All Chapters of Bahagia Setelah Dibuang: Chapter 101 - Chapter 110
128 Chapters
Bab 100
Tak berselang lama, ponselku kembali berbunyi. Panggilan dari Mang Diman lagi. "Halo, Mang Diman. Ada apa menelepon malam-malam begini?" tanyaku pada Mang Diman."Bu...toko kebakaran, Bu! Cepat ke sini, Bu!" seru Mang Diman dengan suara sangat cemas."Apa? Toko kebakaran?" teriakku tak percaya."Iya, Bu, cepat ke sini, Bu!" seru Mang Diman lagi. "Iy—iya, saya segera ke sana." Tak pikir panjang lagi, aku langsung meraih sweter yang tergantung di pintu kamar dan mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas nakas.Tok! Tok! Tok!"Bi...Bi Darmi." Aku mengetuk pintu kamar Mayra dan Bi Darmi seraya memanggil wanita yang menjaga Mayra itu. "Ada apa, Bu?" tanya Bi Darmi dengan mata masih mengantuk. "Saya harus ke toko sekarang. Kata Mang Diman toko kebakaran, Bi," ujarku panik. Seketika mata Bi Darmi terbelalak. Dia tak berkata apa-apa, hanya dia dengan wajah panik.Aku bergegas beranjak meninggalkan rumah. Lalu melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Suasana jalan cukup sepi. Kuhira
Read more
Bab 101
Aku dan Mang Diman baru saja keluar dari kantor polisi, untuk memberikan keterangan terait kajadian kebakaran tadi malam. Aku tak menyangka kalau otak dibalik kejadian ini adalah Indri. Dia telah membayar orang untuk menerorku, lalu membakar toko materil itu. Polisi bergerak cepat. Malam itu juga, setelah mendapat keterangan dari peaku yang tertangkap, mereka langsung menangkap Indri yang hendak kabur. Indri dan kedua orang tuanya sedang menunggu bus di terminal kota. tanpa perlawanan, polisi membawa mereka ke kantor.Aku sempat berbicara dengannya tadi. Teryata dia sangat dendam padaku karena perlakuanku yang kasar kepadanya waktu itu. Ditambah lagi, kelihatannya dia stress berat karena Aldo di penjara. Entah dari mana dia mendapatkan uang untuk membayar orang-orang suruhan tersebut. Untuk kejadian kemarin, tentu bayarannya sangat mahal. Semoga pihak berwajib dapat menguak tuntas peristiwa ini. Aku duduk di sebuah bangku, di bawah pohon ketapang, dekat area parkir. Lalu mengeluark
Read more
Bab 102
Tio memgerling ke arah Restu, tapi, Restu malah tertunduk."Ada apa ini? Kenapa semua mendadak diam? Apa sebenarnya yang ingin kalian sampaikan? Katakanlah, saya tidak akan marah," ujarku lagi. "Itu, Bu, anu...kami mau minta gaji bulan ini. Kebetulan ini sudah tanggal satu, biasanya Ibu memberi gaji kepada kami setiap tanggal satu. Tapi, kami memakluminya karena kemarin terjadi musibah," ujar Restu hati-hati sekali."Ya, ampun. Jadi masalah gaji. Kalian pikir saya akan lari dari tanggung jawab, makanya tadi kalian mengira saya sembunyi?" ujarku seraya tertawa."Kami minta maaf, Bu. Tak seharusnya kami bersikap begitu," ujar Tio, diikuti anggukan dari teman-temannya."Tenang! Kalian tidak usah takut. Barusan saya sudah menjual mobil, jadi uang gaji kalian akan saya bayarkan hari ini juga. Tapi, mohon maaf, saya tidak dapat memberi kalian pesangon, karena saya sudah tidak punya apa-apa lagi. Saya harap kalian mengerti," ujarku sedih."Iya, Bu. Tidak apa-apa, kami paham kondisi Ibu," uj
Read more
Bab 103
