All Chapters of Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya: Chapter 61 - Chapter 70
85 Chapters
61. Bertemu mantan
"Rin, mulai minggu depan, aku ada agenda rutin lagi setelah satu bulan libur," ujar Mas Bian usai pulang dari pekerjaannya."Agenda apa, Mas?""Memberikan paket makan siang gratis, tiap hari minggu. Biasanya kalau bukan untuk anak-anak panti, anak-anak jalanan, kami ke jalan-jalan bagi-bagi gratis buat para pengendara motor atau tukang becak. Cuma agenda minggu ini kita mau bagi-bagi buat tukang dan kuli proyek yang kerja di proyek jembatan. Kamu mau gak bantuin nanti?""Jadi sebelum ini kamu suka bagi-bagi makan siang gratis?" tanyaku. Aku tak pernah tahu sisi Mas Bian yanh seperti ini. Sungguh rasanya aku hatiku begitu kecil tanpa tahu dia yang sebenarnya. "Iya, seminggu sekali biasanya, cuma sebulan kemarin libur.""Kamu gak pernah bilang-bilang kalau suka berbagi seperti ini, Mas?""Buat apa bilang? Lakukan saja lalu lupakan gak perlu diingat atau diungkit-ungkit."Aku mengangguk. Pantas saja hartanya gak habis-habis, ternyata mereka orang-orang yang dermawan. Selain bagi-bagi ma
Read more
62. Kemana Bian pergi?
"Oalah, Mas Tiar? Kamu kerja disini?" ujarku heran. Kenapa dia belum kembali ke Jakarta? Dan apa yang dia lakukan di kota ini?Mas Tiar mengangguk. "Iya, aku ikut kerja di proyek. Jadi ini kamu yang membagikannya?" tanyanya. Ia tersenyum kikuk. Wajahnya sungguh sangat berbeda. Tak seperti dulu lagi. Lebih kurus dan tak terurus."Iya. Alhamdulillah, aku bantuin suami, Mas."Kamu hebat, sekarang tambah cantik, mempesona sampai pangling lihatnya.""Seorang istri akan bertambah cantik bila mendapatkan lelaki yang tepat dan menghargainya, Mas."Kamu bahagia dengan suamimu?""Tentu saja, kau bisa melihatnya dari raut wajahku."Dia mengangguk dan tersenyum masam. "Usahamu juga kayak makin maju ya ... Usahaku gagal, aku bangkrut. Dan sekarang aku berakhir di tempat seperti ini. Elvina juga menghilang entah kemana.""Mbak El menghilang?" Keningku berkerut. Kok bisa dia menghilang.Lelaki itu mengangguk. "Woi, buruan gantian, kami juga mau makan!" teriak antrian di belakang. "Iya, tunggu sebe
Read more
63. Nasib Elvina
"Kau jahat, Mas! Jangan tinggalin aku! Aku gak gila!! Aku gak gila, Mas!!"Elvina terus meronta, tapi petugas RSJ memasukkannya ke dalam kamar yang sepi. Ia merenung sendiri. Apa salahnya selama ini? Dia memang sangat shock, merasa seolah ia ditipu. Bukan karena dia gila, sang suami justru seenaknya sendiri memasukkannya dalam RSJ. Wanita itu selalu antusias ingin menjadi kaya, karena ia sudah bosan hidup dalam kemiskinan, hingga ia mulai stress dan meracau sendiri. Saat ada kesempatan, Elvina kabur dari RSJ itu tengah malam buta. Ia berjalan tak tentu arah hingga terdampar di perkampungan kumuh, tempat para pemulung berada. Masih saja ia berceloteh dan berteriak lantang kalau dirinya kaya. Aku orang kaya! Lalu tawanya membahana. Sebenarnya dalam hati ia merasa kosong dan perih. Tak diam saja di situ, ia pergi lagi ke jalanan, hingga penampilannya tak karuan. Bahkan dia berjingkrak-jingkrak seolah tidak sedang hamil. Banyak orang yang bilang kalau dia tak waras. Tapi sekali waktu,
Read more
64. Tamu yang datang
*Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau di luar jangkauan area.*Tak ada satupun kabar ataupun pesan darinya. Kemana Mas Bian pergi? Tiba-tiba sepasang tangan menutup kedua mataku. Aku merabanya sebentar dan melepaskan tangannya."Kamu cari aku?" tanya Mas Bian. Dia langsung merangkulku dan mengecup pipiku lembut."Iya, aku bawain bekal makan siang untukmu, Mas. Memangnya Mas dari mana saja? Nomormu dihubungi juga tidak bisa?" tanyaku.Dia menghela nafas panjang lalu menggandeng tanganku untuk duduk di sofa."Aku ke kantor ayah tadi. Ada masalah di sana.""Tapi kenapa handphonenya gak bisa dihubungi?""Lowbat sayang. Aku belum sempat charge. Dari pagi meeting terus.""Oh, tau gak sih aku khawatir dengan keadaanmu, semalam kan Mas sakit, aku takut terjadi apa-apa sama kamu, Mas."Mas Bian justru tersenyum, lalu membelai lembut pipiku. "Iya, maaf ya sudah membuatmu khawatir.""Syukurlah kalau tidak ada apa-apa. Ini makan siangnya, Mas.""Makasih, sayang. Kamu udah makan belum?"
