All Chapters of Hilangnya PIL KB Di Kantong Celanaku: Chapter 11 - Chapter 20
70 Chapters
Bab 11
Pikiranku sudah traveling kemana-mana. Rasanya badanku terkulai lemas.Tiba-tiba terdengar suara d*sahan dari dalam kamar Hana. Suara itu mirip sekali seperti aku dan Hana sedang memadu kasih."Tega sekali kau Hana," kataku sambil ku kepalkan tanganku ini, hendak meninju seseorang yang ada di dalam kamar Hana.Suara itu semakin keras, terasa mereka sangat begitu menikmatinya. Tak butuh lama aku langsung saja menggedor-gedor pintu kamar itu.Saat terdengar suara kunci pintu di buka, aku pun langsung menyerobot masuk.Ku lihat Hana sedang berada di atas kasur hanya bertutupkan selimut."Hana!" teriakku. Dia pun kaget atas kehadiranku."Mas! Nanti aku jelasin, Mas! Kamu sudah salah paham!" teriaknya."Nggak perlu lagi dijelaskan, Hana! Aku sudah tahu kebusukan kamu!""Kamu sudah salah paham, Mas!""Salah paham karena aku sudah percaya kalau bajing*an ini sepupu kamu! Cuih! Aku tak sudi lagi berhubungan dengan kamu! Dasar pengkhianat!"Aku pun langsung mendekat kepadanya. Tanganku gerak r
Read more
Bab 12
Aku yang tadinya sedang santai membaca sebuah buku dari posisi bersandar di sofa, langsung mengubah posisiku menjadi duduk. Jantungku rasanya berhenti sejenak mendengar perkataan Ayah, aku mencoba menelaah perkataan beliau."Maksud Ayah bagaimana? Sari tidak paham!" kataku saat itu pura-pura tidak mengerti."Buk, jelasin dulu ke Sari tujuan kita mengajak Sari ke rumah Pak Norman!"Ibu yang tadinya duduk di sebelah Ayah langsung berpindah tempat di sampingku."Dengarkan penjelasan Ibu! Sari, kami ingin menjodohkan kamu dengan anak Pak Norman.""Apa? Sari tak mau, Bu!" tolakku."Lihat dulu orangnya, baru kamu berkomentar," kata Ibu."Nggak Bu, aku tidak ingin dijodohkan. Aku masih ingin kuliah, Bu! Baru saja aku lulus sekolah SMA, sekarang Ayah dan Ibu sudah ingin menyuruhku untuk menikah?""Nak, dengerin dulu! Nggak apa-apa nikah dulu, nanti kamu saat menikah juga bisa sekolah lagi.""Enggak, aku tidak mau! Bu! Aku ini masih kecil, Bu! Aku belum siap untuk itu.""Hayo, yang bilang kamu
Read more
Bab 13
Pagi pun sudah tiba. Ibu pagi-pagi sekali datang ke kamarku."Sari, hari ini jadi ikut kami, kan?" tanya Ibu dengan penuh harap."Iya. Aku terpaksa ikut. Karena Desti ada urusan mendadak. Jadi hari ini kami batal pergi ke gramedia," jawabku.Setelah mendengarkan pemaparan Ibu dan Ayah mengenai pria yang akan dijodohkan aku ini, aku mulai mencoba membuka pikiranku. Dalam hati kecilku sih menolak, tapi di sisi lain aku jadi penasaran seberapa tampannya pemuda ini."Rencana, mau berangkat jam berapa, Bu?" tanyaku."Sekitar jam sembilan pagi, Nak. Ya sudah kamu cepetan mandi dan bersiap! Oh ya, Ibu kemarin lusa sudah membelikan baju baru untuk kamu, aku akan ambilkan untukmu. Kamu mandi saja dulu nanti bajunya akan aku taruh di meja kamu. Nanti kalau kamu suka pakai saja ya!""Baik Bu, aku akan segera Mandi." Setelah selesai mandi, aku melihat baju yang dibelikan Ibu kemarin lusa. "Bagus juga baju pilihan Ibu, kalau begitu aku pakai ini saja, Ah," kataku dengan antusias.Setelah aku sele
Read more
Bab 14
