All Chapters of CUCU YANG DIBEDAKAN: Chapter 41 - Chapter 50
66 Chapters
41. Ketulusan
Bab 41*“Hei, kenapa?” ulang Salman menatap kami satu persatu.Serentak kami menoleh padanya, lalu saling menatap antara aku, Fika dan Tante Rita. Detik selanjutnya kami saling tertawa, menertawakan diri sendiri dan kebingungan Salman.“Biasalah. Perempuan kalau saling cerita suka baper,” jawab Fika.Salman mengangguk-ngangguk seraya melangkah mendekat pada kami.“Udah lama sampai?” tanya Salman padaku setelah duduk di samping Tante Rita.“Lumayan lama,” jawabku tersenyum padanya.“Elah, tadi kan udah aku wa, kalau aku dan Sekar udah sampai,” seru Fika.Salman mengerutkan kening, “beneran?”Fika mengangguk.“Nggak ada notif tuh,”Salman merogoh ponsel dari saku jas yang ia pakai. Ia mengecek ponselnya dan mencebik seketika.“Mati,” cengirnya.“Kamu tuh emang udah kebiasaan, baterai habis malah nggak dicharge,” omel Fika.Salman hanya mengangguk seraya meluruskan bibirnya karena kena omel oleh saudara sepupunya.Aku mengamati keluarga ini, sepertinya hangat sekali.Kami mengobrol bebe
Read more
42. Sah
Bab 42*Dua Minggu setelah itu, Fika dan sopirnya menjemputku di kampung tepat dua hari sebelum resepsi pernikahan dimulai. Katanya untuk melakukan persiapan yang matang, padahal semua persiapan baju, katering, tamu undangan, semua sudah disiapkan pihak keluarga mempelai laki-laki. Dari kampung tak ada yang aku undang, aku hanya datang bersama Bude dan Farah juga suaminya, karena hanya mereka saja keluargaku. Nenek tetap tak mau datang, ia tak ingin mengubah pendiriannya terhadapku. Tak ingin sedikit saja menghargaiku.Masih teringat jelas, ketika Salman dengan niat baiknya datang menjemput restu dari nenek. Sore itu, nenek sedang bersantai di teras, Salman datang dengan membawa beberapa buah tangan berupa buah dan sirup. Lelaki itu dengan sopan menyalami nenek. Aku masih ingat, bahkan nenek tak menyuruhnya masuk, ia hanya dipersilakan duduk di luar, di kursi satu lagi yang ada di terasnya, sedangkan aku hanya berdiri.“Saya mau meminta restu nenek untuk menikahi Sekar,” ucap Salman
Read more
43. Hangat
Bab 43*Setelah menikah, aku tinggal di rumah bersama Salman di rumah Tante Rita, yang sebenarnya itu adalah rumah peninggalan kakek. Salman sempat bercerita bahwa ia juga memiliki rumah lain, rumah orangtuanya yang ada di Jalan Kuningan. Bukan rumah, tapi apartemen katanya. Saat itu aku tahu apa bedanya sebelum ia menjelaskan. Ia tak ingin menjual apartemen itu, karena banyak sekali kenangan masa kecil di sana, meski tak satu pun bisa diingatnya.Sehari setelah resepsi pernikahanku, Salman menyuruh sopirnya untuk mengantar Bude dan keluarganya ke kampung.Hari itu, aku kembali merasakan perpisahan yang menyakitkan, karena mulai hari itu, aku tak lagi tinggal bersama Bude, tak lagi tidur dengannya, dan bisa melihatnya setiap saat. Kami terpisah jarak. Namun, terpisah jarak lebih baik daripada terpisah rasa, seperti aku dan nenek. Terpisah jarak bisa saja sesekali aku mengunjunginya atau sebaliknya. Terpisah rasa, aku tak mungkin bisa mengunjungi karena aku akan tertolak, pun ia tak i
Read more
44. Diajarkan Banyak Hal