Read more
65. Perubahan sikap
Elvina?Terakhir kudengar kabar kalau Elvina sudah tak waras dan hilang tak tahu rimbanya. Sekarang dia kembali lagi ya? Ada apa gerangan dia kesini? Tapi bukannya dia sedang hamil? Atau sudah melahirkan?Aku dan Mas Bian saling berpandangan. Sempat kulihat sorot kebencian dari matanya, meski hanya sesaat saja."Maaf mengganggu waktunya sebentar," ujar pria itu ramah. Dilihat dari wajahnya yang masih muda, pria itu mungkin masih seumuran dengan Mas Bian. Sementara wanita di sebelahnya itu hanya senyum."Mbak El, kamu Mbak Elvina kan?" tanyaku lagi. Aku masih penasaran ingin dibuatnya. Ingin dengar suaranya untuk memastikan."Ah, perkenalkan, ini asisten saya, namanya Elly," ucap pria itu lagi. Disambut anggukan kepala wanita di sebelahnya.Elly? Apa dia ganti identitas ataukah Elvina sengaja menyamar? Entah aku tak mengerti ada apa ini. Aku sangat yakin, pasti ada sesuatu."Gak usah pura-pura lagi deh, ada perlu apa kamu datang kesini?!" Aku cukup terkejut dibuatnya saat Mas Bian tamp
Read more
66. Akan membuatmu bersinar
"Eh Mbak Linda, kalau ada yang ganteng plus tajir, kenapa harus pilih yang jelek tapi miskin?"Wajah Mbak Linda merah padam, mungkin tersindir dengan ucapanku. Aku tersenyum simpul."Mbak, aku masuk duluan ya, mau ketemu nenek. Makasih lho udah perhatian sama aku," pamitku sembari menepuk pundaknya. Aku kembali menghampiri Mas Bian yang masih menunggu di motornya."Ayo masuk, Mas!" ajakku. Kami berjalan menghampiri rumah sederhana, rumah masa kecilku. Sebenarnya ada banyak masalah di keluarga ini, makanya aku enggan untuk tinggal. Akan kuceritakan pelan-pelan nanti."Assalamu'alaikum, Mbah Uti!" Aku mengucapkan salam. Berharap si mbah mendengarnya. Ya, aku memanggil nenekku dengan panggilan Mbah Uti alias Mbah Putri. Sudah terbiasa dari kecil begitu."Waalaikum salam." Terdengar lirih suara menyahut salamku.Mbah Uti menghampiriku dengan memicingkan matanya, meneliti siapa yabg datang. Wajarlah, usianya kini sudah hampir 77 tahun, maka dari itu pandangannya mungkin mulai mengabur. "
Read more
67. Rumah pohon
Part 60"Kalau begitu aku akan selalu bersamamu dan membuatnya bersinar."Aku terkekeh mendengar ucapannya. "Gombal!" tukasku sembari melangkah pergi."Hei, aku serius. Rin, tunggu, Rin!" cegahnya. Dia menyejajarkan langkahku. Dia menarikku hingga kami saling berhadapan. Kutatap manik matanya yang berwarna hitam kecoklatan. "Rin ..." "Mas, kita bicara di rumah simbah. Ayo, kita pulang. Udah hampir maghrib.""Oke, sayang."Jalan-jalan sore hari ini cukup sampai di sini saja. Waktunya kita kembali ke rumah. Kurebahkan tubuh di atas kursi kayu."Wis ndelok pasar maleme, Nduk?""Sampun, Mbah. Ini buat simbah. Manisan pepaya.""Walah Nduk, alhamdulillah. Banyuwudhu sik, Nduk, Cah bagus, sholat.""Nggih Mbah."Mbah Uti pergi sholat di mushola terdekat, sementara aku dan Mas Bian sholat di rumah berjamaah berdua. Dia jadi imamku, terenyuh rasa di hati, ketika mendengar suaranya mengaji, meski penampilannya hampir mirip preman.Mas Bian kembali meledekku. "Tadi katanya mau bicara di rumah.