"Nanti kalau Nanang sudah pulang, nanti tante akan menyuruhnya pergi ke rumah kamu, ya Sari," terang Bu Nanda."Iya Bu, saya tidak apa-apa, kok. Kalau memang Mas Nanang repot, dan urusannya belum selesai, tidak usah dipaksakan untuk pergi ke rumah Sari, Bu. Sari tidak ingin mengganggu urusan Mas Nanang," ucapku."Kamu pengertian sekali, Sari. Beruntung sekali Nanang bisa mendapatkan calon istri seperti kamu, yang sangat pengertian." Aku pun tersenyum meski sedikit dipaksakan.Dalam hatiku aku sangat senang sekali jika Mas Nanang tidak menemuiku. Jadi aku bisa beralasan untuk menolak perjodohan ini, dengan alasan Mas Nanang tidak suka kepadaku.Kami pun tak berlama-lama di rumah Mas Nanang, kami memutuskan untuk segera pamit pulang. Terlihat wajah Ayah sangat gelisah. Entah, apa yang dipikirkan beliau. Kemungkinan besar karena merasa tidak nyaman saat Mas Nanang tidak mau menemui aku.Sesampainya di rumah, Ayah dan Ibu langsung pergi ke kamar mereka. Ku lihat wajah Ayah semakin ditekuk
Read more
Bab 15
"Bang Manto! Tolong cepat ke sini, Bang!" teriakku dengan kencang.Setelah itu bang Manto pun datang, dan menyiapkan mobil. Tak butuh waktu lama ayah pun sudah masuk di dalam mobil dan langsung kami larikan ke Rumah Sakit.Saat tiba di Rumah Sakit, ayah langsung ditangani dengan baik. Dan dilakukan beberapa serangkaian pemeriksaan.Kalau dilihat dari gejalanya aku merasa kalai ayah terkena serangan jantung. Tapi aku berharap ayahku baik-baik saja. Selama ini ayah sering sakit-sakitan namun tidak pernah mau diperiksakan.Tiba-tiba datanglah bu Nanda, pak Norman dan seorang pria firasatku dia adalah Mas Nanang."Gimana kabar Pak Rudi, Bu?" tanya bu Nanda kepada ibu."Ini masih diperiksa oleh dokter, Bu," jawab ibuku."Semoga Pak Rudi baik-baik saja tidak ada masalah yang serius. Setelah mendengar kabar dari Ibu, kami pun langsung bergegas berangkat ke sini. Sungguh kami sangat khawatir dengan kesehatan beliau," kata bu Nanda."Firasat saya, sakit Pak Rudi karena sikap Nanang tadi pagi d
Read more
Bab 16
"Kamu kenapa, Dek?" tanyanya waktu itu."Aku masuk angin, Mas.""Masak setiap pagi kamu masuk angin, Dek? Jangan-jangan kamu hamil?" tanya Mas Nanang tidak percaya."Enggak mungkin lah Mas, aku sangat yakin kalau aku ini tidak sedang hamil. Mungkin karena aku sedang capek jadinya sering muntah," kataku meyakinkan.Di dalam hatiku yang paling dalam, sebetulnya aku sangat cemas. Aku takut kalau aku hamil beneran karena aku belum siap. Hal yang paling aku takutkan adalah jika mas Nanang menjadi berubah sikapnya kepadaku."Dek, kita periksakan saja ke dokter, biar kita tahu kamu itu sakit atau memang hamil," ajaknya."Tidak, Mas. Aku percaya aku nggak hamil kok. Aku kan minum pil KB secara rutin bahkan aku selalu meminumnya tepat waktu," tolakku halus.Setelah perdebatan yang sangat panjang, akhirnya aku pun mau diajak periksa ke Dokter. Setelah selesai diperiksa, aku pun dinyatakan positif hamil. Mendapatkan kabar dari dokter, membuat hatiku bimbang antara harus senang atau sedih mendapa
Read more
Bab 17
Terdengar suara dering di poselku dengan segera aku mengambilnya ternyata Desti yang menelepon. Dengan segera aku mengangkatnya."Sar, mohon maaf banget bukannya aku mau gimana-gimana, tapi aku beberapa kali melihat seseorang yang mirip sekali dengan ciri-ciri suamimu. Beberapa kali aku melihat dia sering lewat depan toko kita. Dan baru semalam dia mampir ke toko. Aku kira dia ke sini dengan kamu, niat hati ingin menyapa, baru aja mau buka mulut, eh, tiba-tiba disamperin oleh perempuan, perempuan itu adalah salah satu pelanggan setia kita lo.""Ciri-ciri perempuan itu seperti gimana, Des?""Orangnya manis, rambutnya lurus, panjang sebahu, kulitnya coklat, badannya padat berisi, dan ada lesung di pipinya.""Oh," jawabku. Berarti kecurigaanku benar, karena semalam dia ijin kepadaku ada meeting."Kok oh, sih Sar? Emang kamu kenal dengan wanita itu?""Enggak, aku nggak kenal dengan wanita yang ciri-cirinya kamu sebutin itu tadi.""Tapi aku yakin itu semalam suami kamu. Tapi apakah wanita
