All Chapters of Wanita di Balik Kaca Mobil Suamiku: Chapter 51 - Chapter 60
71 Chapters
Kejujuran Melati
Melati menutup mulut. Menangis sekaligus menahan isakan. Tak menyangka jika kepergian selama dua hari telah mengubah Mirza.“Aku hanya kepengen membantu. Aku kepengen Mas Mirza kembali lagi sama mbak Mala. Itu saja,” balas Melati dengan suara hampir tak terdengar.“Tapi bukan begini caranya.”“Harus seperti apa? Aku sudah kehilangan cara, Mas.”“Kamu gak perlu membantu. Kamu memberikan rekaman video pada Hesti, lalu Hesti sakit hati dan pergi. Kamu sudah puas? Sekarang aku tanya, dari mana kamu mendapatkannya?Dari mana, Mel!”Bentakan demi bentakan dan penekanan hampir di setiap kata yangterlontar menunjukkan amarah Mirza.“Mel! Katakan siapa?”Mirza melangkah lebih dekat, hingga membuat Melati merasa terdesak.“Mel!”“Lian. Lian, Mas!”Jawaban Melati dengan suara lirihnya membuat Mirza lemas. Ia beranjak dari ambang pintu, lalu terduduk lemas di sofa. Mendengar satu nama yang selama ini ia segani terasa panas seketika. Pengakuan Melati membuatnya tak percaya.Kenapa harus Lian? Kena
Read more
Sebuah Lamaran
“Gak perlu ngantar ke depan pintu kali, Li.”“Kamu menolak.”“Ya, bukan begitu. Kan kamu mau jemput tante Liza juga.”“Mama bisa menunggu, kok.” Lian menunjuk ke depan agar Malasegera beranjak.“Li.” Mala membuka percakapan setelah melewati lorong.“Hem.” Lian menanggapi dengan santai.“Aku kasihan deh, sama Melati. Tadi dia menelepon lagi.Katanya, dia butuh bantuan gitu.” Mala menjelaskan dengan hati-hati. Ia tahujika Lian pasti berkebaratan jika dirinya terlalu dekat dengan mantan iparnya.“Silahkan bantu kalau kamu mau bantu. Tapi, cukup bantukeuangannya saja.”“Iya, maksudku juga begitu.”“Bagus. Kok aku merasa, lama-lama kamu dimanfaatin samaMelati. Jangan-jangan, dia disuruh ibunya.”“Negatif melulu kalau ngomongin ibu. Padahal murni karena Melatibutuh bantuanku.”“Ya ... menurutku saja. Semoga salah. Tapi ... biasanyafeeling-ku benar.”Mala tidak menghentikan langkah tepat di depan pintu.“Btw makasih sudah khawatir. Aku bakal hati-hati kok.”“Kalau sudah hati-hati, berarti ga
Read more
Sebuah Tantangan
“Mala.” Ia tergagap. Lalu berusaha mati-matian mengatur detak jantung yang berdebar tak karuan. “A-aku ....” Seperti kehilangan sebagian ingatan, bahkan Mala hanya menggantung ucapan. “Aku gak memintamu menjawab sekarang. Hanya saja, aku gakbisa menunggu lama.” “Kenapa? Apa kamu mau pergi lagi seperti dulu?” Konyol. Mala menutup mulut, merasakan pertanyaan yang barusaja terucap seperti sebuah pernyataan jika ia takut kehilangan. “Apa kamu keberatan kalau aku-“ “Beneran mau pergi lagi?” Mala memotong ucapan Lian.Pikirannya hanya ada kepanikan saat itu. “Ya ... bisa jadi.” “Tinggal jawab ya mau pergi atau enggak, apa susahnya sih?” Kini, Mala yang malah meradang. “Loh, loh. Kok jadi kamu yang marah? Kan aku yang meminta kejelasan.” “Susah ya, ngomong sama cowok plin-plan.” Mala mengibaskan sebelah tangan, tanda tak perduli. Beranjakcepat meninggalkan Lian yang malah kebingungan dengan sikap Mala yang mendadakmarah. “Mala.” Panggilan Lian tak dihiraukan. Dengan gerakan cepa
Read more
Sebuah Ancaman