Read more
68. Malam Pertama
"Ada di sekitar sini, tidak terlalu jauh. Bukan hotel sih, tapi rumah singgah. Mau gak?"Aku mengangguk sambil mengulum senyum. Sedikit canggung sebenarnya, tapi gak boleh gini kan? Dia kan sudah jadi suamiku. Kembali kuedarkan pandangan di sekitar danau. Hamparan air yang jernih dan tenang, di sebelah sisi terdapat wisatawan yang tengah naik perahu berputar mengelilingi danau. Semilir angin berhembus, menggoyangkan dedaunan hingga menimbulkan bunyi gemerisik yang syahdu. Cuacanya benar-benar sejuk dan terasa pas untuk bersantai."Mau sampai kapan kamu berdiri di situ terus? Gak mau duduk di sini?" tanya Mas Bian.Aku menoleh dan tersenyum. "Masih ingin menikmati keindahan alam, Mas."Pandanganku kembali memindai sekeliling."Oke, tunggu di sini ya, aku turun sebentar.""Mau kemana, Mas?" tanyaku seraya mengerutkan kening."Sebentar saja, mau turun ke bawah."Aku mengangguk dan menatapnya turun. Akhirnya aku duduk meluruskan kakiku, menatap langit-langit rumah pohon yang terbuat dar
Read more
69. Kabar buruk
"Mas, bangun, sudah pagi lho!" Aku mengguncang tubuhnya dengan pelan. Tapi lelakiku ini hanya menggeliat malas. Duh, suamiku susah sekali dibangunin! gerutuku sendiri. Aku berlalu kembali ke kamar mandi, mencuci tanganku lalu menempelkan tangan yang basah pada kedua matanya."Mas, sudah pagi, bangun. Bentar lagi subuh lho!" tukasku lagi.Ia mengerjapkan matanya dengan pelan, lalu meregangkan tubuhnya. "Eh sayang ..." Mas Bian beranjak duduk dan mengucek kedua matanya."Kamu seger banget dah keramas pagi-pagi," celetuk Mas Bian seraya mengusap rambutku yang basah."Ih ini juga gara-gara siapa semalam ngajakin berapa kali!""Hahaha, iya iya. Habisnya kamu manis sekali.""Dah mandi dulu gih, bentar lagi waktu subuh.""Iya, sayang ...""Ini handuknya."Ia tersenyum, meraih handuk yang kusodorkan lalu beranjak ke kamar mandi. Terdengar suara guyuran air di kamar mandi. Sementara aku menyiapkan untuk salat berjamaah.Ini yang sebelumnya tak kutahu, walau penampilannya seperti preman, tapi
Read more
70. Koma
Deg! Jantung seolah berhenti berdetak. Dua hari yang lalu saat ditinggal kondisi ibu masih baik-baik saja. Ini kenapa tiba-tiba ibu dibawa ke Rumah Sakit?“Gimana, Yang, mau pulang sekarang atau besok pagi?”“Sekarang saja, Mas. Aku khawatir dengan kondisi ibu.”“Baiklah, berkemas ya. Kita pulang sekarang.”Aku mengangguk. Debaran di jantung bergejolak tiada henti mendengar ibu masuk rumah sakit. Rasa cemas dan takut bercampur padu jadi satu.Kukemas baju-bajuku dan Mas Fabian ke dalam tas ransel. Entah kenapa sedari tadi mataku berubah panas, kurasakan butiran halus mengalir di pipi. “Kamu menangis, Sayang?” tanya Mas Fabian. Ia mendekat dan mengusap butiran bening di pipi. “Aku sedih saja, Mas. Ibu kenapa ya bisa masuk rumah sakit.”“Pak Atim tidak menjelaskan apapu, Rin, cuma meminta kita agar cepat datang,” sahut Mas Bian.“Apa beliau baik-baik saja?” ujarku sembari membayangkan wajah teduh ibu yang menenangkan hati. Mas Bian langsung merengkuhku dalam dekapannya. Ia membelai ke
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status