All Chapters of Bahagia Setelah Dibuang: Chapter 81 - Chapter 90
128 Chapters
Bab 80
POV RIDWANBeberapa bulan kemudian.Hari demi hari kulalui dengan begitu berat. Baru saja hitungan bulan aku menjalani hukuman ini, namun rasanya sangat sulit sekali. Aku hampir tak tahan. Ingin rasanya aku menyerah dan mengakhiri semuanya. Tapi, aku kasihan pada Ibu. Dia akan sangat menderita bila itu kulakukan. Untung saja, aku hanya dihukum dua tahun, dan itu berkat kebaikan Pak Ardi yang telah menolongku untuk memohon pada pihak perusahaan, agar tidak menuntut terlalu berat. Kalau tidak, mungkin aku akan dihukum lebih lama lagi.Waktu itu, dia mengunjungiku di tahanan, dan kami bicara dari hati ke hati. Aku menyampaikan penyesalanku yang sangat mendalam kepadanya, dan dia kasihan padaku. Makanya, dia berjanji akan menolongku. Dia juga yang mencarikan pengacara untuk membelaku di pengadilan. Aku benar-benar malu padanya. Dia mau menolongku, padahal aku sudah pernah berlaku tidak baik padanya dan Risa. Risa benar-benar beruntung mendapatkan suami sebaik Pak Ardi. Risa memang berhak
Read more
Bab 81
RIDWAN"Wan, apa kabar? Maafin Kakak ya, baru bisa datang sekarang. Kakak gak tau kalau kamu masuk tahanan." Kak Suci langsung menghambur memelukku begitu aku tiba di ruang kunjungan, untuk menemuinya. Dia datang sendirian. Darimana dia tahu aku ditahan di sini?"Alhamdulillah, Ridwan sehat, Kak. Kakak kemana aja? Kami sudah mencoba menghubungi Kakak. Tapi nomor telepon Kakak tidak aktif. Ibu juga sudah ke rumah Kakak. Tapi, kata tetangga, kalian pergi ke Bali. Kenapa gak kasih kabar sih, Kak?" tanyaku pada Kak Suci."Iya, Wan. Kakak minta maaf. Waktu itu Kakak dipecat dari pekerjaan, karena ada pengurangan karyawan. Perusahaan tempat Kakak bekerja, bangkrut. Kakak gak berani ngasih kabar itu, takut jadi beban pikiran Ibu. Trus, Kakak ditawari temen kerjaan lain, di Bali, Jadi, Kakak boyong anak-anak ke sana. Sebenarnya Kakak mau kasih kabar ke kalian begitu sampai di Bali, tapi dalam perjalanan, hapenya hilang, gak tau jatuh atau diambil orang. Kakak gak ingat nomor hapemu dan Ibu. Ma
Read more
Bab 82
Ridwan"Pak Ridwan, ada yang datang berkunjung." Seruan seorang lelaki berseragam polisi, membuat aku tersadar dari lamunanku."Ibu saya, Pak?" tanyaku, sembari menunggu Pak polisi membukakam pintu yang terbuat dari besi itu."Seorang wanita, masih muda. Namanya Tiwi," sahut Pak Polisi. Lalu kami beranjak meninggalkan sel, menuju ruang kunjungan.Aku duduk di depan Tiwi. Jarak kami terpisah oleh sebuah meja."Ada apa, Mbak Tiwi datang ke sini? Ibu saya di mana?" tanyaku heran. Raut wajah Tiwi kelihatan penuh kekhawatiran."Ibu sakit, Bang. Tadi pagi, Ibu jatuh di kamar mandi, setelah itu Ibu gak bisa apa-apa. Sepertinya Ibu terkena stroke. Kami langsung membawanya ke rumah sakit," terang Tiwi dengan lirih. Kesedihan terpancar dari nada suaranya."Ya, Allah. Jadi Ibu sekarang dirawat di rumah sakit? Siapa yang nemenin Ibu di sana? Ibu pasti sedang banyak pikiran." Aku meraup wajah dengan kasar. "Semua ini salahku," ucapku lagi. Lalu, aku tertunduk, diam membisu, sembari menyesali keaada
Read more
Bab 83
