All Chapters of KUBELI KESOMBONGAN, GUNDIK SUAMIKU: Chapter 81 - Chapter 90
125 Chapters
82. Ajakan bertemu (Bagian C)
82. Ajakan bertemu (Bagian C)Aku hanya diam, tidak. Aku merasa tidak terima karena pesan-pesan itu terus terngiang di kepalaku. Aku pun bingung. Apa lagi rencana yang harus kulakukan?"Kita nggak punya pilihan lain, Bu. Aku rasa, kita harus memancing Risa dengan mengaku sebagai Mas Rengga. Kita harus membalas pesan singkatnya, berpura-pura membalas sebagai Mas Rengga, dengan begitu sedikit banyak kita akan tahu, apa saja yang sudah terjadi di antara mereka. Atau mungkin, lebih singkatnya. Kita bisa menyuruhnya datang ke sini? Sama, dengan dalih Mas Rengga juga, kita akan bilang bahwa ingin memperkenalkan nya pada Ibu dan juga aku, bukankah itu yang dia harapkan? Sebuah pengakuan? Kita akan memancingnya seakan-akan Mas Rengga mau menuruti semua permintaannya dalam pesan singkat tersebut. Ibu setuju kan?" tanyaku dengan penuh harap. Sungguh, aku berharap sekali Ibu akan menyetujui saranku."Tidak, sampai kapan pun aku tidak akan pernah merelakan wanita jahanam itu menginjakkan kaki di
Read more
83. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian A)
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU83. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian A)Aku baru saja berjalan sejauh 7 kilometer, tapi tiba-tiba, mobilku terasa berat sekali dan susah untuk dikendarai. Aku bergegas menepikan ke kiri dan mulai turun dari mobil untuk sekedar memeriksanya. Ah, sialnya lagi karena roda belakang bagian kiri mobilku rupanya kempes. Aku menengok ke kanan dan ke kiri, lalu lintas pagi ini cukup padat. Karena memang bertepatan sekali dengan lalu-lalang orang berangkat bekerja, sekolah, atau mungkin kuliah. Aku sempat panik, karena bingung hendak meminta tolong pada siapa. Mana mungkin aku menelepon Mas Rengga dalam keadaan dia sakit seperti itu? Apalagi, ini posisi yang cukup genting. Aku memutuskan untuk menelpon call center, alias jasa layanan khusus yang disediakan oleh pemerintah kota untuk mengatasi kendala dan aduan apapun dari warganya. Aku segera mengadukan semua kendalaku, serta alamat dan ancer-ancer tempatku berdiri saat ini. Dari sahutan wanita di telepon tad
Read more
84. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian B)
84. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian B)"Cha, Cha. Selalu saja kamu seperti itu. Terlalu keras kepala dan ya, masih saja berusaha untuk mandiri. Nggak berubah banyak! Udah, biar aku antar saja nanti. Nggak papa, aku masih punya banyak waktu luang sebelum ke Rumah Sakit!" kata Mas Alif dengan senyum ramah.Aku menimbang-nimbang, apakah sebaiknya aku mengiyakan saja tawarannya?Asyik memikirkan jawaban, tiba-tiba saja tim petugas yang ku mintai bantuan pun sudah datang. Mereka segera membantuku, meminta nomor telepon, alamat dan juga kartu identitas lainnya. Setelahnya, mereka juga menawarkan, apa aku ikut dengan mereka, atau mereka yang akan mengantarkan mobilku nanti ke rumah setelah selesai? Ah, inilah bangganya aku tinggal di kota ini. Semuanya terasa mudah dan diperlakukan istimewa dengan pelayanan pusat yang ada."Cha, gimana? Mending aku antar lah daripada kamu naik mobil box dengan plat merah begitu?" tunjuk Mas Alif pada kendaraan roda empat yang terparkir tak jauh dari pandang
Read more
85. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian C)
