Semua Bab Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya: Bab 51 - Bab 60
85 Bab
51. Shock bertubi-tubi
"Maaf Pak, uangnya belum terkumpul. Nih ikan-ikannya belum laku terjual," sahutku beralasan. Setidaknya agar mereka mengasihaniku agar dapat tambahan waktu."Kami gak mau tau ya Pak! Cepat bayar sekarang atau mobil anda kami sita!" Mereka menekanku tak ada habisnya."Tidak bisa, Pak! Saya berjanji akan membayarnya tapi tolong berikan kesempatan waktu," ucapku lagi dengan nada memohon."Aturan ditempat kami tidak mentolerir tunggakan pembayaran. Bayar sekarang atau mobil disita!" tegasnya lagi.Aaarrrggh! Benar-benar menjengkelkan sekali! Kupikir dengan melakukan usaha aku akan untung berlipat-lipat. Tapi nyatanya aku justru sial, rugi, apes. Haruskah kualami kebangkrutan lagi? Bangkrut yang kedua kali. Astaga!Kepala terasa pening luar biasa. Dalam keadaan genting seperti ini tak ada yang membantu. Semua menjauh, bahkan lalat sendiri pun enggan mendekat. Aku kembali masuk dalam jurang kehancuran.Setelah melakukan perdebatan yang cukup alot, apalagi mereka mengancam akan memasukkanku
Baca selengkapnya
52. Apa ini karma?
Apa ini karma yang harus kuterima? Lagi pikiranku berkata seperti itu.Aku berjalan lunglai di atas jembatan. Berdiri sebentar untuk meredakan lelah dan penat. Melihat ke bawah, banyak orang tengah memulung sampah. Ya jembatan ini memang dekat dengan tempat pembuangan sampah, hingga baunya terasa tak sedap. Apa yang mereka lakukan? "Aku orang kaya! Aku orang kaya! Uangku banyak! Ada dimana-mana?!" teriak seseorang. Jantungku berdebar tak beraturan. Pasalnya suara itu mirip sekali dengan suara Elvina. Aku menoleh ke kanan dan kiri, tapi tak kutemui sosoknya."Aku orang kaya! Hahaha ..." teriaknya lagi dari arah bawah.Akhirnya, aku mendekat ke arah mereka yang seolah tengah berebut sampah-sampah plastik. Ternyata ini masuk ke area perkampungan kumuh, kenapa selama ini aku tak menyadari kalau ada tempat seperti ini di kota sebesar ini? Berbagai dimensi yang berbeda. Satu sisi orang berpenampilan mewah, di apartemen megah. Tapi di sisi yang lain ada yang bergelut dengan tumpukan sampah
Baca selengkapnya
53. Perubahan hati
"Jadi sekarang kamu mulai nerima aku nih?"Aku mengangguk samar."Serius, Rin?""Iya, aku menunggumu kembali."Kulihat ekspresinya terkejut mendengar jawabanku. "Hah? Benarkah? Aku gak sedang mimpi kan?"Entah kenapa setelah mengatakan hal itu aku jadi tersenyum sendiri. Jangan-jangan aku memang mulai jatuh cinta pada Fabian?***Keesokan harinya saat membuka pintu kulihat sosoknya tengah berdiri. Lelaki itu tersenyum sangat manis."Lho, kok ada di sini? Bukannya di Jakarta?" Aku menyambutnya dengan pertanyaan konyol."Demi masa depan," jawabnya santai."Eh? Maksudnya?""Kutinggalkan pesta pernikahan sepupu demi calon istriku."Aku tertawa geli mendengarnya. "Kayak judul sinetron aja!" celetukku..Dia tersenyum lebih lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih. Emang benar ternyata dia sedikit arogan tapi bisa bikin hati ini terhibur. Terhibur tingkah konyol dan ucapannya yang kadang garing."Ehem! Aku gak dipersilakan masuk dulu nih?!" "Oh i-iya, silakan duduk, Mm-mas ..." Sedi
Baca selengkapnya
54. Hari bahagia
