All Chapters of Dipaksa jadi TKI oleh SUAMI: Chapter 41 - Chapter 50
55 Chapters
41. Mata-mata
Fiani kira, mereka akan terbang ke luar negeri. Ternyata tidak, Ali membawanya pergi ke Indonesia bagian tengah.Setelah mengudara, dia diajak naik taksi hingga beberapa jam. Melewati perkotaan – sampai ke hutan-hutan sawit. Fiani heran, sementara Ali malah menikmati perjalanan dengan tidur lelap. Tidak habis pikir, ternyata orang kaku bisa tidur sepulas itu – di jalanan terjal.“Pak, apa tujuan kita masih jauh?” tanya Fiani pada sopir taksi.“Kurang lebih satu jam lagi, Bu.”Fiani diam. Dia tidak tahu akan ke mana. Pikirannya kembali berprasangka buruk pada Ali. Dia kira Ali memang tengah mempermainkannya. Apa mungkin, Reni ada di tempat terpencil itu? Jauh dari kota dan perkampungan.Untunglah mereka melewati perjalanan siang hari. Jika malam, tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Ingin memberi kabar terbaru pada Arsa, tapi sayangnya di sana tidak ada sinyal. Fiani hanya bisa mendesah. Kepalanya penuh pertanyaan, ingin sekali dia mengguncang bahu Ali, lalu mengomel banyak-ban
Read more
42. DRAMA
Sempat ditahan beberapa jam oleh polisi setempat, Fiani dan Ali berhasil bebas. Fiani tidak bisa berpikir apa pun lagi, hati dan kepalanya hanya diisi oleh kesedihan. Tidak pernah menyangka dirinya akan terjebak bersama Ali, seseorang yang notabene ingin dia hindari karena terlalu jemawa menurutnya.Waktu sudah terbuang sia-sia hari itu. Ali yang biasa sok berkuasa, hari itu kesulitan mencari bantuan agar bisa dibebaskan. Ya, walaupun pada akhirnya mereka bebas juga karena negosiasi Ali dengan petugas kepolisian setempat.Fiani mengusap ingus yang terus mengalir karena dia tidak berhenti menangis. Kakinya enggan berjalan, dia masih saja diam di depan kantor kepolisian. Frustrasi mulai melemahkan niat Fiani. Dia mulai pasrah, mau ditahan oleh polisi ya sudah.“Mungkin lebih baik kita ditahan aja, keluar juga percuma, ini sudah gelap. Lagian mau ke Malaysia kenapa harus melewati jalur sulit seperti ini, sih? Mana mungkin Reni dibawa ke tempat terpencil seperti ini? Tolong dong, Li, jang
Read more
43. MENIKAH
Ketika sadar, Fiani sudah berada di dalam kamar. Dia tidak terkejut karena tujuan mereka memang menyewa penginapan semalam. Fiani meraba keningnya, ada kain hitam basah menempel di sana. Sepertinya Ali tengah mengompresnya agar suhu tubuh Fiani cepat turun. Namun, Fiani sedikit canggung saat matanya menatap mata Ali.Entah mengapa Ali diam saja sambil terus memandangi Fiani. Bahkan, dia tidak menyadari Fiani telah siuman.“Hem ... maaf, aku udah ngerepotin kamu.”“Hah? Ah, ya, apa? Hem, tidak ... siapa bilang?” Ali gugup sendiri.“Boleh minta tolong ambilkan tasku?”“Untuk apa?”“Aku mau menelepon Arsa. Kayaknya di sini jaringan telepon sudah bagus. Aku mau minta dia ke sini, dan kamu bisa pulang. Pekerjaanmu di sana pasti banyak ‘kan?”Ali berdiri, dia membenahi gorden yang sudah tertutup rapi. “Tidak, santai saja. Tidak perlu menghubungi dia, kasihan. Jarak dari sana ke sini tidaklah dekat, dia juga punya pekerjaan. Jadi lebih baik kita selesaikan rencana kita sampai satu Minggu ke d
Read more
44. MENYIRAMKAN AIR
