Semua Bab Karena Kita Orang Miskin: Bab 11 - Bab 20
49 Bab
Bab 11
Karena Kita Orang Miskin (11)Sepanjang perjalanan pulang dari rumah keluarga Mas Mamat, aku sempat melihat beberapa orang tampak bisik-bisik saat aku lewat. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tak peduli. Semoga saja bukan gosip aneh-aneh seperti yang tadi kudengar dari puteri sulungku.Sisa hari kujalani seperti biasa. Tak terlalu ada sesuatu yang aneh atau istimewa. Anak-anak bangun tidur, salat, berangkat mengaji, kami berempat salat berjamaah, makan malam, lalu tidur. Aku malah ingin hari cepat berlalu sampai lusa agar segera bisa bertemu Mas Dadang.Saat tidur, aku kembali memimpikan Mas Dadang. Mimpinya masih sama. Mas Dadang menanjak bukit sambil menggandeng anak laki-laki. Entah apa arti mimpi itu, aku belum mengerti.Paginya, rutinitas kami--aku dan anak-anak--berjalan seperti biasanya. Sebenarnya, hari ini aku berencana mengajak anak-anak untuk menjenguk neneknya yang dijadwalkan pulang dari rumah sakit hari ini. Namun, urung kulakukan setelah Mbak Lulu mengatakan bahwa ib
Baca selengkapnya
Bab 12
Karena Kita Orang Miskin (12)Aku terpaksa menghentikan makan dan berjalan ke arah pintu. Begitu juga dengan anak-anak yang tampak antusias. Mereka terlihat buru-buru menghabiskan makanan di piring yang tersisa sedikit.Saat membuka pintu, tak kudapati Mas Dadang, melainkan ibunya. Ibu mertuaku itu datang dengan wajah yang mengisyaratkan kemarahan."Ibu? Mari masuk, Bu," tawarku.Tanpa menjawab, beliau langsung masuk dan duduk di kursi ruang tamuku."Ibu mau minum apa? Biar saya buatkan.""Nggak usah! Suruh anak-anakmu main, sana! Ada hal penting yang mau saya bicarakan sama kamu!" Suara ibu mertua terdengar tegas dan penuh penekanan."Baik, Bu," balasku.Aku lantas ke belakang dan memberikan selembar uang lima ribu rupiah pada Kasih."Kakak ajak adek-adek jajan, ya!" Perintahku pada Kasih."Iya, Bu. Makasih," jawab Kasih. Kedua adiknya pun mengatakan hal yang sama."Sama-sama, Sayang-sayangnya Ibu." Aku mengecup kening ketiganya bergantian sebelum mereka menghilang dari balik tirai p
Baca selengkapnya
Bab 13
Karena Kita Orang Miskin (13)Aku menuju ruang tamu setelah mengatur napas berkali-kali. Sebenarnya, aku enggan untuk bertemu Mas Bambang. Tetapi, aku juga harus menegaskan sesuatu padanya. Juga bertanya tentang tujuannya datang ke sini.Aku duduk setelah meletakkan gelas berisi teh manis di sisi meja yang menghadap Mas Bambang. Sekilas mata kami bertemu, tapi aku segera memalingkan wajah. Takut kalau akan semakin menimbulkan fitnah. Mas Bambang menyeruput tehnya secara perlahan seraya matanya--kuperhatikan--sesekali mengerling ke arahku.Baru setelah dia menaruh kembali cangkir teh yang tinggal setengah, aku mengeluarkan tanya, "Maaf, ada apa, ya, Mas ke sini?""Saya hanya ingin menyampaikan amanah dari Mba Arin," jawabnya santai seraya menyandarkan tubuh ke sandaran kursi plastik yang didudukinya."Bisa langsung ke intinya saja?""Sepertinya kamu sedang berusaha menghindari saya, Ratna. Apa saya ada salah?""Tolong, Mas! Langsung ke intinya saja! Saya tidak punya banyak waktu." Aku
Baca selengkapnya
Bab 14
