All Chapters of IBUKU PELAKOR: Chapter 61 - Chapter 70
98 Chapters
Cueknya Satria bikin emosi
"Kak, saya akan bicara sama Mas Bagus. Siapa tau bisa membantu memperbaiki kondisi rumah tangga Kakak." "Terima kasih sekali Mbak, tapi nggak usah. Saya takut Mas Bagus marah sama saya," katanya dengan menundukkan wajah. "Lebih bagus kan, daripada diam saja. Jadi nggak tau maunya apa. Kakak udah minta maaf kan?" Dia mengangguk."Nggak pernah ngulangi lagi kan?" selidikku."Nggak Mbak. Demi Allah. Saya hanya sama Mas Bima, itupun terpaksa." Aku percaya kata-katanya. Terlihat dari matanya yang tulus. "Kalau begitu, Kakak nggak usah takut. Insha Allah, kalau saya bicara sama Mas Bagus. Hatinya akan terbuka untuk maafiin Kak Sinta. Hubungan suami istri, nggak bisa terus diem-dieman kalau ada masalah. Nggak sehat. Kasihan anak-anak juga." Hah, pinter bener ya aku nasehatin orang. Prakteknya sulit, aku tau sekali itu. "Terserah Mbak Divya. Saya harap, Mas Bagus benar-benar bisa memaafkan saya. Saya nggak tau, berapa lama lagi bisa bertahan di rumah tangga yang kayak gini. Keberadaan sa
Read more
POV Satria – Berdamai dengan diri sendiri
POV Satria – Berdamai dengan diri sendiriAku terperangah melihat Kak Divya yang marah besar sama aku. Sampai melepar kunci ke badanku. Tak sakit di raga, tapi di hati. Apa aku memang sudah sangat keterlaluan sama Bapak? Bapak menghela nafas melihatku, aku tertunduk. Ya, kenapa aku harus marah sama Bapak? Sebagai laki-laki, seharusnya aku lebih memahami perasaan Bapak. Bagaimana kalau aku yang ada di posisi Bapak? Mungkin sejak awal aku tau pasanganku berselingkuh, sudah kucincang dia dan selingkuhannya.Kini, aku jadi semakin bingung mau bagaimana? Hubunganku yang sekarang yang berasa kaku sama Kak Divya, gara-gara perasaanku yang konyol. Kini malah semakin berjarak. "Kamu sudah dewasa untuk mengerti semuanya, bukan anak kecil yang tiap hari harus selalu dinasehati. Semua terserah sama kamu." Setelah berkata demikian, Bapak menyusul Kak Divya masuk ke rumah. Aku masih berdiri terpaku di dekat motorku. Mau balik gengsi. Mau pergi, masalah akan panjang buntutnya. Aku memang anak tak
Read more
POV Divya – Satria tak bisa mengendalikan perasaannya
Satria benar-benar nekat kayaknya. Aku nggak boleh diam saja dan seolah memberi harapan padanya. Di adekku, sampai kapan pun. Setelah meletak susuku di atas nakas yang ada di kamar, aku segera keluar lagi. Aku harus lebih tegas pada Satria. Aku ke dapur, benar saja, dia masih berdiri terpaku seperti tadi."Dek!" Aku menyadarkannya yang terlihat syok. Dia melihatku tanpa menyahut panggilanku. "Sini, Kakak mau bicara." Aku lebih dulu melangkah ke teras rumah. Aku jadi risih kalau kami berdua-duaan saja begini di dalam.Aku duduk di bangku yang ada di teras. Sukurlah dia mengikutiku juga. "Duduk," titahku, dia juga nurut. Aku menarik nafas sebelum mulai bicara padanya. "Kakak udah baca surat kamu," kataku jujur setelah tadi saat di dapur aku mengelak darinya. "Dek, perasaan kamu itu salah. Mungkin karena kamu terlalu sayang sama Kakak, makanya kamu mengira, kamu mencintai Kakak." "Aku benar cinta sama Kakak. Aku bukan anak kecil yang tak bisa membedakan rasa.""Iya, cinta seorang Ad
Read more
Satria beneran minggat