Tiga bulan kemudian.Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu rumahku sambil berteriak,"Git...Gita, keluar kamu!" Itu suara pemilik kontrakan, pasti ingin menagih uang sewa kontrakan. Dengan susah payah aku bangkit dari atas tempat tidurku, lalu membukakan pintu untuk Bu Joko, pemilik kontrakan ini."ya, Bu, ada apa?' tanyaku lemah."Mana uang sewa kontrakan bulan kemarin dan bulan ini? Kamu sudah telat dua bulan," tegasnya dengan lantang. Matanya melotot menatapku."Maaf, Bu. Uangnya belum ada, kemarin saya belikan susu Farel, karena susunya sudah habis," ujarku lirih. Biasanya tiap bulan aku mendapat bantuan dari orang dermawan bernama Pak Azis. tapi, sudah dua bulan ini dia tak lagi datang ke sini. Kabar terakhir yang kuterima, katanya beliau sudah meninggal."Ah, kamu banyak alasan. Pokoknya kalau dalam waktu satu minggu kamu gak bayar sewa kontrakan, kamu harus angkat kaki dari sini. Yang mau sewa kontrakan saya sudah antri, jadi kalau kamu tidak mau bayar, terpaksa saya akan me
Read more
Bab 104
POV RISAHari ini, Bang ardi mengajakku untuk menghadiri sebuah acara resepsi pernikahan. Acaranya diadakan di kampung yang berada di lokasi panti asuhan yang sudah kami bina selama kurang lebih setahun ini. Penghuni panti asuhan sudah ramai. Mereka datang dari berbagai wilayah di kota ini.Aku sangat senang sekali, akhirnya mimpiku jadi kenyataan. Sejak lama aku ingin memiliki sebuah panti asuhan yang menampung anak-anak jalann yang tidak mempunyai orang tua lagi dan hidup terlantar di jalanan. Hatiku sangat peri ketika mendengar kabar ada anak yang ditinggalkan orang tuanya di jalan, atau anak-anak yang terpaksa hidup di jalanan karena tidak punya rumah."Kita berangkat sekarang, Sayang?" tanya Bang Ardi setelah aku keluar dari dalam kamar. "Ayo! Anak-anak dimana? Apa mereka sudah rapi?" tanyaku balik."Sudah, Bu. Tama sudah ganteng, dan Adinka sudah cantik," ujar Mbak Susi sembari menggendong Adinka.Aku dan Bang Ardi telah dikaruniai seorang anak perempuan yang sangat cantik. Adi
Read more
Bab 105
Sebenarnya, aku sudah lama mengubur dalam-dalam kenangan buruk bersama keluarga ini. Tapi, kalau bertemu mereka luka itu seolah berdarah lagi. Semua peristiwa yang kualami dulu hadir di pikiranku, membuat hatiku menjadi peri. Tapi, hari ini, suamiku ternyata telah bersepakat dengan mereka untuk mempertemukan dengan keluarga mantan suamiku yang telah menorehkan luka begitu dalam di hati ini. "Baiklah, aku bersedia memaafkan kalian. Aku juga tak ingin mendendam kepada siapa pun, apalagi kepada kalian, yang pernah menjadi bagian dari hidupku."Terima kasih atas kemurahan hatimu, Ris. Kami sekeluarga sangat bahagia sekali. Lepas sudah beban pikiran yang selama ini selalu menghantui kehidupan kami. "Aku ingin memperkenalkan Tama pada kalian. namun, untuk sementara waktu aku minta tak ada yang mengatakan kalau dia bukan anak kandung Bang Ardi. Dia sudah sangat dekat dengan ayah sambungnya sekarang. Aku tak ingin membuatnya sedih dengan mengatakan kalau orang yang selama ini telah mencura
Read more
Bab 105
POV ARDISudah tiga tahun lebih aku mengarungi rumah tangga bersama Risa, wanita cinta pertamaku, yang begitu aku sayangi dan cintai sepenuh hati ini. Aku merasa sangat bahagia sekali, akhirnya aku dapat mempersunting Risa menjadi istriku. Walaupun dalam kondisi dia sudah menjadi janda. Hal itu tak menjadi masalah untukku. Aku mencintainya bukan karen fisik dan statusnya, tapi, cinta ini benar-benar lahir dari hati yang paling dalam.Teringat dulu, waktu aku mulai jatuh cinta padanya, aku sering berkunjung ke rumahnya. Walaupun terkadang dia tak berada di rumah, dan aku tak dapat menemuinya, aku tidak merasa kesal. Karena, hanya ngobrol dengan ayahnya saja sudah membuatku sangat senang dan bahagia. Rasanya sama saja dengan aku ngobrol bersama Risa. Aku selalu memberikn perhatian lebih kepada Risa. Namun, sepertinya dia tak menyadari hal itu. Dia gadis yang polos. Dia tak pernah tahu kalau diam-diam aku menyukainya. Berulangkali aku mencoba untuk menyatakan perasaanku padanya. Namun,
