia yang lebih dulu sampai."Rizki tidur, kasihan kalau harus dibangunin.""Kamu bohong, ya? Kamu nggak ngajak Rizki dan nggak kasih tahu dia kalau mau ketemu aku, 'kan?" tanyanya sambil menatap dalam."Peduli apa kamu sama an
Read more
Sekampung dengan Mantan
Alman PoVBeberapa hari sebelum bercerai."Lho, Man? Kok pulang lagi?" Kuhempaskan tubuh ke sofa, menjeda jawaban Ibu sementara."Man? Kok malah merem? Ibu lagi nanya lho, ini." Kuhela napas dalam, lalu membuka mata perlahan."Nanti aja Bu, bicarainnya kalau pekerjaaj rumah udah selesai," jawabku. Memang keadaan rumah Ibu masih berantakkan bekas acara hajatan Mbak Ida."Nggak apa, Man. Tinggal beresin dapur sama ruang belakang, ada Mbak Ratih ini."Aku menghela napas lagi, lalu menjauhkan punggung dari sofa."Aidah, Bu.""Kenapa Aidah? Dia ngapain kamu, Man? Dia selingkuhin kamu? Dia nyakitin kamu?" sambar Ibu.Aku menggeleng."Bukan, Bu. Bukan.""Terus kenapa?" tanya Ibu lagi seperti tak sabar."Maaf, Bu. Alman mau tanya sesuatu sama Ibu." Kening Ibu nampak mengerut mendengar pertanyaanku."Iya, Man. Boleh. Mau tanya apa?""Apa benar, Ibu, Mbak Ida, Mbak Laksmi dan Mbak Nuri sering ngucilin Aidah saat Alman nggak ada?""Ngucilin? Maksudnya ngucilin gimana, Man? Ibu nggak ngerti." Jaw
Read more
Bertemu Pengantin Baru
"Mas, lipstiknya mana?" Aku tepuk jidat. Kenapa pula bisa lupa membelikan pesanannya."Maaf, Sayang. Mas lupa, beneran. Besok saja ya Mas beliinnya," ujarku jujur. Indri malah mengerucutkan bibirnya."Mas gimana, sih? Makanya kalau istri pesan sesuatu itu dengerin, masukin ke hati yang terdalam biar nggak lupa! Mas keseringan, deh. Minggu lalu, aku mau martabak telur eh malah pulangnya bawa martabak manis. 'Kan nggak lucu, Mas." Panjang lebar Indri menceramahiku.Kalau hari itu memang keliru, tapi untuk sekarang, aku benar-benar lupa dengan perasaan Indri. Entah lah, pikiranku melayang ke mana-mana, semenjak pagi tadi melihat mantan istri dibonceng Pak Guru Arkan, aku tak bisa fokus mengerjakan atau mengingat sesuatu.Masa iddah Aidah memang sudah berakhir satu bulan yang lalu. Apa tak terlalu cepat dia menikah dengan lelaki lain? Semudah itu kah dia melupakanku?Lalu kenapa harus dengan Pak Guru Arkan? Kenapa bukan dengan Faiz, lelaki yang selama ini terang-terangan dekat dengannya.
