All Chapters of Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya: Chapter 71 - Chapter 80
85 Chapters
71. Terlampau lelah - Shock
Part 64Seseorang mengisik bahuku pelan. Aku hanya menoleh dan kembali menangis seenggukkan. Hanya berharap ada doa dan keajaiban untuk kesembuhan ibu.“Aku tahu ini pasti berat buat kamu, Rin. Kamu harus kuat ya,” ujarnya lagi menenangkan.Aku mengangguk.“Ini aku beli bubur ayam buat kamu, ayo kita sarapan dulu. Kamu mau pulang apa tetap nungguin ibu?”“Aku di sini saja, boleh ‘kan, Mas?”“Boleh, habis sarapan nanti aku pulang dulu ya, naruh barang sama ambil baju-bajumu yang bersih. Aku juga mau check ke bengkel dulu. Kamu gak apa-apa kalau aku tinggal dulu?” tanya Mas Bian lagi.“Iya aku gak apa-apa, Mas. Aku pengen nungguin ibu.”“Ya sudah, ayo dimakan dulu buburnya mumpung masih hangat.”Aku mengangguk, mengambil porsi bubur ayamku dan segera memakannya hingga tandas. “Aku pulang dulu ya, Sayang. Kalau sudah kelar aku segera kesini lagi.”“Iya, Mas. Hati-hati dijalan, jangan sampai ngantuk.”“Demi istriku, aku akan berhati-hati. Assalamu’alaikum.”“waalaikum salam.” Kucium pung
Read more
72. Harta waris
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un," sahut suara yang lain. Tubuh lemas seketika mendengar kabar buruk di hadapanku ini. Aku menggeleng perlahan. Tidak mungkin, tidak mungkin, tidak mungkin kan kalau ibu meninggalkanku secepat ini?Aku melangkah dengan tubuh gemetar menghampiri ibu yang terbaring. Nyatanya, beliau sudah tidak bergerak lagi. Wajahnya pucat pasi, tubuhnya terasa begitu dingin. "Bu, bangun Bu... Ini Arini... Bangun Bu...." ucapku histeris sambil memeluk tubuh ibu."Ibu ... Ini Arini, Bu... Bangunlah Bu ...." teriakku lagi. Sungguh aku tak rela jika ibu harus pergi secepat ini. Aku merasa sangat bersalah tak bisa menemaninya di saat yang terakhir. Ada yang mengisik bahuku. Aku menoleh, kulihat mas Bian berdiri di sampingku. matanya pun merah terlihat sembab. Lelaki itu mungkin juga menangis tapi berusaha kuat untuk tegar."Mas, ibu ....." ucapku lirih. Berharap ibu ini hanya tidur biasa. Tapi nyatanya harapanku hanyalah semu belaka. Sudah ketentuan dari Allah, ibu p
Read more
73. Dia yang begitu mengerti
“Tunggu, Pak!” cegah Mas Bian. Pak Atim menghentikan langkahnya. Mas Bian datang menghampiri dan mengambil ransel yang dibawa lelaki tua itu. Sungguh aku tak kuasa menyaksikan perpisahan ini. Entah akupun tak tahu Pak Atim mau pergi kemana, karena setahuku beliau tak punya keluarga di sini. Pak Atim benar-benar mengabdikan dirinya di keluarga Unggul Adiningrat.“Bapak ikut kami saja ya,” ujar Mas Bian. Seketika aku menoleh dan menatap mereka. “Tapi, Mas—““Ikut kami saja. Untuk hari ini tetaplah di sini, tunggu kami berkemas ya, Pak. Saya akan bilang ke Tiar mengenai hal ini.”“Apa benar tidak apa-apa?”“Tidak apa-apa, Pak. kami justru senang bila bapak ikut dengan kami. Kamu setuju kan, Yang, kalau Pak Atim ikut dengan kita?”Aku mengangguk sambil tersenyum diliputi rasa yang penuh haru.Seperti janjinya, hari ini Mas Tiar datang, dia membawa sebuah amplop coklat berisikan uang yang diberikan untuk uang saku Pak Atim. Aku sebenarnya sedikit heran, dari mana Mas Tiar mendapatkan u