Fiani melotot, menatap Ali cukup lama. Lalu, dia menggeleng dengan senyum remeh.“Kamu pikir menikah seperti beli kucing? Sudah dibayar, terus bisa dipelihara semaumu? Nggak segampang itu. Pernikahan juga bukan permainan yang sekali ucap langsung jadi, nggak!” Fiani melanjutkan langkahnya. Bukan terharu, berkaca-kaca karena bahagia, dia semakin kesal. Rasanya pergi sama Ali memang seperti dengan musuh. Anggapannya tentang pria berkacamata yang sudah berubah ternyata meleset. Bukan berubah, Ali dianggap mengelabui Fiani dengan sikap baiknya.Ya, begitulah bicara dengan perempuan. Terlebih dia yang memang pernah kecewa akibat disakiti berulang kali. Niat baik, disangka mempermainkan. Memang serba salah, dan perempuan selalu merasa benar. Memperlakukannya butuh kehati-hatian, dikeras akan lebih marah, dibaiki sering tidak mau percaya. Hi-hi-hi.Ali menghela napas, dia meninggalkan motornya, kemudian mengejar Fiani, dan menghadang langkah perempuan itu tepat di depannya.“Kamu tidak bisa
Read more
45. JATUH
Fiani mendekap erat tubuh mungil dan lemah putrinya. Luka goresan menjadi hiasan hampir di seluruh bagian, kulit putihnya juga mulai menghitam. Pipi gemasnya sudah tidak tampak menggembung, diraup pun meleset akibat daging yang tipis. Tidak Fiani sangka putrinya mengalami kondisi mengenaskan tersebut. Hatinya semakin nyeri menyaksikan pria di depannya dengan keadaan lebih memprihatinkan.“Ya Tuhan, selamatkan Ali.” Air mata Fiani perlahan jatuh, membasahi pipinya yang berlumur darah.Pikirannya tidak bisa dikontrol lagi, semua hal buruk merasuk di kepala Fiani. Akankah Ali bisa bertahan dengan luka tusuk di beberapa bagian tubuh?Fiani menggenggam tangan Ali, mengusap berkali-kali, sembari memberikan semangat pada pria tidak berdaya itu. Namun, di balik musibah, syukur luar biasa Fiani panjatkan di setiap tarikan napas.Sirene ambulans menusuk gendang telinganya, bayang-bayang kejadian beberapa jam lalu masih melekat di ingatan Fiani.“Lihatlah itu, gadis kecil di bawah terik matahari
Read more
46. MENGEPUL
Tujuannya pulang diurungkan, Fiani meminta sopir taksi putar balik, dan berhenti di sebuah klinik. Ali segera masuk ruang gawat darurat, diperiksa oleh dokter jaga. Sambil menunggu, Fiani buru-buru mengambil ponsel. Mencari nomor Arsa dan meneleponnya.“Ha ... .”“Fi ... ini beneran kamu? Halo, Fi. Ya Allah, kenapa diam? Kamu baik-baik aja kan, Fi? Halo ... halo ... .”“Sa, tolong datang ke klinik Rumah Sehat. Cepet ya, aku tunggu.” Fiani mematikan sambungan telepon. Menyudahi obrolan sebelum beragam tanya dilontarkan oleh Arsa.Dokter keluar dari ruang darurat, memanggil Fiani, dan menjelaskan beberapa hal terkait kondisi Ali di dalam.Fiani menarik napas dalam. Dari sebelum terbang ke Indonesia, dia sudah merasa khawatir. Pasalnya perut bagian kiri mengalami robekan agak serius. Beruntungnya, organ-organ di dalam tidak sampai terkena. Walaupun begitu, Ali tetap belum diperbolehkan banyak gerak, sedangkan ketika di bandara, dia jalan sendiri, tidak memakai kursi roda. Hasilnya jahita
Read more
47. MALU
Rumah sederhana tanpa teras. Bangunan tahun 85’an. Kurang lebih sudah dua puluh tahun berdiri. Namun, masih tampak cantik dengan paduan cat warna biru muda dan putih. Fiani menyisir pandangan ke semua arah. Rumah yang sama ketika dirinya dibawa ke sana beberapa bulan lalu, tetapi catnya sudah berubah.Ada segumpal nyeri ketika mengingat kejadiannya. Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat berlebih. Fiani coba menarik napas berkali-kali, mencari ketenangan.“Eh.” Dia terkejut dengan tangan yang tiba-tiba menggenggam, dan menariknya.Rupanya Ali. Fiani terenyak seketika. Rasa takut masih membelenggu jiwa rapuhnya. Sekalipun Reni sudah berada di tempat aman. Mama Lina begitu bahagia saat Reni dibawa ke sana, bahkan tidak boleh diajak Fiani pergi. Fiani bersyukur mempunyai orang-orang baik di sekitarnya.“Loh, Fi ... !”Kaki Fiani terhenti di depan pintu. Kepalanya menoleh, tubuhnya kemudian berbalik. Seutas senyum dia lempar dengan berat hati pada seseorang di tepi jalan. Wanita paruh baya