Bab 44*Aku diperlakukan dengan begitu baik di keluarga baruku. Fika juga seolah mengerti bahwa aku seringkali merasa bosan duduk di rumah. Sebab itu, hari Minggu ia sering mengajakku ke salon kecantikan langganannya. Dia melakukan banyak perawatan, luluran, perawatan wajah dan juga rambutnya. Hasilnya, setelah rutin ke salon, kulitku menjadi lebih bersih dan cerah. Wajahku juga sama sekali tak terlihat dekil seperti dulu. Rambut yang dulu ikal dan kasar, kini menjadi kurus dan lembut. Fika benar-benar mengerti dan menyulapku menjadi bidadari.Hanya saja, mataku membelalak saat mendengar jumlah yang harus dibayar oleh Fika sekali datang ke salon.“Nggak apa-apa Sekar. Duit itu dicari ya untuk dibelanjakan,” ucapnya dengan santai. Sementara aku masih syok dengan jumlah belasan juta dihabiskan hanya untuk pergi ke salon.Terkadang aku menilai mereka terlalu menghambur-hamburkan uang. Itu jika kunilai dari sudut pandangku, tapi jika dari sudut pandang Fika, itu adalah kebutuhan yang har
Read more
45. Fokusmu
Bab 45 * Tak hanya Fika yang secara tak langsung mengajarkanku tentang banyak hal, khususnya tentang perempuan. Salman juga mengajarkan banyak hal. Saat tak sibuk, ia akan mengajakku makan di luar. Ia mengajarkan bagaimana sistem di restoran-restoran besar. Cara memesan makanan, cara bersikap tidak kaku di depan orang ramai. Bahkan cara makan dan meletakkan sendok setelah makan. Aku belajar banyak hal dari keluarga baruku, dan aku merasa bahagia dengan itu. Seperti beberapa hari yang lalu, ia mengajakku makan di sebuah restoran. Aku membaca menu di buku yang tersedia, lalu menatapnya bingung. Bingung mau pesan apa, karena tak satupun aku mengenali jenis makanan yang tertulis di sana.Ada satu makanan yang bisa kubayangkan seperti apa, sup jagung. Aku hanya membayangkan jagung sebagai bahan utama, terserah nanti diolah akan seperti apa. Jadi aku katakan pada suamiku bahwa aku memesan menu itu. “Sup jagung di sini juga enak, aku pesan itu juga deh,” ucapnya. Aku mengangguk saja.Tak b
Read more
46. Gombalan
Bab 46*Pagi ini aku terbangun lebih awal dari biasanya. Seperti biasa, saat ada waktu luang aku akan ke dapur dan membantu Simbok yang pastinya sedang memasak. Setelah menunaikan salat subuh, aku turun ke dapur, dan benar saja Simbok sedang sibuk menyiapkan bumbu-bumbu.“Masak apa, Mbok?” tanyaku.Simbok kaget dengan suaraku yang tiba-tiba, aku terkekeh melihatnya. Untung saja ia tidak latah, kalau tidak mungkin bisa memecahkan piring-piring ke lantai.“Semalam nyonya minta dimasakin nasi lemak sama mie goreng, udah lama nggak makan katanya.”Aku mengangguk dan melihat beberapa bumbu yang telah disiapkan Simbok.“Sekar bantu rebus mienya ya.”Simbok sudah bosan melarangku, karena sekuat apapun ia melarang, aku akan tetap membantunya. Bosan. Hitung-hitung aku juga belajar masak darinya. Pernah suatu hari saat aku sedang membantu Simbok memasak, Tante Rita datang untuk mengambil minuman karena perawatnya sedang minta izin keluar sebentar. Tante melihat aku di dapur sedang merajang bu
Read more
47. Latihan Mental
Bab 47*Setelah beberapa kali Salman mengajarkanku mengemudi mobil, akhirnya aku bisa dan terbiasa, meskipun awalnya masih tak berani mengemudi di jalan raya. Namun, terkadang saat Fika mengajakku keluar, ia menyuruhku untuk menyetir, agar lebih mahir katanya.Banyak hal yang sudah bisa kulakukan. Aku bertranformasi banyak hal, dari gadis desa yang tak tahu apa-apa, hingga menjadi perempuan yang lebih baik. Salman juga menawarkan untuk belajar bisnis agar bisa masuk ke perusahaan.“Kamu mau kuliah bisnis?” tanyanya suatu malam.Aku menatapnya sejenak, lalu tertawa dengan pertanyaannya.“Tau kan umurku sekarang berapa?” tanyaku.Ia mengerutkan kening. “Kenapa memangnya?”Umurku beberapa bulan lagi akan mencapai tiga puluh tahun waktu itu. Sementara Salman sudah berumur tiga puluh dua tahun, dua tahun selisih dariku. Mungkin untuk masuk universitas itu tak ada masalahnya, tapi tetap saja aku merasa sudah tua untuk itu.“Aku nggak mau sekelas sama adek-adek imut yang baru lulus SMA.” Ak