#Satria beneran minggat"Satria! Udah jam sembilan, kamu nggak ke kampus. Semalam kamu bilang, hari ini ada jadwal kuliah jam sepuluh?" Bapak tetap sabar memanggil Satria dari depan pintu kamarnya.Tak ada jawaban juga."Coba buka aja Pak, pintunya," ucapku yang berdiri di belakang Bapak sambil menggendong Arsen.Pelan-pelan Bapak membuka handle pintu kamar Satria, ternyata tak dikunci. "Loh, mana dia?" tanya Bapak. Aku melongok ke dalam, tak ada Satria. Kamarnya juga masih rapi. "Pak, apa itu?" kataku menunjuk ke arah bantal Satria.Bapak lantas menuju ke bantal yang kumaksud. Bapak ambil kertas yang ada di atas bantal."Heh, anak ini," gumam Bapak seraya menggelengkan kepala. "Kenapa Pak?" tanyaku."Nih, baca sendiri." Kuterima kertas yang diulurkan Bapak. Pak, Kak Divya, aku pergi. Maaf kalau aku nggak pamit. Hmm, Satria. Bener-bener nih bocah. Kok jadi kekanakan gini sih nih anak. Padahal selama ini, dewasa banget cara berpikir nya."Biarin aja lah Pak. Biar dia introspeksi di
Read more
Konsultasi
Aku bingung, harus bagaimana caraku menceritakan semua pada Bang Dion. Malu sekali rasanya kalau bilang Mas Bima berselingkuh dengan ibuku sendiri."Kenapa diam? Malu?" tanyanya seolah tau apa yang ada di benakku saat ini. Aku berusaha memaksakan seulas senyum di bibirku. "Um, sebelum saya cerita sama Abang. Saya mau tau dulu, berapa kira-kira biaya yang harus saya keluarkan untuk gugatan cerai ini?" Tak ada salahnya aku bertanya perihal biaya dulu, sebelum akhirnya benar-benar berkonsultasi sama Bang Dion.DrrttHape Bang Dion, yang terletak di atas meja bergetar."Sebentar ya," katanya padaku, aku membalas dengan senyuman tipis. Menunggu dia melihat pesan yang masuk ke hapenya. Mataku memindai ruangan tempatku sekarang berada. Ada beberapa orang yang sepertinya sama denganku. Nasib pernikahannya sedang berada di ujung tanduk perceraian. Beberapa wajah tampak tegang dan marah, sementara yang lainnya ada yang menangis tersedu. Gedung ini, gedung yang kelihatan bagus dari luar. Nam
Read more
Bapak dikelilingi pengkhianat
#Bapak dikelilingi pengkhianatSemakin dekat, aku melihat justru wajah ibu-ibu itu terlihat sumringah. Aku melihat Kak Sinta berdiri di depan rumahnya, sambil mengobrol dengan ibu-ibu yang lain. "Mbak Divya," tegur Kak Sinta. Aku tersenyum melihatnya. Binar mata dan pancaran kebahagiaan terlihat dari wajahnya,tak seperti semalam, yang terlihat putus asa. "Ini, anak Pak Candra yang paling besar." Kak Sinta memperkenalkan diriku pada ibu-ibu yang lain. Mereka semua menyalamiku. "Iya ingat, dulu terakhir kemari, masih sekolah ya. Sekarang udah nikahkan?" tanya seorang Ibu. "Iya Bu," jawabku. Cukup mereka tau aku sudah menikah, tak perlu tau kalau aku telah menggugat cerai suamiku. "Nggak terasa ya. Udah punya anak, Mbak?" tanya Ibu yang lain. "Udah Buk, satu." "Kok nggak dibawa?" "Lagi tidur dia." "Oh gitu. Ya udah ah, saya mau pulang duluan ya Mbak, bu ibu. Belum masak, ntar lagi suami sama anak pada pulang." Ibu yang tadi bertanya tentang Arsen lebih dulu pamit."Iya, yuk Mba
Read more
Bujukan mertua
#Bujukan mertuaSepanjang jalan ke rumah. Jantungku terus saja berdetak dengan kencang, mungkin karena aku sedang dalam keadaan yang sangat marah. Ya marah dengan orang-orang yang sudah tega sama Bapak. Kenapa mereka tega sama bapakku? Kalau merasa gaji yang dibagi Bapak kurang, kan mereka bisa ngomong. Jangan main tikam dari belakang begitu! Apa untungnya kalau mereka terus menggerogoti Bapak diam-diam begitu? Mau bikin Bapak bangkrut? Kalau Bapak bangkrut, kan mereka juga yang rugi, jadi kehilangan mata pencarian. Nggak mungkin kan, Bapak akan bisa mengganti mereka kalau hasil kebun tak memadai. "Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam dan langsung masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam," sahut Kak Sam dari dapur. Aku nggak langsung ke dapur, tapi melihat Arsen dulu di kamar, Arsen tak ada. "Arsen mana Kak?" tanyaku khawatir dari kamar. "Ini sama Kakak," jawab Kak Sam. Aku segera ke dapur, ternyata Arsen ada di gendongan Kak Sam yang nyambi masak. "Nangis Arsen tadi, ya Kak?" t