Read more
48. TERKAPAR
Sret ... !Plak!Tangan kekar yang dulu pernah menyentuh pipi Fiani lembut, tiba-tiba mencengkeram tangannya kasar. Perempuan berkaus putih itu terkejut bukan main. Bagaimana bisa? Beragam tanya menyelundup ke kepala, sebelum curiga, dan prasangka buruk datang.“Tunggu.”Telinga Fiani mendengar suara Ali. Namun, kesadaran dirinya seakan terbelenggu, sampai dia tidak bisa berkata-kata lagi. Verry terus menarik Fiani menjauhi rumah Ali.Bugh!Cekalan Verry terlepas setelah Ali melayangkan tinju ke bahu pria berambut gondrong tersebut. Di situlah, Fiani seolah tersadar bahwa dia sedang berada di dunia nyata.“Bajingan! Diam atau tubuhmu hancur di tanganku.” Verry menatap Ali tajam. Wajahnya berubah lebih dari 50%. Wajah yang dulu bersih, sekarang dipenuhi jambang. Padahal jika dihitung, Fiani baru berapa bulan tidak bertemu dengan Verry. Kulit bersihnya sirna, berganti jadi kusam. Tubuh proporsional Verry juga lenyap. Tampak perutnya mengembang nyata di balik kaus biru tua.“Pergi dari s
Read more
49. DRAMA ILUSI
Bau minyak angin menyeruak di hidung pria berkulit sawo matang tersebut. Aromanya sungguh mengganggu, rasanya sampai di tenggorokan. Memaksa dia untuk membuka matanya.Rupanya cahaya bohlam warna putih, dengan watt besar – mengganggu pandangan. Arsa membuka kelopak mata lamban. Cuma dua detik, dia memejam lagi. Bukan hanya silau, tetapi dia ingat kejadian nahas ketika Verry menghujani dia dengan beragam tinjuan. Dia takut, lampu terang benderang yang baru saja dilihat adalah cahaya surga.“Sa ... bangun!” Fiani menepuk pipi Arsa.Suara Fiani terdengar jelas di telinga Arsa. Namun, pria itu takut semua hanya khayalan.‘Andai aku bisa menghindar, pasti kuhindari. Tapi setiap kematian akan dihadapkan dengan malaikat. Mau nggak mau aku harus menerima kenyataan ini. Ya Allah, ampuni aku.’ Arsa membatin.Kemudian dia berkata pelan. “Kenapa suara Fia yang selalu aku dengar Ya Allah.”“Kamu ngomong, Sa? Astagfirullah, buka matamu, Sa. Terus kamu mau denger suara siapa? Cuma aku sama Ali di si
Read more
50. LULUH LAGI
Ali menahan tangan Fiani, dia tidak membiarkan Fiani pergi bersama Arsa. Namun, Arsa murka. Pria berkulit kuning langsat tersebut, khawatir pada nasib Fiani jika harus kembali ke rumah yang berdekatan dengan rumah Verry, mantan suaminya.Sekalipun hanya semalam, Arsa tetap tidak rela. Dia tahu bagaimana Verry. Tabiat Verry sudah dihafal oleh Arsa. Pun dengan Fiani. Terlebih posisi Ali memang bukan siapa-siapa. Masalah hutang Budi, atau Fiani masih memiliki sangkutan dan tanggungan pembayaran jasa pengacara terhadap Ali, dia siap melunasi semua. Asal jangan berbuat semena-mena pada Fiani. Kalau dia bisa menjamin keselamatan Fiani sih, Arsa akan tenang. Namun, kenyataannya Fiani terancam celaka gara-gara Ali.Arsa berbalik, maju dua langkah. Matanya menatap Ali tanpa berkedip beberapa detik. Kemudian, dia mendorong bahunya, sampai Ali terhuyung hampir jatuh. Arsa melangkah lagi, dia mengangkat kepalan tangan, mengayunnya ke udara hendak dihempaskan ke wajah Ali. Akan tetapi, sebelum tin
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status