Read more
Bab 18
Tak butuh waktu lama, kami pun sudah sampai. Karena yang periksa tidak begitu banyak, jadi aku bisa diperiksa dengan lebih cepat. "Gimana hasilnya, Sar?" tanya Desti yang tiba-tiba mengagetkanku."Alhamdulillah semuanya baik, Des.""Cowok apa cewek?" tanyanya dengan mata berbinar-binar."Perkiraan cowok, Des. Tapi mau cowok atau cewek aku nggak masalah yang penting dia sehat.""Iya Sar betul itu, aduh aku nggak sabar ingin melihat keponakan aku ini, pasti kalau cowok bakalan wajahnya mirip kamu, Sar. Tapi mau mirip kamu atau suami kamu, pasti tetep cantik atau ganteng. Soalnya bibitnya sudah ganteng dan cantik.""Bisa saja kamu ini.""Des, setelah ini kita mampir makan dulu, ya!" kataku."Iya, mau makan di mana?""Gimana kalau makan di jalan Argosari.""Ide bagus itu, aku juga suka makan di situ. Masakannya lumayan enak dan pastinya harganya murah.""Wah. Kamu juga suka makan di situ toh?""Iya aku sudah langganan, pegawainya sampai hafal hehe," katanya sambil nyengir.Kami pun langs
Read more
Bab 19
"Kerjaannya sudah selesai, Mas?" tanyaku pura-pura tidak tahu dengan kejadian yang dialami Mas Nanang. Dalam hati aku tertawa bahagia dengan kondisinya sekarang."Udah kamu jangan banyak tanya!" timpalnya"Kamu ini dari mana saja, Sari? Ku cari dari tadi nggak ada! Pergi pun juga nggak ijin. Kalau ada apa-apa sama kamu terus gimana?" ucap Mas Nanang."Aku habis periksa ke dokter, Mas. Itu kenapa wajah kamu ...." Belum sampai selesai sudah di sahut oleh Mas Nanang."Masih tanya lagi! Cepetan ambilkan aku air es, setelah itu kompres wajahku!" titahnya, sambil memegangi wajahnya yang dipenuhi memar."Tapi, aku mau ganti baju dulu ya, Mas," pintaku."Iya cepetan ganti bajunya! Jangan lama-lama!" katanya setengah menyentak aku.Aku pun langsung segera masuk kamar dan berganti baju. Setelah itu, aku mengambil air es dan menuju ke tempat di mana Mas Nanang sedang duduk. Dengan segera aku kompres lukanya."Aduh, pelan-pelan dong Sari, ini sakit!" "Iya Mas, ini sudah pelan!" jawabku.Sesekali
Read more
Bab 20
Sekarang wajah Mas Nanang sedikit pucat."Ah masak, aku nggak percaya, nggak ada ini bekas lipstiknya!""Ngaca saja sana kalau nggak percaya!" jawabku lagi."Kenapa, kamu jadi pucat, Mas? Santai sajalah," kataku enteng. Sekarang dia hanya diam saja. Entah apa yang dia pikirkan."Kalau sedang kayak gini selalu ingat dengan aku ya, Mas? Coba kalau waktu Mas lagi senang, pasti Mas Nanang lupa dengan aku!" kataku lagi."Siapa yang bilang seperti itu? Aku tiap hari susah senang selalu ingat kamu, Dek!" katanya merayu."Sudahlah, jangan merayu aku begitu! Aku sudah tahu semuanya!" jawabku sambil aku memutar bola mataku dengan sangat malas mendengar perkataan dari suamiku."Kamu sudah tahu apa, Dek?""Sudahlah lupain, nggak tega mau ngomong sama kamu karena wajah kamu tambah pucat kayak gitu takut kamu denger langsung pingsan," jawabku sewot."Sampai kapan dia akan selalu berbohong," batinku. Sebetulnya aku sudah lelah kalau selalu dihadapkan situasi seperti ini. Jika aku keluar dari rumah
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status