Ridwan"Alhamdulillah, akhirnya aku bisa menghirup udara bebas," gumamku seraya menarik napas dalam-dalam, merasakannya mengalir segar di dalam tubuhku, lalu menghelanya perlahan. Lega rasanya, aku dapat menghirup kembali udara di alam terbuka dan bebas seperti ini. Hari ini, aku dinyatakan bebas. Dua tahun sudah kujalani hidup seperti burung, yang dikurung dalam sangkar besi. Semua serba dibatasi. Makan tak kenyang, tidur pun tak nyenyak. Angan dan pikiran mengembara jauh entah kemana, namun, tubuh masih terpuruk, mendekam di balik jeruji besi.Sungguh sebuah kondisi yang sangat tidak nyaman. Hidup terkurung, berpisah dengan keluarga. Aku bersumpah, aku tak akan pernah kembali ke dalam penjara itu lagi. Biasanya, kalau orang yang baru bebas dari penjara, akan dijemput oleh keluarganya. Berbeda dengan aku, tak seorang pun datang menjemputku. Ibu masih belum dapat berjalan dengan normal. Sedangkan Kak Suci, hanya pulang sebentar saja beberapa bulan yang lalu, setelah itu dia harus kem
Read more
Bab 84
RidwanTak lama, Tiwi dan keluarganya datang dan bergabung dengan kami di ruang makan. "Perkenalkan, Pak, Bu, ini anak saya yang sering saya ceritakan," ujar Ibu dengan senyum merekah di bibirnya.Aku tersenyum, seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Ganteng anaknya ya, Bu. Kayak artis," kelakar ibunya Tiwi, membuat aku tersenyum malu-malu."Ah...Bu Salmah, bisa aja. Oya, Wan yang itu adiknya Tiwi," ucap Ibu lagi, memperkenalkan seorang pemuda, memiliki hidung yang mancung seperti Tiwi dan kulit sawo matang."Saya Dedi, Bang," ujarnya seraya menjabat tanganku dengan ramah. Aku membalas dengan senyum ramah pula. "Acara perkenalannya sudah selesai. Sekarang kita makan. Anggap saja ini acara syukuran kecil-kecilan atas kepulangan anak saya. Ayo, Pak Bu, Tiwi, Dedi, Ridwan, kita makan! Jangan malu-malu, semua hidangan ini, Tiwi yang masak," ujar Ibu seraya tertawa bahagia.Susana hangat dan penuh kebahagiaan tercipta di tengah-tengah obrolan kami sembari menikmati hidangan yang di
Read more
Bab 85
RidwanDengan napas tersengal, akhirmya aku sampai di depan pintu rumah. Aku mengetuk pintu, lalu mengucapkan salam. Ibu menyahut salam dari dalam rumah, lalu membukakan pintu."Loh, kok sudah pulang, Wan? Kenapa? Kamu kecapekan? Atau kamu sakit? Sudah Ibu bilang, kamu gak akan kuat kerja begitu. Udahlah, cari kerja yang lain saja!" cerca Ibu dengan raut wajah khawatair karena melihatku sudah pulang ke rumah pas tengah hari, dengan napas terengah-engah pula. "Nggak, Bu. Ridwan gak kenapa-kenapa. Kerjaannya gak terlalu berat kok. Ridwan masih sanggup," sahutku sembari masuk dan duduk di kursi yang terbuat dari plastik, di ruang tamu. Ibu mengikutiku masuk, lalu memposisikan kursi rodanya di hadapanku."Lalu, kenapa kamu cepat pulang?" tanya Ibu lagi. Mungkin beliau masih bingung kenapa aku pulang secepat ini."Ternyata pemilik bangunan yang sedang kami kerjakan adalah Ardi dan Risa, Bu. Tadi mereka datang bagi-bagi makanan untuk para pekerja." terangku pada Ibu."Trus...mereka ajak Tam
Read more
Bab 86
Ridwan "Ya, sudah. Kakak cari pekerjaan di sini saja!" ucapku menimpali."Tapi, Kakak mau mencoba hal lain, Wan," ujar Kak Suci semringah. Sorot matanya memancarkan sebuah semangat baru."Mencoba hal lain? Maksudnya?" tanyaku lagi. "Kakak ingin membuka toko grosir di sini. Sudah dua kali Kakak pulang ke sini, Kakak melihat belum ada toko grosir yang buka di kampung ini. Ada tanah kosong di perempatan jalan sana, yang mau dijual. Lokasinya cocok untuk berjualan. Kakak akan jual rumah Kakak, lalu uang hasil penjualan rumah akan Kakak jadikan modal berjualan. Kita sama-sama merintis usaha itu. Gimana? Kamu mau bantu Kakak, Wan?" ujar Kak Suci dengan penuh keyakinan. "Ide yang bagus. Ridwan setuju, Kak. Ibu gimana?" tanyaku pada Ibu."Ibu akan selalu mendukung apa pun itu, selama hal itu baik. Semoga usaha kalian nantinya membuahkan hasil. Ibu juga masih ada simpanan, sisa penjualan rumah kemarin. Kalau dibutuhkan, ambil saja," ujar Ibu sembari tersenyum bahagia. "Oke, semua sudah setu
