All Chapters of NODA PERNIKAHAN: Chapter 11 - Chapter 20
115 Chapters
BAB 11
“Alana ....” Suara itu menyapaku lembut.“Darwin ....”“Wah, akhirnya aku bisa juga bertemu owner Kafe Jingga.”“Ka- kamu tau ini kafe aku?”“Ya, aku tau Kamu dan Nafisa adalah pemilik kafe ini. Kamu tau nggak, aku adalah pelanggan setia di kafe ini. Coba deh kamu tanya karyawan di sini, mereka semua mengenalku. Pelanggan tetap yang punya niat terselubung untuk bertemu pemilik kafe ini, dan ternyata setelah sekian lama jadi pelanggan, malam ini aku benar-benar bertemu dengannya.”Aku berusaha mengabaikan ucapan Darwin.“Nafisa tau kamu sering kemari?” tanyaku.“Taulah. Nafisa bahkan sering memberiku diskon jika kebetulan dia lagi berkunjung ke sini. Kuharap pemilik kafe yang ada di hadapanku sekarang juga sudi memberi harga khusus padaku malam ini.”“Kenapa Nafisa nggak pernah cerita?” Aku masih mengabaikan gurauannya.Pria itu menarik napas panjang. “Begitulah sahabatmu itu. Katanya kamu sudah sangat bahagia dengan kehidupanmu dan melarangku untuk muncul di hadapanmu, seolah-olah aku
Read more
BAB 12
Entahlah, beberapa bulan setelah menikahi Lilis. Disaat Lilis sedang hamil besar, aku kepikiran untuk menceraikannya setelah wanita itu melahirkan bayiku. Meskipun aku hanya sesekali pulang ke rumah Ibu sejak menikahi Lilis, namun aku makin merasa Lilis tak pernah menganggapku sebagai Wildan. Aku tau, setiap kali aku menggaulinya, matanya terus menatap ke arah fotonya dengan Fadli yang terpajang di atas meja. Kamar Fadli pun tak berubah sedikitpun, meski kamar itu sudah menjadi kamarku dan Lilis ketika aku pulang ke rumah Ibu.Harga diriku sebagai lelaki terkoyak, Lilis selalu membayangkan Fadli lah yang menggaulinya, bukan aku. Lilis bahkan tak segan menggumamkan nama Fadli ketika aku membawanya ke puncak kenikmatan. Meskipun Fadli adalah adikku, tapi aku tetap merasa terhina ketika Lilis membayangkan orang lain atas tubuhku. Padahal, sebenarnya aku pun seperti itu. Masih terbayang dalam ingatanku saat aku berusaha memberikan malam pertama sebagai sepasang suami istri sehari sebelum
Read more
BAB 13
"Hey, Sayang, kamu kenapa?" tanyaku lembut.Namun suara Alana masih saja terdengar terisak-isak di telepon."Al ... Sayang ... ada apa?""Aku ... aku mimpi buruk, Mas. Mas Wildan baik-baik saja, kan?" tanyanya terbata-bata.Aku menarik napas lega, rupanya Alana hanya mimpi buruk sampai menangis begitu. Tadinya kupikir ada sesuatu yang buruk terjadi di Bandung."Sayang, hanya mimpi buruk kok sampai nangis gitu, sih. Sudah, tidur lagi ya, Sayang. Masih tengah malam nih.""Tapi mimpiku enggak enak banget, Mas. Al mimpi Mas Wildan ninggalin Alana."Aku tersentak, Apakah ini firasat Alana atas apa yang baru saja kulakukan pada Lilis? Tiba-tiba saja ada rasa bersalah menelusup dalam hatiku."Itu hanya mimpi, Al. Nggak mungkin lah Mas ninggalin kamu, istri yang sangat Mas cintai." Aku berusaha menghiburnya."Iya, Mas. Oiya, Mas jadi nyusul ke Bandung nggak?""Maaf ya, Sayang. Mas nggak bisa nyusul ke sana. Sekarang Mas lagi di rumah Ibu.""Di rumah Ibu?""Iya, Sayang. Ibu kemarin sakit dan s
Read more
BAB 14