85. Bertemu dengan Mas Alif (Bagian C)"Nggak kok, Mas. Aku nggak papa, hanya biasalah, terkait pekerjaan menjadi dosen!" Aku hanya menyahuti dengan datar, terpaksa aku harus berbohong lagi. Aku tidak terbiasa membagi keluh kesah dan juga beban hidupku kepada orang lain, sekalipun aku pernah mengenal orang itu dengan baik dan dalam kurasi yang tak sebentar pula. Aku lebih menjaga privasi ku sendiri tentunya. Mengumbar masalah pribadi, apalagi keluarga dan percekcokan dengan suami, sama sekali bukan prinsip ku."Oh, oke, baiklah. Ini aku cari jalan putar ya, memang sedikit lebih jauh daripada jalan utama. Tapi, aku yakin, di jam-jam seperti ini pasti akan macet, apalagi di tengah kota nanti, jantungnya jalan. Pasti akan memakan waktu lebih lambat jika kita tetap memaksa lewat sana. Katanya kamu nggak mau temanmu menunggu lama. Jadi, aku harus membawamu lewat jalan pintas!" ujar Mas Alif menjelaskan. Padahal, saking seriusnya aku melamun, aku sampai tak memperhatikan jalanan sama seka
Read more
86. Memberi Risa Pelajaran (Bagian A)
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU86. Memberi Risa Pelajaran (Bagian A)"Kamu? Ngapain kamu ke sini? Kamu sengaja membuntutiku? Atau mungkin memata-mataiku?" tanya Risa dengan tingkat percaya diri yang tinggi.Dia membalikkan tubuhnya, menatapku dengan sengit. Tak lupa juga dia memperhatikan penampilanku dari atas ke bawah. Lalu tersenyum sinis. Wajahnya melengos seketika."Kamu nggak nawarin aku duduk gitu?" tanyaku dengan santai, aku masih menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dia hanya menghela nafas panjang lalu menjawab perkataanku dengan sengit."Ngapain aku menyuruhmu duduk? Kamu kan tamu tak diundang! Aku harap, pertemuan kali ini hanya sebuah kebetulan!" ujarnya seraya mengibaskan rambut panjangnya ke belakang."Oh, gitu? Tumben, nih, nggak ada dayang-dayang? Tuan putri hari ini sendirian?" tanyaku sembari mengedarkan pandangan ke penjuru arah. Risa memang datang sendiri, eh, nggak tahu lagi jika dayang-dayangnya sengaja memantau dari kejauhan. Mengingat, wanita di depank
Read more
87. Memberi Risa Pelajaran (Bagian B)
87. Memberi Risa Pelajaran (Bagian B)"Seharus–""Tunggu, aku belum selesai bicara!" potong Risa dengan cepat. Dia semakin memajukan tubuhnya ke arahku. Sehingga tatapan kami kini semakin terasa lebih intens."Jadi gini, ya, aku akan jelasin sama kamu. Kenapa kamu terus-terusan bertahan dengan lelaki yang mempunyai selingan? Dan asal kamu tahu, nggak cuma hatinya saja yang sudah dia bagi! Tapi, pikiran, tenaga, hati, bahkan urusan ranjang sekalipun. Aku rasa dia memberikannya dengan adil untuk kita, sama jumlahnya antara yang satu dengan yang lain! Aku yang nggak habis pikir, kok bisa gitu, loh, kamu masih aja mempertahankan, padahal suamimu saja sudah sebegitunya mengkhianati kamu! Kalau aku jadi kamu, wah, sudah lama loh, aku akan meminta cerai, menggugat dan hidup sendiri dengan lebih bahagia! Daripada harga diri harus terinjak karena diperlakukan seperti itu oleh suami sendiri! Dan satu lagi, ya, Mbak Keysa yang terhormat! For your information, awalnya juga dia yang lebih dulu men
Read more
88. Memberi Risa Pelajaran (Bagian C)
88. Memberi Risa Pelajaran (Bagian C)"Kamu pikir, setelah aku bercerai dengannya nanti, kamu akan bisa hidup bahagia, happy ever after, literally? Hahaha, apa kamu bisa membayangkan sebelumnya? Walaupun sudah cerai nanti, aku juga nggak akan bisa sepenuhnya hilang loh, dari bayangannya. Aku masih akan terus bertemu dengan Ibunya, saudaranya, sepupu-sepupunya. Aku tahu, kamu pasti juga sudah paham sekali bukan? Sedekat apa aku dengan keluarga Mas Rengga? Jadi, kalau menurut kamu, perceraianku nantinya sebagai jalan termudah untukmu hidup bahagia dengan suamiku, coba kamu pikir-pikir lagi. Aku dulu menikah dengan Mas Rengga, disetujui oleh kedua belah pihak, didukung oleh seluruh anggota kantor, disaksikan langsung oleh Sang Pencipta, diketahui juga oleh keluarga besar. Dianggap dan dihormati sebagai bagian keluarga keraton dan tentu saja diketahui oleh khalayak ramai seluruh netizen di Indonesia. Terus dengan mudahnya kamu nanti bisa menggantikan posisi ku dengan jalan ninja? Lucu, si
