All Chapters of Tamu yang Tak Diundang: Chapter 31 - Chapter 40
111 Chapters
awal Mula dekat
Pov Surya"Pak, maaf. Ini ada telpon dari Ibu Lila." Bi Jum tiba-tiba sudah di depan mata, mengulurkan sebuah ponsel ke arahku. "Mama?" ujarku bertanya dengan bingung. "Iya, Pak. Dari Bu Lila," jawabnya menunduk. Aku mengambil dengan ragu. Mengamati ponsel tersebut dengan kening mengkerut. Sepertinya ini ponsel Bi Jum. Kenapa Mama menghubungi Bi Jum? Kenapa tidak langsung ke ponselku saja? Padahal ponselku dalam keadaan aktif. Aku sempat menoleh sebentar ke arah benda persegi panjang itu yang tergeletak di sampingku, lalu kembali ke ponsel Bi Jum. "Halo?" Baru saja menyapa, Mama sudah melancarkan kemarahannya padaku. Omelan beruntun tak berhenti dari mulutnya. Tentang kepergian Medina dari rumah ini ternyata sudah sampai ke telinganya. Aku memandang Bi Jum dengan sengit karena tahu pasti dia yang sudah memberitahukan semua ini pada Mama. Aku tak banyak bicara karena Mama yang mendominasi pembicaraan ini. Yang sering kuulang adalah kata iya, tidak, dan maaf. "Bi Jum pergilah
Read more
Berkeluh Kesah
Aku memandangi jalanan pagi yang sudah mulai ramai dengan kendaraan roda empat dan dua. Di sisiku duduk ada Malik yang asyik dengan mainan mobil-mobilannya. Kami berada di dalam taksi online yang sedang melaju membawa kami ke tempat tujuan yang telah kutentukan, tempat yang akan kami singgahi nantinya. Aku tersenyum menatap Malik yang bermain dengan riang tanpa terusik masalah orang tuanya. Ia belum memahami dunia orang dewasa, dan kuharap biarlah seperti itu. Ia harus bahagia. Namun seketika senyumku memudar kala mengingat ayah dan neneknya. Semalam Mama Lila tidak berhenti menghubungiku. Begitupun Mas Surya. Aku yang sengaja tidak mengangkat teleponnya dan pasti hal itu sudah membuatnya jengkel. Itulah yang membuatku enggan untuk menerima teleponnya dulu karena bakal kena omelan panjangnya. Aku bukan menutup akses mereka ke Malik. Tidak seperti itu. Mereka masih orang terpenting di hidup Malik. Namun bisakah mereka membiarkanku tenang sesaat sembari memikirkan dengan matang keput
Read more
Pesan Bunda
Aku melempar senyum tipis ke arah wanita yang berada di hadapanku saat ini. "Bunda tenang saja. Masalah itu sudah Medina pikirkan baik-baik. Seperti yang Bunda bilang, Medina selalu berpikir panjang dulu sebelum memutuskan sesuatu, dan itu sudah Medina lakukan." Kuletakkan cangkir teh yang airnya baru saja kuminum ke atas meja. "Baguslah Nak, Bunda tidak mau nantinya kamu menyesali keputusanmu saat ini. Makanya Bunda sarankan pikirkan baik-baik dengan kepala dingin biar tidak ada penyesalan di kemudian hari," lanjutnya menegaskan.Aku mengangguk pelan, mengiakan. "Tapi kamu baik-baik saja kan, Nak?" Hah? Aku reflek mendongak mengangkat kepala yang tertunduk di hadapannya. Lalu bertanya lewat kernyitan dahi. "Mentalmu kuat kan? Meski kalian menikah karena perjodohan, tapi Bunda tahu kalau kamu itu sangat mencintai Surya. Entah kalau dia. Bunda tidak ingin membahas lelaki itu. Yang Bunda tahu, Bunda bisa melihat ada cinta di matamu untuknya. Semua orang juga bisa melihat bagaimana
Read more
Janji Bertemu Dadakan