Read more
Cemburu
"Hebat ya mantanmu itu, jadi selebgram dia sekarang." Sudah malam, Indri masih berceloteh soal Aidah."Belum tidur kamu?" tanyaku yang baru selesai mengelap wajah dengan handuk."Belum, lagi ngepoin mantan istri kamu," katanya terdengar enteng."Buat apa ngepoin dia?" tanyaku seraya melangkah ke dekat ranjang, kemudian duduk di dekat Indri yang tengah berbaring."Lucu aja, kok dia tega sih, menaikkan pamornya dengan cara hadir ke nikahan kita, Mas." Aku terdiam, Indri pasti masih belum terima karena banyak orang menghujatnya dan menyebut dia pelakor."Mas sendiri bingung, kenapa Aidah bisa datang ke pernikahan kita. Padahal Mas nggak ngundang dia," kataku jujur."Apa kamu yang mengundangnya?" tanyaku, Indri langsung menoleh."Buat apa? Aku nggak ngundang dia kok, Mas.""Lalu siapa? Nggak mungkin Aidah bisa masuk ke acara nikahan waktu itu, secara peraturannya orang tanpa undangan tidak bisa masuk."Indri termenung, kami sama-sama terdiam sekarang, memikirkan siapa yang mengundang Aida
Read more
Keraguan Alman
"Gimana, kalian nggak dipermalukan di acara syukuran si Aidah, 'kan?" tanya Ibu. Saat ini kami tengah makan bersama. Mbak Ida, Mbak Laksmi, Mbak Nuri, para suami dan anaknya juga ikut serta."Enggak kok, Bu," sahutku sambil menarik wadah berisi capcay."Tapi lucu, Bu. Katanya Pak Guru Arkan mau anak kembar dari Aidah. Emangnya bikin anak kembar semudah itu? Satu aja kadang susah," timpal Indri sambil terkekeh."Hahaha, anak kembar? Punya satu aja mantan istri si Alman itu kerepotan, sampai nggak bisa ikut rewang kalau lagi mau ngadain hajatan. Apa lagi kalau punya anak kembar, yang ada nanti Bu Heni ngedumel gara-gara mantunya pemalas." Sekarang Mbak Ida yang bersuara.Aku tak mau ikutan membahas Aidah, takut selera makan jadi hilang."Iya, ya. Aidah nggak pernah bantuin masak kalau kita lagi punya acara, selalu ndekem di kamar, alasannya nyusuin Rizki. Masa iya tiap detik nyusuin anak, nggak keselek tuh sama susu?" sahut Mbak Laksmi, dengan entengnya dia berkata sambil menuang soto y
Read more
Dipermalukan Mbak Ida
"A-Alman?" Ibu tergagap, kulirik juga Faiz, ekspresi wajahnya berubah seketika."Aku nggak salah dengar, 'kan?" ucapku sambil menatap mereka bersamaan. Ibu dan Faiz malah saling pandang."D-dengar apa, Man? Kami lagi bicarain hutang, kemarin Ibu minjam uang sama Faiz buat bayar tagihan listrik.""Tagihan listrik? Tagihan listrik kemarin Alman yang bayar, Bu. Lagi pula, telinga Alman masih sehat." Ibu tak menjawab, beliau malah melirik Faiz lagi."Bu, jangan bilang Ibu sengaja menahan Alman pulang waktu itu, agar Aidah bertemu dan pulang diantar Faiz, agar aku salah paham. Begitu?""K-kamu ngomong apa sih, Man?""Bu, Alman tidak tuli," kataku sembari menahan kesal."Enggak, Man. Bukan seperti itu--""Sudah lah, Bu Nani. Jangan banyak alasan, toh sudah ketangkap basah sama Alman. Jujur saja apa susahnya?" ucap Faiz membuatku menoleh, sementara Ibu terlihat memelototi lelaki yang kubenci itu."Faiz!" Ibu membentaknya."Benar, Alman. Ibumu sengaja menahan kamu, biar Aidah bisa bertemu dan
Read more
Kembali Jatuh Cinta
"A-Alman?" Ibu tergagap, kulirik juga Faiz, ekspresi wajahnya berubah seketika."Aku nggak salah dengar, 'kan?" ucapku sambil menatap mereka bersamaan. Ibu dan Faiz malah saling pandang."D-dengar apa, Man? Kami lagi bicarain hutang, kemarin Ibu minjam uang sama Faiz buat bayar tagihan listrik.""Tagihan listrik? Tagihan listrik kemarin Alman yang bayar, Bu. Lagi pula, telinga Alman masih sehat." Ibu tak menjawab, beliau malah melirik Faiz lagi."Bu, jangan bilang Ibu sengaja menahan Alman pulang waktu itu, agar Aidah bertemu dan pulang diantar Faiz, agar aku salah paham. Begitu?""K-kamu ngomong apa sih, Man?""Bu, Alman tidak tuli," kataku sembari menahan kesal."Enggak, Man. Bukan seperti itu--""Sudah lah, Bu Nani. Jangan banyak alasan, toh sudah ketangkap basah sama Alman. Jujur saja apa susahnya?" ucap Faiz membuatku menoleh, sementara Ibu terlihat memelototi lelaki yang kubenci itu."Faiz!" Ibu membentaknya."Benar, Alman. Ibumu sengaja menahan kamu, biar Aidah bisa bertemu dan