“Lilis! Bayi itu anakku, darah dagingku! Bukan Fadli! Kenapa semua yang ada di kehidupanmu harus tentang Fadli hah??? Aku suamimu, Wildan Ramadhani, bukan Fadli!!” bentakku sebelum Lilis menyelesaikan kalimatnya.Kulihat Lilis terkejut mendengarku membentaknya, air matanya menetes, dadanya kembang kempis menahan perasaannya. Aku sudah tak peduli, kepergian Alana sudah membuatku pusing sekarang wanita di hadapanku ini malah menambahnya dengan kalimat-kalimat konyolnya.Hahh ... Fadli lagi ... Lilis benar-benar hidup dalam bayang-bayang Fadli. Mungkin benar apa yang dikatakannya, dia hidup namun terasa mati. Kurasa perasaan Lilis sudah mati terkubur bersama jasad Fadli, kekasihnya.“Ada apa ini? Kenapa teriak-teriak Wildan?” Ibu tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya.“Nggak apa-apa, Bu. Wildan hanya sedang pusing,” jawabku.“Wil, Lilis baru saja melahirkan putramu, Nak. Dia bahkan masih dalam masa nifasnya. Jangan membentaknya seperti itu. Harusnya kamu menjadi orang nomor satu yan
Read more
BAB 15
Wildan.Kuciumi wajah putraku sesaat sebelum orang suruhanku mengantar ibu dan Lilis kembali ke kampung ibu. Hmmm, wangi bayi menguar memenuhi penciumanku, membuat hatiku merasakan kedamaian."Udah, Mas. Dari tadi kok ngendus-endus Bagas terus sih. Kalau Mas Wildan kangen nanti boleh video call ke nomor Lilis," ucap Lilis padaku."Jaga anakku baik-baik ya, Lis. Sebenarnya aku ingin sekali dia tinggal di sini bersamaku, tapi keadaan belum memungkinkan," sahutku."Tapi kan Lilis enggak mau tinggal di Jakarta, Mas. Lilis lebih senang tinggal di rumah ibu." Lilis balas menyahutku."Kalau kamu nggak mau, kan Bagas bisa tinggal dengan Mama Alana di sini, iya kan, Nak?" Aku masih menciumi tangan bayiku.Lilis menatapku lekat. "Bagas anak Lilis, Mas. Bukan Alana. Nggak mungkin Lilis melepasnya dan tinggal terpisah dengannya," sahut Lilis ketus."Sudah siap belum, Lis? Yakinkan tak ada barang yang ketinggalan, ya," seru Ibu yang sudah duduk di dalam mobil."Iya, Bu. Bentar lagi, Bagas masih di
Read more
BAB 16
"Alana ...," panggilnya lembut.Lelaki itu menggeser duduknya, mendekatiku. Aku masih terdiam. Ya Allah, beri aku kekuatan untuk menghadapi ini, doaku dalam hati. Namun bibirku masih serasa terkunci, tak mampu berbicara. Aku sadar, saat membuka mulutku, maka masa depan rumah tanggaku akan kupertaruhkan. Aku mungkin akan kehilangan masa-masa indah selama lima tahun bersama suamiku.“Mas tau, kamu sudah melihat semua berkas-berkas yang ada di tas laptoku,” ucapnya lirih. Tak sanggup lagi kutahan deraian air mataku. “Tega sekali kamu membohongiku, Mas. Sudah berapa lama kau menyembunyikan ini dariku? sudah berapa lama Mas Wildan mengkhianati pernikahan kita?” Tiba-tiba saja aku memperoleh kekuatan untuk berbicara setelah mengingat selembar surat keterangan lahir yang mencantumkan nama suamiku sebagai ayah dari bayi Lilis.Sakit sekali rasanya.Mas Wildan berusaha meraih pundakku, namum aku segera menampik tangannya. “Jangan sentuh aku! Aku jijik padamu, Mas!”“Alana ... jangan seperti
Read more
BAB 17
Alana.Mas Wildan sudah duduk di sofa ruang keluarga di rumah kami saat aku masuk ke dalam rumah.Entah kenapa, posisi duduk Mas Wildan mengingatkanku akan Lilis saat wanita itu duduk di sana menyusui bayinya. Aku pun teringat dengan foto bayi Lilis yang dipasang Mas Wildan di story whatsapp nya.“Duduk di sini, Al,” ucap lelaki itu sambil menepuk-nepuk sofa di sampingnya.Aku memilih duduk di sofa di depannya. Kulihat Mas Wildan menggeleng-gelengkan kepalanya menatapku.“Hanya beberapa hari tak bertemu, kamu sudah berubah begini. Mas kangen manjamu, Al.”“Kamu sendiri yang membuatku berubah, Mas. Sudah berapa lama kamu memblokir nomorku dari wa strory mu? Apa sejak kamu punya wanita lain? Oh, mungkin sejak Mas memasang foto nikah kalian, ya! Aku memang bodoh, kupikir selama ini aku adalah satu-satunya wanita yang berada di sisimu,” ucapku, mengingat bagaimana Mas Wildan memasang foto bayi Lilis di story wa nya, namun menyembunyikannya dariku agar aku tak dapat melihat pembaharuan sta