"Mana Malik? Kamu tinggal dimana? Panti?" Baru saja duduk di kursi cafe yang baru kumasuki, sudah diberondong pertanyaan oleh ibu mertua. Pasti karena melihatku yang datang sendirian menemuinya. Mama Lila memintaku bertemu di sini. Hanya berdua dan dia memang datang sendiri, tidak dengan siapapun apalagi dengan Mas Surya. Entah seperti apa kabarnya sekarang? Bisa jadi dia sedang berbahagia karena telah terbebas dariku. Dari wanita yang ingin sekali diceraikannya tapi terhalang keadaan dan ibunya. Sebenarnya aku yang lebih dulu menghubunginya untuk memberitahukan kalau keadaan kami baik-baik saja dan memintanya untuk tidak mencemaskan kami. Itu juga atas desakan Bunda Aya. Kuceritakan padanya kalau telpon dari Mama Lila maupun Mas Surya sengaja kuabaikan, dan beliau kecewa. Tindakanku itu dianggapnya sama saja telah memutuskan hubungan dan akses ke Malik, padahal bukan seperti itu maksudku. Sudah kukirim pesan pada mereka kalau kami baik-baik saja dan aku butuh waktu sendiri. Sudah
Read more
Keputusan Final
"Kerjaan seperti itu mana ada masa depannya. Tiap bulannya tidak tentu dapat berapa. Iya untung, kalau rugi gimana? sama saja bangkrut. Sudah, Mama bilang balikan saja sama Surya. Mama pastikan anak mama itu tetap di sampingmu, nggak bakalan lagi sama si itu. Tetap kamu yang istrinya. Mama yang pastikan. Kamu mau apa akan Mama usahakan. Yang jelas juga kehidupan Malik bakal terjamin. Tak perlu susah kerja apalagi hanya dari online shop. Surya tidak kerja pun, Mama masih sanggup menafkahi kalian. Bagaimana?" "Kalau kamu tetap keukeh pisah, kamu akan menyesal. Bukan hanya kehilangan suami, anak pun akan lepas dari genggamanmu. Paham kan maksud Mama?" Masih teringat jelas perkataan Mama Lila tersebut di benakku setelah kujelaskan pekerjaan apa yang sedang kugeluti. Namun sayangnya bukan diapresiasi, malah sebuah ancaman yang timbul untuk mencegahku berpisah dari anaknya. "Medina boleh tanya?" Aku bukan menjawab pertanyaannya malah bertanya balik. Alisnya naik sinyal menunggu tanyaku
Read more
Semuanya Dipermudah
Hari ini aku bersiap ke kantor pengadilan agama untuk mengajukan gugatan cerai. semua dokumen sudah siap tinggal ajukan saja ke sana. Kulakukan sendiri agar belajar mandiri karena mulai hari ini semua harus dilakukan sendiri tanpa bantuan Mas Surya ataupun keluarganya. Kuharap Mas Surya tidak mempersulit keinginanku tersebut. Kalau dia berniat menghalangi, maka baru aku menggunakan jasa pengacara untuk membantu proses perceraian kami agar berjalan lancar dan lebih cepat selesai. Lagipula aku sudah mempunyai persiapan yang matang untuk hal ini. Bukan hanya asal jalan tanpa tahu medan yang akan dihadapi kedepannya. Terutama menghadapi Mama Lila. Aku merasa ia masih berat untuk melepaskanku. Ponselku berdering dan aku tahu itu dari Mas Surya. Sudah puluhan kali dia menghubungi dari semalam. Sudah kuterima juga dan tidak diabaikan lagi setelah mendapatkan nasihat dari Bunda. Namun herannya ada saja hal yang dikatakannya yang menurutku itu bukan sesuatu yang penting. Yang membuatku mala
Read more
flashback Pertemuan Kami
Aku tersenyum kecut mendengar permintaannya tersebut. Entah, apakah kalimat itu berupa permintaan atau peringatan? Aku tak peduli. Aku tidak ingin repot memikirkan apa nama yang pas untuk kalimatnya tersebut. Lucu. Sekarang dia yang merasakan apa yang dulu kurasakan. "Bagaimana rasanya? Tidak enak kan hidup dalam kecurigaan." Aku memajukan badan mengatakannya sambil berbisik, agar terdengar syahdu di telinganya. "Oh, jadi kamu sengaja membuat Surya seperti itu? Mau balas dendam padaku, begitu?"Nadanya terdengar ketus. Terdengar ada kemarahan di sana. "Sengaja?" Aku tertawa kecil. "Jangan samakan aku denganmu, Rel. Kita berbeda. Aku bukan sepertimu yang memang punya niat sengaja mencuri suami orang." Aurel tercengut. Aku tahu dia tidak suka dengan apa yang barusan kukatakan. Namun memang itu kan kenyataannya? "Aku tak pernah meminta Mas Surya menghubungiku terus. Apalagi mengajak bertemu, tidak! Justru dia sendiri yang menghubungi lebih dulu dengan alasan kangen." Sengaja aku