Read more
Saingan Baru
Author PoV(Maaf kalau ganti-ganti PoV. Sengaja pakai sudut pandang ketiga biar bisa ceritain dari setiap posisi)"Kenapa tadi kamu harus bicara begitu di depan kawan-kawanmu, Indri?" tanya Alman sesampai mereka pulang reuni."Bicara gimana?" Indri menyahut dengan wajah tanpa dosa. Dilemparnya tas slempang yang digunakan saat reuni tadi ke atas ranjang begitu saja. Melihat tingkah sang istri, Alman hanya bisa menggeleng."Kamu kenapa harus bilang ke orang-orang kalau Aidah lulusan SMP? Kamu mau malu-maluin dia?" tanya Alman lagi sambil mendudukkan tubuh di atas ranjang."Lho, kenyataannya 'kan memang begitu, Mas," sahut Indri sambil menghapus riasan di wajahnya. Wanita berambut sepunggung itu tengah duduk di depan meja rias pembelian Alman beberapa minggu lalu karena dia merengek meminta benda tersebut."Iya, tapi apa perlu bicara seperti itu di depan banyak orang? Akhirnya kamu sendiri yang malu, karena Pak Guru Arkan membela dan memuji Aidah habis-habisan," kata Alman lagi. Dia mema
Read more
Kedatangan Mantan Menantu
“Bagaimana? Lancar pembukaan kedai ayam goreng kalian?” tanya Bu Nani pada kedua anaknya yang baru saja pulang bakda Isya.“Biasa saja sih, Bu. Padahal tadi Ida sama Laksmi sudah pakai TOA buat ngumumin pembukaan kedai kita, ditambah pakai naik meja segala biar dapat perhatian orang. Eh, malah kita disemprot beberapa pengguna jalan, katanya cara kita ini norak.” Ida menyahut dengan sebal, sedangkan Laksmi memilih mengemasi beberapa barang miliknya yang tadi dibawa ke kedai.“Terus, terus, si Aidah bagaimana? Dia tahu kalian buka kedai di sana apa enggak?” tanya Bu Nani lagi.“Tahu, Bu. Tahu.” Sekarang giliran Laksmi yang menyahut.“Dia tadi malah lihatin kita ya sama suaminya. Pasti dia kaget lihat kita juga buka kedai makanan. Dia pikir, cuma dia saja yang bisa punya restoran. Kita juga, kok! Untung Bang Lukman pinter cari tempat, jadi kita bisa jualan dekat si Aidah, biar saja dia bangkrut karena kalah saing sama kita,” ucap Ida percaya diri.Bu Nani hanya mengangguk-angguk. Wanita
Read more
Tetangga Baru
Acara ulang tahun Uci berlangsung dengan meriah dan lancar. Walau Bu Nani masih merasa dongkol pada Alman karena hanya memberi uang seratus ribu. Padahal, tanpa sepengetahuannya semua itu adalah rencana Indri, sang menantu kesayangan."Laksmi, Alman atau Indri ngasih kado nggak sama Uci?" tanya Bu Nani saat mereka sibuk membersihkan dapur yang berserakan bekas mengolah makanan."Kayaknya enggak, Bu." Laksmi menyahut."Alman pelit ya sekarang. Kemarin aku pinjam uang buat bayar SPP Radit nggak ngasih dia. Padahal cuma tujuh puluh ribu." Nuri ikut bersuara."Iya, nggak kayak dulu. Kalau diminta bantuan selalu siap siaga. Sekarang kayak kebanyakan mikir." Ida menambahi."Kemarin aja dia cuma ngasih seratus ribu," kata Bu Nani membuat ketiga anak perempuannya menoleh."Seratus ribu? Maksudnya ngasih buat hajatan ulang tahun Uci, Bu?" tanya Laksmi dengan wajah keheranan."Iya, Mi. Padahal paling sedikit Alman ngasih lima ratus ribu. Eh, kemarin cuma segitu, dititipin sama Indri lagi." Keti
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status