Read more
74. Maafkan aku, El!
POV TiarPanas terik mentari tak menyurutkan semangat kerjaku menjadi pekerja proyek bangunan. Dengan giat aku membawa bahan material bangunan. Aku bekerja untuk memenuhi isi perut juga untuk sewa kamar kost. Waktu istirahat telah tiba, aku duduk sedikit menyingkir di tepi, bersandar dibawah pohon sembari meminum teh yang diberi oleh Pak Mandor, berikut sebungkus makan siang yang terkadang bila beruntung hanya lauk rendang telor dan tumis kacang panjang.Mulut masih mengunyah makanan, tetiba sepasang mataku menangkap sosok perempuan yang dulu pernah mengisi hari dan hatiku. Aku tertegun sejenak, meski penampilannya berbeda, rambut sebahu yang di cat pirang dan kacamata yang ia kenakan.“Elvina? Apa aku tak salah lihat?” lirihku sendiri seraya terbengong melihat wanita itu melintas di dekatku. Pakaiannya sungguh modis, jaket denim serta rok plisket hitam, di tangannya membawa tas berisi dokumen. Aku sungguh tak percaya melihat pemandangan ini. Benarkah itu Elvina yang dulu kutinggalk
Read more
75. Menebus kesalahan?
Part 68Pov Tiar ( terjadi sebelum ibu meninggal dunia ya )“Katakanlah, El. Ada hal penting apa yang ingin kau sampaikan?”Elvina terdiam, dia tampak ragu mengatakannya. Aku mendekat dan ingin menggenggam tangannya, tapi ia menepisku.“El, kamu kenapa? Bukankah kita masih ada ikatan? Aku masih boleh kan menggenggam tanganmu?”Elvina menggeleng. “Aku tahu, Mas. Tapi, aku yang sekarang bukan Elvina yang dulu lagi.” “Iya, maafkan aku, EL. Lalu bagaimana caranya agar aku bisa menebus kesalahan yang sudah kuperbuat?”“Ikutlah sebentar dengan kami, Mas.”“Kami?”“Maksudnya bosku. Pak Chandra.”“Kenapa harus dia, ini masalah intern kita, El. Ya, ya, aku sadar, sekarang aku hanya seorang pekerja bangungan. Penampilanku pun begitu menyedihkan tak seperti dulu. Tapi—““Mas, ini gak ada hubungannya dengan pekerjaanmu.” Elvina menghela nafas dalam-dalam lalu menatapku tanpa berkedip. “Mas, bukankah kau ingin menebus kesalahan dan ingin mendapatkan maaf dariku?”“Iya El, tentu saja.” sahutku lag
Read more
76. Semua demi kamu
Berkali-kali aku datang ke rumah ibu, tapi nyaliku masih menciut, hingga ibu memergokiku. Saat itu akhirnya ibu mengajakku masuk ke dalam. Entah kenapa ibu justru menangis melihat kondisiku saat ini. Kuceritakan kalau aku bekerja di proyek bangunan, panas perih bekerja hanya untuk mencari makan. “Bu, apakah ibu masih sayang padaku? Apakah kesalahanku terlalu besar sampai ibu tak memaafkanku?” ucapku dengan nada bergetar.“Kenapa kamu bilang seperti itu, Tiar?” tanya ibu.“Iya, terlihat dari cara ibu yang begitu pilih kasih. Ibu lebih sayang dengan Arini padahal dia bukan lahir dari rahim ibu. Sementara aku diabaikan olehmu. Apa kalau aku meminta satu hal padamu, kau akan memberikannya? Tidak ‘kan?” Kulihat air mata ibu makin mengalir deras membasahi pipi. Ah, gimana ini? aku justru membuat perasaan ibu makin terluka. Bukankah aku sudah minta maaf padanya? “Kau salah, Nak. Ibu sayang padamu melebihi apapun, hanya saja kau salah mengartikannya. Bila ibu harus mati demi menyelamatkanm
Read more
77. Semua hilang
Elvina menggeleng pelan, ia melepaskan cekalan tanganku dan berlalu pergi. Arrggh, sialan kau, El!“El, tunggu! Jangan pergi dulu, El! Aku belum selesai bicara!” teriakku lagi. Tapi sepertinya dia tak memedulikanku. Kukepalkan tangan seraya meninju udara. Kesal, tentu saja. “Aku dah berkorban untukmu, El, tapi kamu masih saja acuhkan aku,” gumamku sendiri. Aku segera pergi dari tempat ini, bergegas ke tempat tinggalku. Entah kenapa hati terasa begitu kosong. Ada gelisah yang makin menyeruak di hati. Ah tidak, aku harus berjuang lagi. Aku sudah bertindak sejauh ini. Aku tak ingin langkahku kali ini kembali gagal.Kulihat cek itu kembali, tertera 20 Milliar rupiah di sana. Rumah dan tanah itu tak boleh sia-sia. Apa aku kembalikan saja cek ini dan meminta sertifikatnya dikembalikan? Entah kenapa untuk sesaat, terbayang wajah ibu dengan mata berkaca-kaca. Ibu pasti sangat kecewa.Aku menuju counter HP terdekat dan membeli sebuah ponsel Android yang sederhana saja, dengan harga 2 jutaan.
