All Chapters of Bahagia Setelah Dibuang: Chapter 91 - Chapter 100
128 Chapters
Bab 90
Aldo Ditangkap Polisi 2Waktu terus berjalan, hingga akhirnya anak kami lahir, berjenis kelamin laki-laki. Kami sangat bahagia menyambut kehadiran putera kami tersebut. Aldo jadi semakin jarang ke luar rumah. Sampai detik ini, aku tidak mendapatkan kabar apa-apa tentang perselingkuhan yang mungkin dilakukan Aldo. Kata Indri, dia tidak pernah melihat atau mendengar Aldo menelepon dan menemui wanita lain. Mungkin semua yang dikatakan Aldo dulu adalah benar, dia tidak berselingkuh, hanya aku saja yang terlalu curiga. "Do, kita panggil satu orang baby sitter, ya. Aku bosenlah kalau tiap hari terus-terusan di rumah. Sekali-sekali, aku pengen juga kumpul sama temen-temenku," ujarku pada Aldo sewaktu kami sedang memandikan Farel. Ya, kami memberinya nama Farel. Usianya kini sudah tiga bulan. "Terserah kamu, Sayang. Aku setuju aja. Yang penting kamu bahagia," sahut Aldo seraya membelai lembut kepala ini. "Oke, nanti aku tanya Melly. Kemarin dia nawari baby sitter ke aku. Mudah-mudahan mas
Read more
Bab 91
Aku menjauhkan ponsel dari telingaku, menggenggamnya dengan sangat kuat sampai tangan ini terasa bergetar. Apa yang telah dilakukan Aldo sampai dia berurusan dengan polisi? Apa dia telah memasukkan barang curian ke toko? Atau apa?Tunggu...ada yang aneh, kenapa Aldo ditahan di kantor polisi di daerah sini? Bukankah dia sedang berada di luar kota? Ada apa ini? Apa ternyata Aldo sebenarnya sudah kembali ke sini? Trus dia membohongiku? Tapi, waktu ditelepon tadi dia mengatakan kalau dia baru bisa pulang besok. Ada apa sebenarnya? Apa yang sudah dilakukannya?"Git...Gita! Ada apa? Siapa yang ditahan?" Panggilan Melly membuyarkan lamunanku. Sahabat yang selama ini menjadi teman curhatku itu tampak khawatir melihat aku yang diam saja setelah menerima telepon dari polisi. "Aldo, Mel, Aldo ditahan di kantor polisi," sahutku lirih. Hatiku bergemuruh hebat. Aku belum yakin benar dengan kabar yang baru saja kuterima. "Kok bisa? Salah apa dia?" tanya Melly lagi, raut wajahnya juga menunjukkan
Read more
Bab 92
"Tunggu di sini saja, Bu. Saya akan membawa Pak Aldo ke sini,"ujar polisi tersebut seraya menunjuk ke dua buah bangku panjang yang dipisahkan oleh sebuah meja kayu di tengah-tengahnya. "Baik, Pak," sahutku, lalu aku duduk di salah satu bangku panjang tersebut.Aku mengitari ruangan ini d ngan pandanganku. Rasanya agak sedikit berbeda dengan ruangan yang berbentuk lorong tadi, terasa lebih l ga dan segar, mungkin karena ada fentilasi udaranya, walau hanya sedikit. Tak lama, polisi tadi datang bersama Aldo. Aldo langsung mengambil tempat duduk tepat di hadapanku. Wajahnya sangat memelas, dengan pakaian yang sangat lusuh dan rambut acak-acakan, dia menatapku sendu. "Git, tolong aku, Git! Keluarkan aku dari sini! Aku tidak bersalah, Git. Aku dijebak," ujarnya memelas. Aldo ingin meraih jemari tanganku, namun cepat aku menarik tangan dari atas meja. Tak sudi rasanya bersentuhan dengan lelaki kotor, yang sudah menghianatiku."Dijebak? Kau pikir aku percaya dengan semua omong kosongmu? D
Read more
Bab 93