Read more
89. Memberi Risa Pelajaran (Bagian D)
89. Memberi Risa Pelajaran (Bagian D)"Kalau kamu mau, silakan saja ambil suami ku. Jadi, semua harapan kamu bisa menua dengannya akan sepenuhnya terkabul sebentar lagi. Cuma kamu harus ingat, apa saja poin-poin penting yang sudah aku ucapkan tadi. Kita bekerja sama lah dengan baik! Aku juga paham, sebuah perselingkuhan pasti terjadi karena kedua belah pihak. Aku juga nggak sepenuhnya menyalahkan kamu, walaupun aku tahu sih, kamu juga bersalah sekali dalam kasus ini. Tapi, sudahlah, kamu juga tidak menyangkal bukan?" Aku masih berusaha untuk bersikap datar, setelah tadi mengeluarkan berbagai kalimat tajam padanya.Seorang pramusaji mengantarkan makanan pesananku, aku tertawa riang. Dan kulihat, Risa juga sempat melirik sekilas ke arah makanan."Kemana-mana masih sembunyi-sembunyi, ketahuan orang pun cuma dapat malu yang ada. Eh, lupa! Kan kamu udah nggak punya malu, canda, deng!" Aku tertawa, sehingga aku mulai bisa mendengar rupanya ada beberapa pasang mata dan telinga yang sedari ta
Read more
90. Masuk Lambe Julid (Bagian A)
KUBELI KESOMBONGAN GUNDIK SUAMIKU90. Masuk Lambe Julid (Bagian A)Aku langsung saja mencegat taksi offline yang suka sekali berkeliaran di wilayah ini. Hatiku rasanya puas, menikmati adegan tadi. Bahkan selama di perjalanan pulang pun aku hanya senyum-senyum sendiri jika mengingat ekspresi wajah Risa yang lucu tadi.Setelah membayar taksi, aku turun dan langsung masuk ke dalam rumah. Cukup lama ternyata aku keluar, memakan waktu hampir tiga jam. Padahal aku rasa, belum ada satu jam tadi bertemu dan mengobrol dengan Risa. Mungkin karena lokasi yang lumayan jauh dari rumah, sehingga membutuhkan waktu satu jam lebih hanya untuk pulang pergi. Belum lagi drama mobil yang kempes di pinggir jalan tadi. Ya sudahlah, aku juga belum mendapatkan kabar tentang kondisi mobilku. Apa aku salah memberikan nomor telepon pada mereka? Sialnya aku juga nggak tahu, di mana mobilku dibetulkan. Biarlah, nanti aku akan mencoba menghubungi call center lagi, untuk sekedar memastikan.Setidaknya, aku merasa
Read more
91. Masuk Lambe Julid (Bagian B)
91. Masuk Lambe Julid (Bagian B)Aku langsung saja masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuh lalu mengganti pakaian. Saat keluar dari kamar mandi, aku lihat Ibu sudah keluar dari kamar. Mungkin dia beristirahat.Aku berjalan menghampiri Mas Rengga yang sedang tertidur pulas. Aku menatap wajahnya, sembari berpikir.Apa mungkin, suamiku ini betul sudah mengkhianati ku di belakang? Apa alasannya kira-kira?Pikiran menari-nari di kepala. Tak bisa mencerna dengan jernih. Setelah tersadar, aku buru-buru mengembalikan ponsel Mas Rengga. Setelah menghapus seluruh percakapan bersama dengan Risa tadi, dan tak lupa memblokir nomor barunya serta. Jadi, setelah ini urusan Risa menjadi denganku, bukan dengan Mas Rengga lagi.Aku segera turun ke bawah, bersiap makan. Ku lihat Ibu ternyata masih berada di sofa sembari menikmati sepiring ubi rebus. "Bu, kenapa nggak istirahat aja? Ibu makan? Ini Keysa mau makan dulu, ya!" pamit ku yang langsung saja duduk di meja makan."Wes makan o dulu, Ibu ma
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status