Karena Kita Orang Miskin (14)Sungguh, aku tak menyangka akan dipisahkan dengan Mas Dadang seperti ini. Dunia dan harapanku runtuh bersamaan kenyataan pahit yang kudengar. Tak sanggup lagi rasanya aku menjalani hari-hari setelah ini. Mas Dadang pergi bersama separuh hati dan jiwaku.Setelah menenangkan diri dan menghapus sisa air mata, aku berjalan gontai ke rumah. Mas Bambang yang datang entah kapan, menawarkan bantuan untuk mengantar, tapi kutolak. Takut semakin menjadi fitnah.Di sepanjang perjalanan menuju rumah, aku kembali tak kuasa menahan bendungan air mata. Setiap sudut desa ini mengingatkanku pada Mas Dadang. Semua kenangan kami di jalan desa semakin membuatku hancur.Mas ... kenapa kamu pergi tinggalin aku dan anak-anak? Lututku melemas. Aku seperti bisa melihat kejadian dulu saat kami pertama kali sampai ke desa ini. Hari itu, Mas Dadang mengajakku ke tanah kelahirannya untuk mengenalkan diriku pada keluarganya.Seperti sebuah film yang diputar di layar besar, aku melihat
Baca selengkapnya
Bab 15
Karena Kita Orang Miskin (15)Meski sudah lewat sebulan dari kabar tentang meninggalnya Mas Dadang, hatiku masih juga belum mampu menerima. Ada rasa yang kuyakini, tapi tak dapat kuungkap pada siapa pun. Aku merasa Mas Dadang belumlah meninggal meski surat keterangan yang dibawa Mas Mamat masih tersimpan rapi di kamar.Anak-anak pun seolah merasakan hal yang sama. Beberapa kali aku kedapatan mereka menceritakan firasat itu satu sama lain. Bahwa mereka yakin ayahnya akan pulang, entah kapan.Terkadang, aku juga membayangkan hal itu terjadi. Mas Dadang masih hidup dan pulang ke rumah ini. Kembali bersama kami dan menjemput bahagia bersama.Sebulan ini, sudah beberapa kali ibu mertua datang ke rumah kami. Beliau datang berkunjung membawa beberapa barang. Kadang buah, kadang cemilan untuk anak-anak, juga sesekali mainan.Entah mengapa, aku melihat duka yang mendalam dari tatapan beliau setiap meliat anak-anakku. Mungkin beliau sama rindunya dengan kami pada Mas Dadang. Bukankah seorang ib
Baca selengkapnya
Bab 16
Karena Kita Orang Miskin (16)PoV DadangSebagai seorang anak laki-laki, aku sadar betul akan tanggung jawab. Meski sudah menikah, aku tetap berkewajiban menafkahi orang tua. Itulah sebabnya aku menurut saat Ibu dan Bapak meminta agar aku, istri, dan anak sulung kami kembali ke desa untuk mengurusi ladang milik keluarga kami.Awalnya memang berat untuk menerima pilihan itu. Posisiku di kantor yang sudah terbilang baik, harus kulepaskan begitu saja. Karir yang kubangun bertahun-tahun, harus rela kutanggalkan demi bakti pada orang tua.Syukurlah, aku beristrikan seorang wanita berhati lembut bak bidadari seperti Ratna. Yang saat kuminta pendapatnya, dia mendukung apa pun langkah yang kupilih. Sungguh beruntung aku memilikinya."Kapan lagi kita bisa berbakti pada orang tua, Yah, kalau bukan sekarang?!" Itu jawaban Ratna saat aku tengah bimbang memilih jalan keluar."Berbaktilah selagi kita mampu, Yah. Ibu akan dukung apa pun keputusan Ayah. Tapi, akan lebih baik bila kita bisa memaksimal
Baca selengkapnya
Bab 16b
Karena Kita Orang Miskin (16b)Tiga bulan pertama kedatanganku ke proyek, semua berjalan lancar. Aku masih rutin mengirimkan kabar dan uang kepada istri. Gaji yang tertunda membuatku malu untuk menghubungi Ratna. Juga karena aku kehabisan uang untuk sekadar mengisi pulsa.Jangankan gaji, uang tabungan hasil lemburku pun tak terbayarkan oleh mandor proyek. Dia beralasan akan dibayar langsung semuanya setelah proyek rampung, beserta bonus. Janji manis itu yang akhirnya membuatku dan empat puluh pekerja lainnya bertahan tanpa gaji hingga dua bulan lamanya. Sialnya, setelah proyek benar-benar rampung, kami ditinggal begitu saja tanpa sepeser pun uang hasil keringat.Banyak dari kami--para pekerja proyek--yang kesulitan untuk pulang ke rumah. Kebanyakan dari kami pun malu untuk kembali ke rumah tanpa sedikit pun rupiah. Hal itu mendorong separuh dari kami memilih menempuh jalur lain untuk menghasilkan uang. Aku dan sembilan belas orang lainnya sepakat untuk berangkat menuju tambang emas ya