Read more
78. Kecelakaan
"Gimana, El, apa kau sudah puas? " tanya lelaki itu sembari menyetir mobil. Elvina alias Elly, tersenyum puas. Ia memandang ke arah pria itu seraya membayangkan wajah Bachtiar yang shock. "Terima kasih atas bantuanmu, Mas. Aku senang sekali akhirnya Mas Tiar bisa hancur juga, meski--""Apa aku perlu suruh orang untuk melenyapkannya?""Tidak perlu, Mas, aku hanya ingin melihat dia hancur perlahan-lahan hingga tak tahu gimana lagi rasanya bahagia," sahut Elvina yang menyimpan dendam begitu dalam. Wanita itu menarik nafas dalam-dalam, matanya tampak berkaca-kaca, rasa sesak masih berjaga di dadanya."Dulu dia meninggalkanku tanpa hati dan perasaan. Menganggapku gila, meninggalkanku sendiri di tempat tetkutuk itu. Sekarang aku ingin dia terjatuh dan makin hancur. Biar dia merasakan gimana sakitnya dan pedihnya saat keadaan terpuruk, tak ada teman, tak ada keluarga, bahkan tak ada siapapun yang mendekatinya."Mereka tertawa bersama. "Kau benar-benar memendam dendam padanya ya.""Iya Mas,
Read more
79. Kabar buruk
Dering ponsel mengagetkan kami. Aku memandang ke arah Mas Bian yang sibuk menyantap makanan di hadapannya. “Mas, ponselmu bunyi terus tuh,” tukasku.Mas Bian melirikku sekilas. “Biar saja, kita lagi makan.”“Diangkat dulu. Siapa tahu emang penting. Mungkin panggilan dari ayah atau bunda.”Lelaki itu terdiam sejenak meneruskan mengunyah makanan yang ada di mulut, lalu meneguk air di gelas dan segera bangkit, mengambil ponsel yang ia letakkan di atas kulkas.“Dari nomor tidak dikenal, Yang,” ujarnya. “Dia kirim pesan juga.”“Siapa, Mas?”“Dari Chandra ternyata.”“Chandra yang waktu itu datang sama Elvina?”Lelaki itu mengangguk. “Tumben, ada apa ya?” tanyaku. “Jangan-jangan dia mau berbuat jahat lagi, Mas?”“Tidak, dia minta kita menemuinya di rumah sakit.”“Rumah sakit? Ngapain?”“Ada hal yang ingin dia bicarakan, penting katanya.”“Jangan mau, Mas. Bukannya dia jahat?”“Hmmm ya, kau benar. Biar sajalah. Aku gak punya urusan lagi dengannya.” Mas Bian kembali meletakkan handphonenya
Read more
80. Maaf
“Hah? El kecelakaan?” tanyanya terkejut. Terlihat jelas dari sorot matanya seolah tak percaya mendengar kabar buruk ini.“Iya, sekarang kondisinya koma. Apa kau mau ikut dengan kami menjenguknya di rumah sakit? Barang kali kau mau tahu gimana keadaannya sekarang, ayo kita pergi sama-sama!” ajak suamiku lagi.“Baiklah, aku akan ikut, maaf merepotkan,” jawabnya. Akhirnya kami menaiki mobil bersama-sama, sepanjang perjalanan tanpa ada sepatah kata apapun dari Mas Tiar. Dia diam seribu bahasa mungkin segan.Sesekali Mas Bian menggenggam tanganku dan mengecupnya pelan. Aku mendelikkan mata tapi dia hanya tertawa. Aduhai memang susah juga punya suami yang humoris dan konyol. Ada saja hal yang dilakukannya membuat gemas, kesal dan ingin tertawa seketika. Aku sampai lupa, ada orang lain di mobil kami.Perjalanan cukup lama menuju ke Rumah Sakit tempat mereka dirawat. Akhirnya setelah menempuh jarak 1,5 jam sampai juga di rumah sakit itu. Mas Bian segera memarkirkan mobilnya di pelataran park
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status