Di balik stir kemudi, Lian melajukan mobilnya dengan santai.Terasa ada kelegaan setelah mengatakan isi hatinya kepada Mala. Walaupun tidaktahu secara pasti apakah Mala menerimanya atau tidak. Terpenting baginya,berkata jujuran itu jauh lebih berat dari jawaban yang akan ia terima nanti.Ia sudah mempersiapkan diri, jika jawaban yang akan iaterima bertolak dari harapannya.Hari sudah mulai petang. Suara azan berkumandang mengiringi senjayang berganti malam. Lian mengambil jalan pintas agar segera sampai di rumahsebelum waktu Magrib usai.Tiba-tiba, seorang pengendara motor menyalipdengan brutal, lalu berhenti di jarak yang cukup jauh. Lian terpaksa berhentidengan perlahan, menatap pengendara motor dengan bantuan pencahayaan dari sorotlampu mobilnya.Pengendara itu menuruni motor besarnya sambil membuka helmyang ia kenakan. Barulah Lian mengenali pemilik motor yang sengajamenghadangnya itu.“Mirza, mau apa dia?”Tangannya melepas seatbelt, lalu ke luar setelah mematikanmesin mobilnya. D
Read more
Menegangkan
Pagi harinya, Lian berangkat sedikit terlambat dari biasanya. Selain karena pekerjaan kantor yang sudah dihandle oleh sekretarisnya, ia juga ingin sedikit bersantai. Tetapi malahan, Anton, atasannya menelepon dan memerintahkan agar Lian datang dengan segera.Sesampainya di kantor, ia langsung di hadang oleh sekretarisnya yang membawakan sejumlah laporan.“Laporan apalagi ini?” tanya Lian yang langsung menyambar sebuah map yang disodorkan Wina, sekretarisnya.“Laporan bulanan-““Bawa ke ruangan. Saya mau ke sebelah dulu,” potongnya sambil menyerahkan kembali map yang belum sempat ia baca.“Baik, Pak.”Lian memutar arah ke sebelah ruangannya, di mana Armala biasa menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Ia mengetuk pintu dua kali, tetapi tidak mendapat jawaban. Lalu memutuskan membuka pintu perlahan. Kosong.“Pak Liando cari bu Mala?” Salah seorang karyawan yang sedang melintas bertanya.“Iya. Kamu tau ke mana?”“Sedang di bawah, Pak. Sepertinya ada perlu di bagian admistrasi.”“Oh, ya sud
Read more
Bukti Keseriusan
“Kamu punya kasus apa?” Lian kembali mencerca dengan pertanyaan.“Bukan kasus.”“Lalu?” tanya Lian.“Kamu bikin saya jantungan. Ngomongnya yang jelas,” ucap Anton kesal.Dengan takut-takut, Mala mengangkat wajahnya, lalu menatap Lian. Pria yang duduk di sampingnya malah menatapnya dengan seribu tanya.“Ada apa?” bisik Lian.Mala memperbaiki letak duduknya. Jika bukan karena Lian, ia tidak akan mempermalukan dirinya di hadapan atasannya.“Jadi begini, Pak.” Mala mulai berucap tegas. Ia melanjutkan ucapannya, “Pak Anton saya kami minta untuk menjadi saksi dipernikahan kami.”“Hah! Kalian mau menikah? Kok gak bilang-bilang!”“Iya, ini baru bilang, Pak.”“Terus kapan?”“Lusa, Pak. Hari Rabu.”Anton tertawa. Menanggapi Armala malah seperti lelucon setelahnya. Tetapi berbeda dengan Lian. Ia terdiam, menatap Mala dengan pandangan tak menentu. Ingin memeluk, tetapi belum hahal. Ingin bersorak, takut dibilang berlebihan. Akhirnya, ia hanya mengangguk pasrah.Entah, hatinya terasa sejuk saat it
Read more
Persiapan
“Pesanan?” Mala menuntut jawab. Lian menyembunyikan senyumannya, lalu mengarahkan pandangan pada pemilik galeri yang membawakansepasang cincin berlian.“Silahkan, Pak,” ucapnya. Lian mengangguk, meraih kontakcincin itu dan menyodorkan ke hadapanku Mala.“Coba dulu,” pintanya dengan mengambil satu cincin.Tangannya meraih jemari Mala. Tak lama kemudian, sebuah cincin berlianbertengger di jemari manis wanita pujaannya.“Suka?” Pernyataan Lian dijawab dengan anggukan dan disertai senyuman.Tak perlu banyak penawaran untuk menjadikan Mala merasatersanjung. Ternyata, Lian sudah lebih dulu memesan cincin itu sebelum jawabanatas lamarannya diterima. Ia yakin jika Mala memilih harapan yang samadengannya. Hanya saja, wanita itu memilih lebih berhati-hati dalam memutuskansesuatu. Sehingga, Lian memilih bertindak cepat dengan segera memesan cincin,lalu menolak proyek besar yang ditujukan padanya.Mala membawa ke luar cincin itu. Menyimpannya dalam tassebelum meninggalkan galeri itu.“Aku sengaja
