All Chapters of Tawanan Mertua Kakak: Chapter 91 - Chapter 100
178 Chapters
Bab 91
Bab 91Sebelum pentungan kayu itu menghantam kepala Amina. Kaki Bik Susi naik ke atas dan sekuat tenaga menendang tangan Bapak hingga pentungan itu terpental membentur pintu kaca almari.Brak!! Akibatnya lemari kaca itu pecah berkeping-keping. Tangan Bapak kesakitan. “Kurang ajar kamu! Berani – beraninya melawanku!” cerca Bapak marah.Amina melongo. Ia belum sadar dengan apa yang terjadi."Bapak yang kelewatan. Ibu Amina itu anak Bapak. Kenapa Bapak malah mau mencelakai dia!” Bik Susi berani menatap mata Bapak. “Kita sebaiknya cepat pergi dari sini Bu!' Bik Susi menarik tangan Amina.Bapak sangat marah! Emosi lelaki itu memuncak. Matanya jalang melihat Amina dan Bik Susi keluar dari rumahnya."Dasar anak setan, sikapmu mirip sama ibumu!" Bapak mengejar mereka sampai di depan pintu.Asih keluar kamar. Dia menutupi tubuhnya dengan selimut. "Sudahlah Mas, biarkan saja mereka pergi. Kita bersenang - senang saja yuk di dalam." Kepalanya ia sandarkan pada dada Bapak."Sayang, Amina belum me
Read more
Bab 92
Bab 92"Amina, tolonglah kami, Bapak sangat mencintaimu," ujar Wirda menghiba.Amina melihat Wirda dengan tatapan datar. Rasa sakit di hatinya membuat dia mati rasa dengan kehadiran keluarga Jazuli.Kemudian dia melangkahkan kakinya tanpa memedulikan omelan panjang Wirda."Sombong banget. Baru saja jadi artis sikapnya belagu banget. Aku doakan semoga kamu jauh dari jodoh!"Tiba - tiba Eril datang menjawabnya. "Keluarga kalian memang tidak punya urat malu. Segala cara dipakai untuk mencapai kemauan kalian." Dia melihat ke Wirda."Kak, bukankah kamu dan Amina sama - sama perempuan? Jika kamu berada di posisi Amina apa yang akan kamu lakukan?!" Eril menatap sinis.Otot - otot tubuh Wirda kaku. Sebuah belati menghujam ulu hatinya. Badan wanita itu seketika meriang.Wirda tahu apa yang dilakukan bapaknya amatlah keji pada Amina. Tapi sebagai anak dia tetaplah membela Bapak dan menjaga nama baik keluarganya."Apa maksudmu berkata begitu kepadaku," jawab Wirda galak."Saya berkata begitu, su
Read more
Bab 93
Bab 93Wahyu celingak-celinguk mencari sumber suara perempuan yang didengarnya tadi. Dia tidak melihat seorang pun di sana, selain deretan pohon – pohon kamboja yang tumbuh subur menaungi batu - batu nisan dibawahnya."Masak pagi begini ada setan, gak mungkinlah," hibur Wahyu menenangkan diri. Semilir angin berhembus membawa keharuman bunga kamboja. Wanginya menusuk hidung Wahyu."Sialan! Kenapa aku yang ketakutan sendiri," desah Wahyu kesal. Ia pun berdiri dan setengah berlari menuju ke mobil di mana Bapak dan Wirda menunggu."Tolong Bapak yang menyetir, konsentrasiku pecah." Wahyu menghampiri Bapak."Kenapa wajahmu pucat pasi begitu?" tanya Wirda pada Wahyu. "Apa kamu lihat hantu kuburan.""Bukan hanya hantu, ini mbahnya hantu!" tukas Wahyu belum bisa menutupi kegugupannya. Ia menceritakan kejadian yang dialaminya barusan.Wirda merinding. "Bapak, cepat hidupkan mobilnya, kenapa masih bengong begitu!" bentaknya tak sadar.Jazuli yang pikirannya masih larut memikirkan Amina mengikuti
Read more
Bab 94