Read more
Cerita Aurel
Pov Surya "Kamu kenapa Rel?" Aku bingung melihat Aurel berlinang air mata membukakan pintu untukku. Dia bilang sakit kepala dan minta dibelikan obat pereda nyeri, makanya dengan cepat segera ke rumahnya setelah pulang kerja, tapi kenapa disambut dengan air mata? Apa sakit kepalanya separah ini? Setahuku dia memang suka vertigo. "Istrimu itu jahat, Ya." Sesegukan Aurel menjawab. "Istriku? Medina?" Memastikan, karena sampai sekarang secara hukum aku dan Medina masih sah sebagai suami-istri. Aku pun juga belum mengucap kata talak untuknya. Aurel mengangguk lemah. "Dia … dia mengancamku."Aku terkejut mendengarnya. Keningku seketika mengkerut. "Mengancam?" ulangku bertanya. Aurel mengangguk meyakinkan. "Dia juga menghinaku sebagai wanita murahan karena telah merebutmu darinya. A–aku tidak begitu Ya, aku tidak serendah itu. Aku tidak sengaja merebutmu dan aku tak bisa mencegah rasaku padamu. Ini soal hati, siapa yang bisa mencegahnya? Kenapa bisanya hanya menyalahkanku? Padahal dia s
Read more
Aurel Sakit
Pov Surya Tak mengerti dengan insting seorang wanita. Kenapa selalu tepat? Kenapa feelingnya selalu benar? Seperti yang barusan ditanyakan Aurel. Kenapa dia bisa tepat menduga kalau aku belum rela berpisah dari Medina? Mungkin sekarang harus hati-hati dalam berucap. Salah sedikit saja bisa jadi bumerang buat diriku sendiri. Aurel lagi peka. Dia sering marah-marah tak jelas apalagi kalau membahas Medina. "Kenapa jadi merembet ke sana, Rel? Bukan itu maksud dari ucapanku barusan. Percayalah." Aku mencoba berkelit. Mencoba meyakinkannya. "Entahlah Ya, aku mulai ragu denganmu. Sikapmu pada Medina beda. Aku merasa kamu mencintainya juga." Aurel menundukkan kepalanya ke bawah. Nada bicaranya terdengar sendu. Aku tidak suka mendengarnya. Aku tidak suka melihatnya bersedih karenaku. "Maaf. Aku hanya belum terbiasa saja berpisah dengannya. Dulu setiap pulang kerja selalu melihatnya di rumah bersama Malik. Sekarang karena kami memutuskan berpisah, ada yang beda saja. Seperti ada yang hila
Read more
Kisah Masa Lalu
pov Surya Aku mendongak menatap ke arah Mama saat ia membuka obrolan di meja makan. Kami berdua makan malam bersama. "Medina sehat. Malik juga. Anak itu semakin membuat Mama gemas, Ya. Lucu dan pintar," sambungnya lagi setelah tak ada sahutan dariku. Namun ia tahu aku menyimaknya bicara. Telingaku mendengar meski tangan ini aktif memasukkan makanan ke dalam mulut. Terdengar helaan napas panjang Mama. Ia juga menghentikan aktivitas sendok dan garpu yang beradu di piringnya. "Apa perceraian kalian tidak bisa dihentikan? Mama masih berat menerima kalian berpisah." Aku ikutan menghentikan aktivitas makan. "Sudah dari awal Surya bilang yang menginginkan perpisahan ini Medina, Bu. Surya juga sudah membujuknya untuk rujuk tapi ditolak. Medina keukeh tetap ingin bercerai." "Mama sudah peringatkan dari awal jauhi Aurel. Jauhi Aurel nanti rumah tanggamu bakal hancur. Iihat! Benar kan?"Lagu lama diulang kembali. Ini sudah yang kesekian kali dikatakannya padaku. Seolah tidak bosan men
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status