Read more
Cari Gara-gara
“Lian, jangan kasar,” seru Mala. Ia meminta agar Lianmelepas pegangan tangannya.“Aku lepas tangannya kalau mau menyerahkan ponselnya.”“Li, Melati gak salah.”“Mel, tolong duduk!” Perintah Lian membuat Melati menurut.Ia berbalik dan duduk di tempat semula.“Berikan ponselmu!” perintah Lian dengan menatapnya tajam.Melati tidak juga bergerak, ia malah menatap Mala seperti meminta persetujuan.“Kalau merasa tak bersalah, tentu kamu tak masalah jika akumeminjamnya sebentar, begitu kan, Mala?” Lian berpindah pandang. Lian menatapkesal, karena hingga di hari terakhir menjelang pernikahannya, Mala masih saja tak mempercayainya.“Serahkan ponselnya, Mel. Mungkin Lian akan menjelaskanlebih detail nantinya,” ucap Mala bernada kecewa. Rupanya, Melati sudahmenunjukkan rekaman video itu padanya, sehingga membuat Mala kecewa.Melati mengeluarkan ponselnya dengan takut-takut. Lalumenyerahkan pada Lian. Dengan gerak jemarinya yang lincah, Lian berhasilmenemukan letak video itu.“Jadi, dengan video i
Read more
Kehilangan
Rasa nyaman memang tidak selalu datang dari orang terdekat. Nyatanya, Melati malah memilih Armala dan membiarkan wanita itumengetahui problema keluarga yang coba ia tutup-tutupi. Mirza sudah hancur oleh keadaan yang tidak berpihak baik.Semuanya hilang, musnah bersama kepergian satu persatu orang yang disayanginya. Armala membawa Zaki pergi, Hesti merampas Amanda darinya. Dan Melati, adiksatu-satunya malah memihak mantan istrinya. Tinggal Anggi, ibunya yang saat ini terusuring-uringan karena berbagai kebutuhan harus dicukupi sendiri. Sepeninggalan Mirza, Melati menundukkan kepala pada mejakayu. Tangisnya tak juga reda. Armala bergeming, tidak berusaha menenangkan Melati pascapertengkaran dengan Mirza. Pembelaannya hanya sebatas melindungi gadis itudari kekerasan, bukan dari kesalahan yang sengaja membuatnya marah. “Diamlah. Kamu belum selesai menjelaskan padaku, Mel. Sejak kapankamu menyukai Lian?” “Sudahlah, masalah itu gak perlu dibahas lagi. Terpenting sudahjelas masalah video
Read more
Malam Pertama
Mala melanjutkan lagi langkahnya. Tak lama kemudian, ponselnya berdering tanda pesan masuk. Ia mengambil duduk agar lebih nyaman, lalu membuka pesan yang ternyata dari Melati.[Mbak tolongin aku. Ibu kecelakaan, aku gak tau mau minta tolong sama siapa.]“Ya ampun, Mel. Kapan kamu mandirinya? Kan ada kakakmu.”Mala meletakkan ponselnya di meja tanpa berniat membalas pesan Melati. Kesal dan merasa dimanfaatkan oleh orang yang semestinya bisa mengurus kepentingan sendiri.Lama kelamaan, Mala merasa jika Melati tidak bisa diajak berpikir dewasa. Terkesan main atur dan perintah seenaknya.“Mala, HP-nya bunyi itu,” ucapan salah seorang kerabat membuyarkan lamunannya. Ia terkesiap dan dengan segera meraih ponselnya.Sebuah pesan dari Lian terlihat pada layar pipih itu. Tak sabar dengan isi pesan calon suami, ia langsung membukanya.[Sayang ....][Mau sampai nih.]Mala tersenyum membaca dua pesan yang masuk beruntun.“Rombongan pengantinnya sudah datang!” teriak saudaranya. Kemudian mereka be
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status