Baca selengkapnya
Bab 17a
Karena Kita Orang Miskin (17)PoV Dadang (2)Saat tersadar, napasku terasa tercekat. Bagaimana tidak, aku berada dalam timbunan tanah. Susah payah kugerakan tubuh. Namun, tubuhku terlanjur tertimbun. Untunglah wajahku tak terlalu tertimbun, hingga aku masih bisa bernapas meski sulit.Mataku memandang sekeliling. Tak kudapati teman-teman seregu. Entah mereka berada di mana. Mungkinkah mereka pergi meninggalkanku? Atau mereka juga tertimbun tanah sepertiku?Ingin rasanya berteriak memanggil mereka. Namun, sayang, aku tak sanggup mengeluarkan suara. Mulutku terasa kering dan penuh tanah.Aku harus bisa mengeluarkan diri dari timbunan tanah merah ini. Aku harus berusaha meski sulit. Jangan sampai aku mati konyol di sini.Kucoba perlahan menggerakan telapak tangan. Rasanya sulit sekali. Tanganku terasa jauh lebih berat dari bobot tubuhku. Butuh waktu cukup lama agar jariku bisa bergerak. Saat itu juga, kugali pelan tanah dengan jari-jari di kedua tangan.Meskipun sulit, aku terus mencoba.
Baca selengkapnya
Bab 17b
Karena Kita Orang Miskin (17b)PoV Dadang (2)Astaghfirullah ....Aku terjatuh. Tubuhku terguling-guling ke bawah. Sekujur tubuhku terasa perih karena bergesekan dengan entah apa selama terguling. Kepalaku pun beberapa kali terbentur benda keras yang tak dapat kupastikan itu apa. Aku terus terguling hingga akhirnya tubuhku mendarat di tanah lembab.Saat mendarat, aku tak bisa membuka mata. Kepala yang sakit luar biasa membuatku tak mampu untuk membuka mata. Entah apa yang akan terjadi lagi padaku, aku sudah pasrah.Aku tersadar saat tanganku menyentuh sesuatu yang basah. Benar saja, saat membuka mata, aku melihat danau di samping tubuhku. Lebih tepatnya, aku tergeletak di tepi danau.Ah ... tubuhku rasanya sangat sakit saat digerakkan. Seperti semua tulangku patah. Aku sampai menjerit saking tak kuat menahan rasa sakitnya.Karena tak kuat menahan sakit yang semakin menjadi, aku tak mampu bergerak. Kepalaku seperti mau pecah rasanya. Seperti ada ribuan jarum yang menusuk setiap inci tu
Baca selengkapnya
Bab 18
Karena Kita Orang Miskin (18)Jantungku berdetak tak menentu karena mendengar suara yang memanggilku dari balik pintu. Suara itu, aku yakin betul milik Mas Dadang. Tetapi, apakah benar itu suamiku yang dikabarkan telah meninggal dunia.Kumantapkan diri sebelum mendekat ke pintu dan membukanya. Berkali-kali kuatur napas sebelum meraih gagang pintu. Mudah-mudahan saja benar Mas Dadang yang datang."Mas Dadang?" sapaku pada laki-laki yang sedang berdiri membelakangi pintu.Sontak, laki-laki itu berbalik. Benar, itu Mas Dadang! Alhamdulillah ....Tanpa menunggu lama, aku langsung menghambur dalam pelukannya. Menumpahkan tangis sambil memukul pelan dadanya."Mas ke mana aja? Kenapa baru datang sekarang?" tanyaku dalam tangis.Mas Dadang tak menjawab, dia malah menuntunku untuk masuk ke rumah dan langsung menutup pintu rapat-rapat.Di dalam ruang tamu, aku kembali memeluknya. Menumpahkan resah dan gelisah selama ini lewat deraian air mata. Sementara Mas Dadang hanya diam seraya membelai ram
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status