Read more
48. Bangkit
Bab 48.Setelah mendengar nasihat Tante Rita dan motivasi dari Salman, aku kembali melakukan apa yang sempat kurencanakan untuk berhenti. Aku kembali menjual keripik. Mereka masih mempromosikan seperti biasa. Pertalian promosi dari orang-orang di rumah, berlanjut ke saling promo antar pegawai.Aku juga menelepon Farah dan memberitahu bahwa aku memulai bisnis itu lagi. Aku meminta doa Bude agar usahaku lancar jaya tanpa ada kendala tertentu.Doa Bude selalu yang terbaik untukku. Ah, rindu sekali menatap wajahnya dan Farah. Namun, sayangnya Farah masih menggunakan ponsel poliponik yang sama seperti saat terakhir kami bertemu. Ingin aku membelikan ponsel android untuknya agar bisa melakukan video call, tapi aku tak mungkin meminta uang pada Salman. Terkesan terlalu manja, meskipun tak seberapa. Aku tak terbiasa seperti itu, mungkin banyak hal bisa berubah dariku, tapi tidak dengan sikap. Uang tabunganku pun hanya tersisa sedikit karena sudah kupakai untuk modal utama penjualan keripik.
Read more
49. Kesombongan Kalila
Bab 49*Jam di ponselku telah menunjukkan pukul sepuluh pagi saat aku dan Farah baru saja pulang dari pasar.Semalam diam-diam aku melihat nenek menangis di ranjangnya. Ia memunggungi ke arah dinding agar aku tak melihatnya. Namun, aku merasa ada yang disembunyikan, kesedihannya ia simpan sendiri dan tak dibagi denganku. Sesekali ia batuk tercampur dengan isak yang ditahan.Hati orang tua itu rentan sekali, aku mencoba mendekat dan bertanya dengan hati-hati, karena merasa ada yang tidak beres.“Nek, ada apa?” tanyaku membelai punggung kurusnya.Ia menggeleng, lalu menghadapku.“Sudah dua tahun nenek nggak buat kenduri arwah. Nanti malam harusnya bertepatan dengan hari kakek meninggal.” Nenek berkata lirih.Aku menggigit bibir bawah, menahan air mata yang hendak keluar. Aku merasa bersalah dengan tangisannya, ia bahkan memendam sendiri untuk hal seperti itu. Mungkin karena rasa bersalah di masa lalu, ia tak berani meminta padaku.“Maaf ya, Nek. Sekar lupa.” Aku menggenggam tangan tuan
Read more
50. Pertama Kali Dibela Nenek
Bab 50*Acara kenduri arwah telah selesai dengan lancar. Saat berdoa, nenek tak ikut bersama, hanya mengaminkan di ranjangnya sambil tiduran. Kondisinya terlihat semakin lemah, sudah jarang sekali duduk meskipun di ranjang. Bahkan saat makan, sudah sering kusuapi sambil tidur. Sayangnya ia sama sekali tak ingin ke rumah sakit.Beberapa hari lalu, aku bahkan membeli kursi roda agar mudah jika ingin dimandikan.Acara telah selesai, setelah makan-makan, aku membereskan dapur dibantu Bude dan Farah. Mulai dari lap kompor, mencuci piring dan lain sebagainya. Tak ada yang membantu. Kalila beralasan masih lelah, sementara Karina beralasan ingin menidurkan anaknya yang masih balita itu. Aku tak memaksa, karena malas berbicara banyak dengan mereka. Hanya Paklek yang ikut berdoa bersama tamu tadi. Ia juga yang membantu menghidangkan makanan untuk tamu.Hingga setelah semuanya selesai, aku kembali bertanya pada nenek.“Mau makan lagi?”Nenek menggeleng. Tadi ia sudah makan setelah magrib. Aku b
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status