Bab 94"Mas, aku nanya, kamu kok malah senyum - senyum sendiri." Asih membelai pipi Mukidi yang agak melorot ke bawah. Selanjutnya dia rebahkan kepalanya di dada pria itu.Persetan dengan moral! Secara sadar Asih tahu perbuatannya melanggar etika. Pria yang bersamanya itu adalah pamannya dan bibinya baru semalam dikuburkan. Sekarang malah mereka asyik berdua di kamar sang bibi tanpa sehelai benang tanpa rasa sungkan.“Mas… kamu dengerin aku tidak?” tanya Asih manja.“Iya aku denger sayang. Kamu mau perhiasan bibimu kan? Tenang saja. Semua perhiasan bibimu akan kuberikan kepadamu,” jawab Bapak gemas.“Beneran ya Mas, awas kalau kamu bohong,” sahut Asih kenes.“Iya.” Mukidi tersenyum nakal menelusuri lekuk tubuh Asih. Lelaki gaek itu merasa hidupnya lebih muda 20 tahun. Matanya mulai mengantuk.“Mas, jangan tidur dulu. Mana perhiasan Bibi. Aku mau sekarang.” Asih bergelayut manja.“Sabar sayang. Aku tidak tahu di mana dia menyimpannya.” Bapak menguap. Dia kembali memejamkan mata.Asih c
Read more
Bab 95
Bab 95Asih mengintip ke luar melalui celah korden. Di luar ia melihat Pakde Sule, Kang Parman dan Mas Pur berdiri berkacak pinggang."Mas, bangun Mas! Ada yang manggil - manggil kita di luar." Asih membangun Bapak.Bapak menggeliat malas. "Biarin saja. Aku masih mengantuk." Ia mau melanjutkan mimpinya. Badannya pegal - pegal setelah bersenang - senang dengan Asih.Namun, kesenangannya terganggu."Kang Mukidi, buka pintunya!" ucap Kang Parman dengan muka kesal."Dobrak saja pintunya, setelah itu kita bawa mereka ke rumah Pak RT!" lanjut Mas Pur geregetan.“Tunggu sebentar Mas Pur!” kata Pakde Sule.Tetangga kiri - kanan yang mendengar kegaduhan di depan rumah Amina ingin tahu. Mereka mulai merapat. Rumah Amina mulai dipadati warga."Istrinya baru meninggal sudah berani memasukkan wanita ke rumah! Anak sendiri diusir - usir! Dasar lelaki tua bangka tidak tahu diri!" gerutu salah satu ibu yang memakai daster polkadot.“Iya, kelewatan sekali Kang Mukidi. Aku tidak menyangka dia bisa seke
Read more
Bab 96
Bab 96“Mau apa dia ke sini?” tanya Amina. Dia masih suka gugup bila harus berhadapan dengan wartawan sekalipun sikap mereka manis.“Entahlah, aku tidak tahu. Aku duga mereka ingin menanyakan soal video Bapak yang beredar.” Eril menyulut rokoknya kemudian menghisapnya perlahan.Amina tertegun. “Apakah ini akan mempengaruhi reputasiku?” tanyanya gusar. Ia cemas Bu Hesti akan menanyakan soal kabar ini dan mempengaruhi kontrak yang telah ia tanda tangani.“Aku tidak suka mengatakannya. Suka tidak suka, kasus ini memang akan berimbas kepadamu. Netizen julid akan menyerang dan menggunakan masalah ini untuk menjatuhkan dirimu. Tapi aku yakin kamu pasti bisa melalui semua ini sayang,” Eril memandang Amina dengan mata teduh. “Apakah kamu mau menemui wartawan itu?”Amina menghela napas panjang. Dia tidak punya media sosial, dan rasanya ia bersyukur sehingga tidak membaca komen jelek yang dilontarkan netizen. Sehingga tidak menambah rumit hidupnya. “Apakah aku boleh tidak menemuinya?”“Kalau me
Read more
Bab 97
Bab 97"Jadi perempuan ini yang membuat kamu berubah?" Perempuan itu mempertegas pertanyaannya lagi."Ma, kapan datang?" Eril terkejut dengan kedatangan mamanya. Dia cepat - cepat sungkem dan memperkenalkannya pada Amina."Amina, kenalkan ini mamaku."Amina gugup, dia mencium tangan mamanya Eril. "Halo Tante, saya Amina.""Iswati," jawab Mama Eril dingin. "Kamu tinggal di mana?""Saya tinggal di sebelah apartemen Eril, Tante." Amina tidak nyaman dengan pandangan menyelidik Iswati. Perempuan itu seolah ingin menelanjanginya."Owh, syukurlah. Saya kira kamu tinggal di apartemen anakku." Iswati membalikkan badannya dan pergi ke apartemen Eril.Perkatan mamanya yang judes pada Amina membuat Eril tidak enak hati. "Amina, aku masuk dulu ya.""Silahkan." Amina tersenyum kecil. Hatinya mengatakan kehadiran mamanya Eril akan membawa ketidaknyamanan pada hubungan mereka berdua.Setelah melihat Eril menutup pintu apartemennya, giliran Amina yang masuk. Perempuan itu langsung duduk di sofa, panda