Pagi-pagi sekali, aku sudah bersiap hendak berankat ke toko. Aku akan mengambil alih semua hal di toko. "Bi Darmi, saya langsung berangkat, ya. Saya sarapan di luar saja. Buru-buru soalnya. Tolong jaga dan awasi anak-anak, ya. Terutama,Ningsih, tolong awasi dia agar lebih teliti merawat Farel!" ujarku kepada Bi Darmi yang sedang mencuci piring di dapur."Iya, Bu. Ibu mau kemana? Pagi-pagi begini sudah siap-siap mau berangkat," tanyanya hati-hati."Saya mau ke toko. Mulai hari ini, saya yang akan menangani urusan toko," ujarku lagi."Oh, baik, Bu," sahutnya, dari raut wajah Bi Darmi sepertinya ada sesuatu yang ingin ditanyakan, tapi mungkin dia tidak nerani. "Ya, sudah, saya berangkat dulu ya." Aku bergegas berjalan menuju garasi mobil. Lalu pergi meninggalkan rumah.Susana di jalan raya sudah lumayan ramai. Aku berpacu dengan beberapa sepeda motor yang hilir mudik mengatar anak sekolah, ada juga yang membawa barang dagangan. Tak kalah sibuknya, truk-truk bermuatan baramg-barang yang
Read more
Bab 94
Sudah satu minggu aku menjalankan usaha toko materil ini sendirian. Indri yang kuharapkan dapat membantu tak lagi datang bekerja, bahkan kabarnya pun aku tidak tahu. Tak ada satu orang pun teman kerjanya yang mengetahui tentang kabar dan keberadaannya.Selama satu minggu aku memeriksa pembukuan yang Aldo buat, aku menemukan banyak kejanggalan. Uang yang diserahkan Aldo setiap hari, setelah toko tutup tak sesuai dengan barang-barang yang terjual pada hari itu. Sepertinya Aldo mengeluarkan banyak uang, tapi entah untuk apa. "Permisi, Bu. Ada dua orang lelaki mencari Pak Aldo," ucap Tio, salah seorang pekerjaku. "Siapa dan mau apa?" tanyaku heran."Tidak tau, Bu," sahutnya pelan."Ya, sudah. Suruh masuk saja!"Tio kembali bersama dua orang berpostur tegap tinggi, berpakaian preman dengan wajah yang sangar. Aku meminta Tio kembali ke pekerjaannya."Anda istrinya Aldo?" tanya salah seoramg dari mereka. "Kemarin, iya. Sekarang sudah tidak lagi. Karena saya sudah mengurus perceraian denga
Read more
Bab 95
"Persediaan obatmya masih ada, Bi?" tanyaku sembari berjalan menuju kamar Mayra."Sudah hanis, Bu. Tadi sudah saya minumkan, tapi tidak ada reaksi. Hanya sisa sekali minum itu aja," sahut Bi Darmi panik. "Ya, sudah kita bawa Mayra ke klinik. Ayo, Bi, cepat!" Aku dan Bi Darmi bergegas membawa Mayra menuju klinik. Namun, baru saja kami sampai di depan pintu, Mbak Ningsih berseru memanggil."Bu...Ibu! Farel muntah-muntah terus. Kasihan, badannya sampi lemas," teriaknya dari dalam kamar Farel.Ya Tuhan, masalah apa lagi ini. Kenapa di saat aku sedang banyak masalah, kedua anakku sakit secara bersamaan. "Bentar ya, Bi. Saya lihat Farel dulu," ujarku pada Bi Darmi. Wanita paruh baya yang sedang menggendong Mayra itu mengangguk lalu duduk di sofa bersama Mayra."Lihat, Bu! Farel muntah terus. Badannya juga terasa dingin," kata Ningsih begitu aku sampai di kamar Farel."Kita bawa Farel sekalian ke klinik. Saya tidak tahu harus bagaimana lagi. Ayo, Mbak, kita bawa segera!" Tanpa pikir panj
Read more
Bab 96
"Berarti pas awal permisi dari sini, dia langsung lergi, ya. Ya, sudah, terima kasih sudah membantu saya, ya, Restu. Ini ada sedikit uang untuk mengganti minyak motor kamu." Aku menyerahkan uang kertas berwarna merah sebanyak satu lembar kepada Restu. Malu-malu dia menerimanya, tapi mau juga. "Oya, besok semua barang-barang dari toko cabang akan tiba di sini. Jadi saya harap tidak ada yang izin, ya. Kalau ada temanmu yang ingin bekerja di sini, silakan. Saya butuh satu oramg cewe untuk membantu saya di kasir." ujarku pada Restu sebelum dia beranjak dari hadapanku."Iya, Bu. Saya punya sepupu perempuan. Besok saya suruh datang ke sini ya, Bu." sahut Restu semringah. Lalu dia minta izin untuk melanjutkan pekerjaannya. *Keesokan harinya, ketika kami sedang sibuk menurunkan dan menata barang-barang yang baru datang dari toko cabang. Aku dikejutkan demgan kedatangan Indri. Wajahnya terlihat sangat pucat, tubuhnya juga sedikit kurus. "Indri? Kamu kenapa? Kamu sakit?" tanyaku pada peremp