"Terus kenapa kamu mencintaiku?" tanyaku lagi. Aneh saja sebenarnya dia yang terkenal playboy justru menyukaiku?"Entahlah, perasaan kan memang tak bisa dipaksakan. Aku jatuh cinta padamu karena karaktermu, entah kapan tepatnya akupun tak tahu. Yang jelas aku benar-benar jatuh cinta. Perasaan ini sungguh berbeda. Jantung yang selalu berdebar, hati yang selalu terbayang wajahmu, sampai-sampai gak bisa tidur karena terus memikirkan kamu," sahut Fabian lagi. Dia menatapku lekat, membuatku makin kikuk saja."Aku tahu itu, tapi kenapa kamu memilihku? Bukankah dari awal kamu tahu tentang aku? Aku bukan siapa-siapa, aku bukan yang terbaik bahkan aku hanya seorang yang pernah gagal dalam rumah tangga.""Aku tak peduli tentang masa lalumu, aku hanya ingin hidup denganmu saat ini dan juga di masa depan. Aku tidak mencari yang terbaik, tetapi aku hanya mencari yang bisa merubah aku menjadi lebih baik lagi. Akupun sama sepertimu, punya banyak kekurangan. Tapi kita bisa saling melengkapi satu sama
Baca selengkapnya
55. Hati yang hancur
Hati yang hancurJantungku berdetak lebih cepat. Kenapa dada rasanya begitu sesak. Melihatnya bersanding dengan orang lain? Sakit, seolah ada ribuan duri yang menancap di hati ini."Maaf Mas, kenapa berdiri saja di situ? Ayo, silakan masuk ..." ajak penerima tamu itu saat tahu aku hanya berdiri di balik pagar. Aku terkesiap dan sadar dari lamunan.Meski ragu kaki ini untuk melangkah, akhirnya aku masuk juga. Aku memandangi mereka yang masih asyik berfoto mesra. Memang Arini dan Fabian tampak serasi sekali. Tapi aku sangat menyayangkan atas sikap Arini yang cepat sekali membuka hati untuk pria lain. Apa semudah itu dia jatuh cinta? Bukankah seperti yang kudengar dari Elvina, kalau Fabian itu suka dengan banyak perempuan? Aku hanya takut Arini kecewa karena dipermainkan oleh Fabian. Memang sih dia sangat kaya, tak seperti aku yang kini jadi gembel tak punya apapun. Bila seperti ini bukankah benar pandangan orang kalau Arini matre!Sesekali aku mencari sosok ibu yang tak kunjung kutemui
Baca selengkapnya
56. Keadaan yang menyedihkan
"Tolong maafkan kesalahan kami, Bu. Aku sudah sadar sekarang, segala hal yang kualami saat ini karena kesalahan fatalku pada ibu dan juga Arini."Kali ini aku berani mendongak, melihat wajah wanita yang telah melahirkanku. Wajahnya tampak sendu, dengan mata berkaca-kaca."Aku tahu, mungkin sangat berat bagi ibu untuk memaafkan kesalahanku dan Elvina. Tapi, aku hanya ingin meminta maaf yang tulus pada ibu. Aku tidak akan meminta apapun selain itu. Karena aku tak pantas mendapatkannya."Ibu masih mematung. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Aku beranjak, mengambil sesuatu dalam koper. Sebuah map yang berisi sertifikat sawah milik ibu. Untunglah aku tak jadi menggadaikannya. Jadi inilah yang masih tersisa dari sekian banyak harta yang kupunya."Bu, ini kukembalikan lagi surat sawah milik ibu. Aku pamit ya Bu, terima kasih sudah memberiku kesempatan untuk berbicara dengan ibu lagi."Kuraih tangannya yang sedikit gemetar. Lalu kucium punggung tangannya dengan takdzim."Jaga ke
Baca selengkapnya
57. Gagal malam pertama
Part 53Kami duduk berdampingan di singgasana pengantin yang sudah didekorasi sedemikian rupa, khas perkawinan adat jawa. Tak pernah terbayangkan akan menjadi seorang istri lagi. "Rin, ada sesuatu di matamu," ucap pria yang ada di sebelahku ini. Aku menoleh."Hah? Apa? Mana?" tanyaku, tanganku mencari-cari apa yang dimaksud oleh lelaki yang kini jadi suamiku itu. Dia justru menarik tanganku. "Coba pejamkan matamu," pungkasnya.Tak ada rasa curiga, aku menurutinya, kupejamkan mata ini, malu juga kalau terlihat oleh tamu undangan. Kali aja ada kotoran mata atau sesuatu di mataku yang indah ini.Entah kenapa aku justru merasakan sentuhan bibirnya di keningku. Spontanitas aku membuka mata. Dia justru tersenyum melihat mimik wajah heranku."Kok dicium sih? Katanya ada sesuatu di mataku? Ada apaan, Mas?" tanyaku seraya memegang kening bekas kecupannya."Hahaha. Itu cuma alasanku aja, aku pengen cium kamu!" sahutnya. "Ih gak sabar banget, malu tau dilihat tamu!" cebikku kesal. Dia mencuri