Read more
Bab 106
Tanpa pikir panjang, aku segera kembali ke rumah. Kupacu mobilku dengan kecepatan tinggi. Akhirnya aku sampai di rumah tepat waktu dan berhasil mengusir Ridwan dari rumahku. Aku mengancamnya akan melaporkan tindakannya kepada Pak Herlambang, akhirnya dia takut dan memilih untuk pergi.Setelah kejadian itu, aku memanggil Mbok Nah dan menanyai kejadiannya secara urut. Dari penuturannya aku dapat me gorek keterangan kalau dia telah bekerjasama dengan Ridwan."Jangan pecat saya, Pak. Saya masih ingin bekerja di sini," ujarnya ketika aku hendak memberikan gaji terakhirnya sebagai asisten rumah tanggaku. Risa yang baik hati, ikut membujukku agar tak memecat Mbok Nah. Akhirnya, aku menerima lagi Mbok Nah bekerja di rumahku tapi dengan satu catatan, kalau sampai dia melakukan hal yang sama, aku akan menjebloskannya ke dalam penjara.Mulai hari itu, aku menambah satu orang baby sitter untuk membantu Susi agar bisa bergantian, dan mempekerjakan dua orang satpam untuk menjaga keamanan rumah. Aku
Read more
Bab 107
POV RISAHari ini Kami akan pulang ke kampung halaman. Rencana yang sudah kami susun jauh-jauh hari, karena hari ini betepatan dengan hari libur Bang Ardi. Ada dua tanggal merah yang berderet di kalender. Kami akan memanfaatkannya untuk mengunjungi rumah Emak dan Rumah ibu mertuaku. "Sudah siap semua?" tanya Bang Ardi bersemangat."Sudah. Ayo kita berangkat sekarang!" ujarku dengan senyum bahagia. Entah mengapa kalau yang namanya pulang kampung selalu memberikan rasa bahagia tersendiri bagiku. Kalau bisa, setiap bulan aku ingin pulang ke kampung halamanku itu. Tepat jam delapan pagi, setelah selesai sarapan, kami berangkat menuju kampung halaman. Perjalanan hari ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena jarak dari rumah kami ke sana lumayan jauh. Tama sudah duduk santai duduk di kursi tengah. Dengan berbekal jajanan yang dia sukai, pasti dia akan anteng sampai ke tempat. Sedangkan kursi bagian belakang dipenuhi barang-barang bawaan kami, termasuk beberapa oleh-oleh untuk kelua
Read more
Bab 108
POV RISA"Sudah sering di sini orang seperti itu, Bu. Pura-pura susah, aslinya karena malas bekerja," ujar salah seorang pelayan ketika kutanya."Masak sih, Bang. Sepertinya mereka tidak pura-pura," ujarku lagi."Ibu jangan mudah tertipu. Mereka itu belum ketauan aja wujud aslinya, entar kalau ketauan pasti mangkalnya pindah ke tempat lain. Percaya deh, Bu." Pelayan itu berkata dengan entengnya. Aku sampai mengerutkan kening mendengar penjelasan darinya. Masak iya, ada orang rela panas-panasan dan dianggap hina seperti itu hanya karena uang? Tapi, mungkin saja. Zaman sekarang apa-apa butuh uang, jadi manusia akan melakukan segala cara untuk mendapatkannya. Termasuk meminta-minta seperti itu."Kok, melamun, Sayang? Kenapa? Ada yang membuat hati kamu bimbang lagi?" Tiba-tiba Bang Ardi sudah kembali lagi, dan kata-katanya membuyarkan lamunanku."Nggak ada, Sayang. Risa hanya kasihan melihat keluarga itu. Anaknya masih kecil-kecil, harus ikut menantang panasnya terik matahari seperti in
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status