Read more
BAB 18
‘Ya Allah, mungkin jika Engkau sudi menghadirkannya di dalam rahimku, ini semua tak akan terjadi,’ bathinku pilu. Padahal, beberapa kali pemeriksaan yang kulakukan, semua hasilnya menyatakan aku wanita subur dan tidak punya hambatan untuk hamil. “Al, jangan mengira aku bahagia dengan menikahi Lilis. Tidak! Aku tak pernah merasa bahagia selain bersamamu. Bagi Lilis, hidupnya sudah berhenti saat Fadli meninggalkannya. Semua hal tentang Fadli terus diabadikannya. Di rumah ibu, di kamar Fadli, kamar yang kini menjadi kamar Lilis, semua masih seperti dulu, foto-fotonya bersama Fadli masih terpajang dengan rapi di sana. Lilis memang hidup, tapi perasaannya sudah mati, terkubur bersama jasad Fadli. Lilis setuju untuk kunikahi hanya karena agar dia bisa terus berada di sisi ibu. Baginya, berada dekat dengan ibu akan selalu mengingatkannya pada kekasihnya. Semua kehidupan Lilis hanya berisi Fadli dan semua kenangannya. Lilis bahkan rela memakai ponsel retak milik Fadli sampai sekarang, tanpa
Read more
BAB 19
Wildan.Susah payah aku berusaha mengajak Alana bicara dan meyakinkannya bahwa hubungan kami akan baik-baik saja, bahwa kehadiran Bagas tidak akan merubah hubunganku dengannya. Namun Alana sungguh keras kepala, bahkan istri kesayanganku itu menolak saat aku hendak menyentuhnya.Ah, harga diriku sedikit terluka. Selama lima tahun bersamanya, tak pernah sekalipun Alana menolakku, apalagi mengucapkan kata “jijik” padaku. Ingin sekali aku marah padanya, namun masih berusaha kutahan, semata agar Alana tak semakin berontak dan menolakku.Padahal saat ini, aku sungguh menginginkan keintiman dengannya, aku sudah sangat rindu padanya setelah beberapa hari bertugas di Balikpapan. Biasanya saat aku pulang setelah beberapa hari meninggalkannya sendirian di rumah, Alana akan menyambutku dengan manja, dengan pakaian-pakaian seksi yang sehari-hari dikenakannya ketika berada di rumah. Sayangnya kali ini meski aku sudah mati-matian meyakinkannya, Alana tetap berontak ketika aku mencumbunya. "Aku mau
Read more
BAB 20
Krucukkk! Krucukkk! Ah,sial! sekarang perutku pun meronta minta diisi. Aku memang belum makan apa pun pagi ini. Tadi hanya sempat menyeruput kopi kental di Kafe Jingga. Huhhh! Dengan malas kuraih ponselku dan memesan beberapa jenis makanan lewat layanan go food.Kupejamkan mata sambil bersandar di sofa. Baru saja hendak terlelap, aku kembali dikejutkan oleh bunyi ponselku."Pak Wildan, Anda sekarang di mana?" Itu suara atasanku, pemilik perusahaan pertambangan tempatku bekerja sebagai manager keuangan.“Saya sedang di rumah, Pak.”“Pak Wildan, Anda meninggalkan pekerjaan penting di Kantor Cabang Balikpapan tanpa izin? Apa Pak Wildan tau apa akibat dari ketidakprofesionalan Anda ini? Saat ini, kantor pusat sedang menghadapi perlawanan dari oknum yang menyusup di kantor Balikpapan. Mereka punya backing orang dalam pemerintahan, dan dua orang bawahan Anda yang Anda percayakan untuk menangani kasus di sana sudah berada dalam genggaman mereka. Kini mereka sudah tau strategi dan hasil temua
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status