Read more
Bab 87
POV GITA[Sayang, aku pulang agak malam ya, ada barang baru masuk di toko kita. Jadi, aku harus cek semuanya]Aldo mengirimkan pesan melalui aplikasi berwarna hijau. [Iya, Sayang. Hati-hati ngecek barangnya, jangan sampai salah, entar kita yang rugi]Langsung kukirim balasan kepada Aldo.[Oke, deh. Oya, mungkin aku beli makan di luar, jadi jangan ditunggu ya] balasnya lagi.[Iya, Sayang] Kukirim balasan beserta emoticon berbentuk hati.Setelah menikah, kami memutuskan untuk memanfaatkan uang yang kudapat dari Bang Ridwan, untuk membuka usaha toko materil. Aldo yang punya ide itu. "Kalau kita pakai terus uangnya, tanpa ada pemasukan, lama-lama kita akan jadi gembel dan tinggal di jalanan, karena semakin lama, uang itu pasti habis." Begitu katanya waktu itu. Maka dari itu, kami bertekad membuka usaha toko materil, kecil-kecilan, agar uang yang ada bisa berputar dan tak habis hanya untuk makan dan foya-foya saja. Kami kini telah menetap dan membeli rumah jauh di luar kota. Aldo takut
Read more
Bab 88
Pov Gita"Mel, aku ke toilet bentar ya," ujarku lalu bangkit dan beranjak menuju tolilet. Ketika aku berjalan menuju tolilet, terdengar suara Melly memanggilku. Aku menoleh padanya, dia melambaikan tangannya ke arahku agar aku kembali ke tempat duduk. Namun, karena aku terburu-buru, aku hanya menoleh ke arahnya sembari melemparkan senyum simpul. "Bentar," ucapku pelan, namun pasti Melly memgerti dengan apa yang kuucapkan, melalui gerakan bibirku. Beberapa menit kemudian, aku kembali ke tempat Melly duduk."Lama amat sih ke toiletnya. Lagian tadi disuruh balik kok malah ngeloyor aja pergi," gerutu Melly sembari mengerucutkan bibirnya. Dari raut wajahnya dia tampak kesal sekali."Memangnya ada apa sih, Mel?" tanyaku penasaran. "Tadi sepertinya aku lihat suamimu di sana, sama perempuan," ucap Melly seraya menunjuk ke arah dimana dia melihat Aldo."Gak mungkin, Aldo lagi di toko. Ada barang masuk. Dia udah izin sama aku tadi," terangku pada Melly. "Kayaknya aku gak salah lihat deh,
Read more
Bab 89
Aldo Ditangkap Polisi?Aku sedang menyisir rambut, ketika Aldo masuk ke kamar. "Sudah bangun, Sayang?" sapanya lalu mendekati dan ingin menciumku. Namun, aku mengelak."Mandi dulu, gih. Bau alkohol di badanmu belum hilang, membuat aku mual," ujarku masih terus menyisir rambut. Aldo tersenyum seraya menggaruk kepalanya. Lalu mengambil handuk yang tersangkut di di dinding dekat pintu kamar mandi. Dia langsung melaksanakan ritual mandinya.Aku beranjak ke luar kamar menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan, kulihat Bi Darmi sedang sibuk menata makanan di atas meja makan. "Masak apa, Bi?" tanyaku pada wanita paruh baya itu. Bi Darmi memang tinggal di rumah kami, karena dia darang dari kampung dan tak punya siapa-siapa di sini. "Masak nasi goreng kesukaan Ibu," sahutnya seraya tersenyum lebar. "Mayra sudah bangun?" tanyaku lagi. Selama ini, Mayra dan Bi Darmi tidur satu kamar, agar ada yang menjaga Mayra di malam hari. "Sudah, Bu. Dia sudah mandi. Itu lagi main boneka di dalam
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status