Read more
Bab 97
"Saya minta maaf, Mbak. Tolong saya, izinkan saya bertemu Bang Aldo. Saya sudah cari ke rumah kalian, tapi katanya rumah itu sudah dijual. Makanya saya ke sini," ujar Indri lagi dengan linangan air mata. Posisinya masih berlutut di kakiku."Berdiri, aku bilang berdiri," tegasku pada Indri. Perempuan muda yang katanya sedang mengandung anak Aldo itu menuruti kata-kataku. Kini kami sudah saling bersitatap."Kau mau tau dimana Aldo sekarang?" tanyaku lagi dengan penuh penekanan. Aku menatap nyalang mata Indri. Tatapannya penuh harap, tampaknya dia sangat ingin bertemu dengan lelaki si*lan itu."Iya, Mbak. Aku harus ketemu, Bang Aldo. Aku ingin minta pertanggung jawabannya. Aku malu kalau sampai pulang kampung dalam keadaan hamil tanpa suami. Mau ditaruh dimana mukaku. Tolong aku, Mbak. Aku rela jadi yang kedua," ujarnya sangat-sangat memelas."Hahahha. Hamil tanpa suami? Itu salahmu sendiri. Kamu kan yang mau ditiduri sama si Aldo? Tanggung sendiri akibatnya. Kamu tau? Aldo sekarang dita
Read more
Bab 98
Sudah sebulan berlalu, sejak Indri datang ke toko, dia tak pernah lagi muncul seperti waktu itu. Mungkin dia sudah menemui Aldo di penjara, dan sudah tahu cerita sebenarnya seperti apa. Makanya, dia tidak lagi menuntut uang dariku. Aku masih menikmati sarapan bersama kedua anak-anakku, ketika ponselku berdering. Gegas aku memgambil hape yang kuletakkan di dalam kamar, di atas nakas. Ternyata yang menelepon adalah Mang Diman. Ada apa dia menelepon sepagi ini?"Halo, Mang Diman. Ada apa?" tanyaku pada penjaga toko itu. "I—ini, Bu. Tadi saya kaget, karena ada yang melempar pintu depan toko. Suaranya sangat keras. Lalu saya keluar untuk memeriksanya. Ternyata benar. Ada sebongkah batu yang lumayan besar di depan toko dan tepat di depan pintu masuk, ada setumpuk kotoran manusia, Bu. Sepertinya ada yang meneror toko kita, Bu," ujar Mang Diman dengan nada cemas. "Diteror? Kok bisa? Pagi-pagi begini, loh. Siapa ya?" tanyaku penasaran. Perasaan aku tidak punya musuh di sini. "Saya juga tid
Read more
Bab 99
sudahlah, aku tak mau memikirkan hal itu. Itukan hanya tebakanku saja, belum tentu benar. Setelah sampai di depan toko, aku langsung turun dan menemui Mang Diman. Mobil masih kubiarkan terparkir di depan toko."Gimana kejadiannya, Mang? Apa setelah itu ada yang meneror lagi? Maksudnya, apa ada orang yang mencurigakan mondar-mandir di depan toko?" tanyaku pada Mang Diman. Suasana toko masih sunyi, karena belum ada pekerja yang datang."Saya kurang tau pasti, Bu. Tapi begitu saya dengar suara lemparan di pintu depan, saya buru-buru keluar dan melihatnya. Ada dua orang lelaki naik motor kencang-kencang ke arah sana," terang Mang Diman seraya menunjuk ke arah perginya dua orang lelaki yang dimaksud."Mang Diman sempat lihat wajah mereka?" tanyaku lagi."Nggak, Bu. Mereka pakai helem," sahut Mang Diman."Kalau begitu, hari ini kita pasang CCTV di toko ini, Mang. Saya khawatir, mereka akan balik lagi dan membuat teror yang lebih buruk lagi.""Iya, Bu. Saya rasa itu sangat perlu," ujar Man
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status