Read more
Curiga sama Ibu
#Curiga sama IbuSampai di rumah, Bapak langsung menemui Om Anton di rumahnya, untuk menceritakan tentang keculasan Mas Bima selama ini. Ini hari Minggu jadi Om Anton nggak ke kantor, walaupun di Polda tetap banyak polisi yang berjaga, juga menerima laporan warga. Jalan tetap merasa nyaman, kalau bicara langsung dengan Om Anton. Aku tetap di rumah, karena ada Arsen. Padahal aku sangat ingin ikut sama Bapak. Ibu juga tak ada di rumah. Cuma Bik Sum sendirian. "Bik, apa Ibu Nggak pernah di rumah sejak kami berangkat?" tanyaku pada Bik Sum."Di rumah juga Mbak. Tapi kalau malam keluar, nggak tau juga kemana," jawab Bik Sum. Aku menemani Bik Sum meracik bahan masakan di dapur. Bik Sum tak tau kalau kami pulang hari ini, jadi dia belum masak. "Apa Mas Bima masih datang ke sini?" "Nggak pernah Mbak. Paling Bang Yudi ngantar uang hasil kebun." Hmm Bang Yudi. Pengkhianat yang berkedok pengabdi setia. "Sama siapa Ibu keluar?" Entah kenapa, aku juga jadi curiga sama Ibu. "Sendiri Mbak. Nai
Read more
Penggerebekan 1
#penggerebekan 1Om Anton datang sesuai janjinya. Tapi sedikit molor dari waktu yang dijanjikan. Om Anton datang habis Isya, tepatnya jam sembilan malah. Dia hanya datang bersama seorang rekannya. Ya dikenalkan sebagai Bripda Farhan. Orangnya kelihatan masih muda, gagah, juga tampak berwibawa dengan seragamnya. "Kenapa lama sekali Ton? Daritadi Mas bel nggak diangkat," kata Bapak sebagai pembuka perbincangan."Tadi saya sedang mengumpulkan personil Mas," jelas Om Anton. "Apa kita nggak butuh lebih banyak orang Ton?" tanya Bapak. Aku juga berpikir sama dengan Bapak. Kami ini mau menggerebek loh, bisa jadi Mas Bima sedang ngumpul sama antek-anteknya. Mana bisa kalau hanya dua orang saja. "Mas tenang aja. Sudah banyak personil yang berjaga di tempat yang Mas kasih tau denahnya semalam," kata Om Anton. Kalau soal ini aku nggak ngerti sih. Bapak nggak cerita detail, tentang apa saja yang dibicarakan saat bertemu Om Anton tadi siang. "Jadi mereka sudah berjaga?" tanya Bapak. "Iya, mak
Read more
Penggerebekan 2
#Penggerebekan 2Aku mencoba mendekat, ya Allah, itu benaran Ibu. Teganya dia. Padahal Bapak sudah bersedia memberi apa yang mau. Dasar serakah!Aku melihat mereka yang sudah dikepung, meletakkan kedua tangan di belakang kepalanya. Bapak dengan wajah geram mendekati mereka.PLAKKPLAKKPLAKKSemuanya dihadiahi satu tamparan keras di pipi mereka. Termasuk Ibu. Mereka tak berani berkutik. Hanya Ibu yang menatap tajam Bapak. Barang bukti ada di depan mata, pun sudah tak lagi bisa lari. Mereka sudah dikepung dari segala arah. Personil yang dibawa Om Anton jauh lebih banyak jumlahnya dari mereka."Kurang ajar kalian!" kata Bapak. Tak ada lagi kalimat yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kekecewaan Bapak sama orang-orang kepercayaannya."Ma–ma–af Pak, sa–saya ha–hanya ikut-ikutan." Tiba-tiba Bang Nasib berlutut di kaki Bapak. "Saya juga Pak." Kak Munah juga ikut berlutut. Tapi semua sudah terlambat. Proses hukum sudah berjalan. Bapak membelakangi mereka, sementara Om Anton dan person
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status