Baca selengkapnya
58. Aku mencintaimu
Dia langsung berbaring di atas ranjang. "Kok masih bengong aja disitu? Sini tidur dulu. Jangan pikirkan yang lain."Aku mengangguk dan berbaring di sampingnya. Mas Bian terus saja tersenyum sambil memandangku. "Wajahmu ternyata sangat cantik. Rambutmu panjang, aku baru lihat sekarang lho.""Ya iyalah.""Aku beruntung banget ya.""Beruntung kenapa?""Ya, sangat beruntung karena bisa menjadi suamimu. Walaupun hubungan kita terasa begitu singkat. Aku benar-benar bahagia. Terima kasih ya, Rin, sudah menjatuhkan pilihanmu kepadaku," ungkapnya kemudian membuatku bergetar.Aku tersenyum mendengarnya, dia bisa juga ya berkata manis seperti itu. "Sekarang tidurlah, sayang. Kamu pasti sangat lelah."Aku mengangguk lagi. "Aku juga sangat berterima kasih padamu, Mas. Karena kamu begitu pantang menyerah sampai benar-benar bisa membuatku luluh.""Kalau diingat-ingat, hubungan kita itu lucu ya. Pertemuan yang tidak disengaja, kamu yang selalu ketus dan menghindar dariku. Tapi akhirnya ijab kabul ya
Baca selengkapnya
59. Kejutan istimewa
"Mas, kamu mempersiapkan ini semua?"Dia hanya tersenyum. Tiba-tiba segerombolan anak-anak datang menghampiri kami. "Om, tugas kami sudah selesai, Om!" celetuk salah satu diantara mereka."Ah iya, ini buat kalian. Terima kasih ya atas bantuannya." Mas Bian memberikan lembaran uang seratus ribuan pada lima bocah kecil itu."Mas, kamu nyuruh anak-anak turun ke bawah sana? Terus menerbangkan balon-balon?" tanyaku heran. "Ya, dari pada mereka main di jalanan gak jelas kan?""Tapi kan bisa berbahaya!" pungkasku."Enggak kok, emang ada jalan buat turun ke bawah. Mereka sudah biasa hidup di jalanan, kamu gak usah khawatir. Aku juga tiap bulan udah sering berinteraksi dengan mereka," sahut Mas Bian."Oh." Aku mengangguk pelan, lalu kembali mendongak, melihat balon-balon itu sudah terbang dengan tinggi seolah menyongsong langit biru.Senyumku mengembang dengan sempurna. Manis juga suamiku ini. "Masih mau di sini atau jalan-jalan lagi?" tanyanya menghenyakkanku. Aku sedikit terkesiap saat ta
Baca selengkapnya
60. Pengantin baru
Aku mengangguk. Kembali memasukkan dompetku ke dalam tas. Selesai belanja baju di butik, mas Bian kembali membawaku pergi."Kita makan siang dulu ya, aku sudah laper.""Iya, Mas.""Kamu mau makan di mana?""Emmh Mas, gimana kalau makan nasi padang?""Kamu tinggalnya di Solo tapi pengennya makan nasi Padang?""Haha, iya Mas. Gak apa-apa kan?""Iya, iya, ayo ikut lagi. Kita cari warung nasi Padang."Aku mengangguk dan kembali naik ke boncengan motornya. Mas Bian berhenti di depan warung nasi Padang yang cukup besar. Aneka makanan matang terpajang di etalase."Kamu mau apa, Yang?" tanya Mas Bian."Sama rendang, Mas.""Oke. Mbak, nasi plus rendangnya dua ya. Makan di sini."Kami duduk di tempat yang tersedia. Makan bersama saat pesanan kami datang, menikmati hidangan makan siang, nasi plus rendang daging. Selesai makan, kami kembali menyusuri jalanan dengan kuda besinya yang seolah tanpa lelah dan letih membawa kami keliling kota. Dan kali ini, Mas Bian justru membawaku ke salon. "Mbak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status