Read more
Bab 98
Bab 98“Yakin sekali Ma. Memangnya kenapa? Itu adalah takdir Amina yang harus ia jalani. Wanita itu kuat dan saya ingin melindunginya. Mama belum kenal Amina dia perempuan baik – baik yang sangat sayang dengan anak dan keluarganya,” balas Eril tak mau kalah.“Kamu itu anak Mama satu – satunya, masak kamu gak pengen membahagiakan Mama? Mama pengen kamu itu menikah dengan gadis ting ting. Jangan wanita seperti Amina. Diperkosa orang, punya anak lagi. Kamu itu juga terlalu baik padanya. Mama geli mendengar anaknya menyebutmu Papa. Malu Mama Ril.”“Ma, memangnya kenapa sih, Eril mencintainya.”“Halah, gak usah bicara cinta sama Mama. Mama pinta kamu mendengarkan apa kata Mama.” Iswati masuk ke kamar Eril. Dia mau tiduran.Eril mendesah. Perdebatan dengan mamanya membuat dirinya capek. Diliriknya alroji di pergelangan tangannya. Amina belum datang, padahal tadi ia berjanji akan membawakan makanan untuknya. Lelaki itu berinisiatif keluar dan hendak pergi ke apartemen Amina.Saat membuka pin
Read more
Bab 99
Bab 99“Amina, aku ingin bicara denganmu,” pinta Eril sepulangnya dari syuting. Raut muka lelaki itu tampak frustrasi dengan keadaan yang ia jalani. Amina seminggu ini lebih banyak mengunci mulut, dan dia tidak tahu kesalahan apa yang telah dibuatnya.“Soal apa?” tanya Amina pendek. Tangan kanannya menyisir rambutnya ke belakang.“Aku salah apa padamu, hingga kamu mendiamkan aku seperti itu?” Rahang Eril menegang. Sikap dingin Amina membuatnya mati kutu.“Kamu tidak salah apa- apa. Aku hanya ingin menghindarimu saja.” Tak perlu lagi Amina berbasa – basi. Mereka sudah sama – sama dewasa.“Kenapa kamu tiba – tiba mau menghindariku? Apakah ini berkaitan dengan mamaku?” Suara Eril tercekat saat mengatakannya. Ia tahu Amina, tak mungkin gadis itu menghindarinya tanpa alasan jelas.“Iya. Aku mendengar perdebatan kalian waktu itu dan kupikir, ada baiknya kita berdua berpisah.” Intonasi suara Amina datar saat mengatakannya. Kenyataan – kenyataan pahit yang telah dilaluinya membuatnya dingin.
Read more
Bab 100
Bab 100Amina yang mendengar suara tangis Ayang datang menghampiri. Dia terpaku melihat putrinya dalam pelukan Eril.“Maafkan anak saya, Tante.” Amina langsung membawa Ayang ke dalam pelukannya. Gadis cilik itu langsung menyembunyikan wajahnya dalam dada ibunya.“Iya, kamu mestinya sadar itu, jangan malah mengambil kesempatan dengan mengajarinya memanggil Papa pada Eril.” Iswati berkata dengan ketus.“Sudah Ma. Tolong Mama jangan sakiti hati Ayang. Dia tidak salah. Aku yang memintanya memanggilku Papa.” Eril tetap membela Ayang.Amina tidak ingin mendengar perdebatan lebih dalam antara Eril dan mamanya. “Maaf saya masuk dulu,” Wanita itu berbalik dan masuk ke dalam apartemennya. Hatinya benar – benar patah melihat mamanya Eril memarahi anaknya.“Ayang jangan menangis, Gak apa - apa gak punya Papa. Ayang masih punya Ibu,” tutur Amina sambil mengusap air mata di wajah anaknya.Ayang masih menangis sesenggukan. Bik Susi yang melihat majikannya menangis, turut meneteskan air mata. Dia kes
Read more
PREV
1
...
89101112
...
18
DMCA.com Protection Status