Semua Bab TERSESAT DALAM GAIRAH: Bab 21 - Bab 30
58 Bab
21. Jeritan Kasmaran
Gadis itu meletakkan pisau dan garpu. Ia sudah tidak lagi berselera menghabiskan hidangan yang ada di hadapannya. Nay tidak mampu berkata apa-apa. Ia sudah terbiasa dengan kehadiran Peter sehingga bayangan bahwa laki-laki itu akan meninggalkannya membuatnya… takut? Tunggu, apakah itu lebih mirip dengan keragu-raguan? Apa sesungguhnya yang Nay rasakan?Ada jeda cukup lama yang tercipta. Nay tidak tahu hendak berkomentar apa. Oleh sebab itu, ia memilih untuk menyesap minumannya kembali.“You’re coming with me,” kata Peter tiba-tiba.Nay hampir tersedak mendengarnya. Ia mengatur agar anggur yang ia minum tidak sampai muncrat. Ia kemudian cepat-cepat menelannya.“Ya, mana mungkin saya mau meninggalkan my precious property. Kamu akan terus bersama saya. You’ll love New York. Ah, what am I thinking? Selama dengan saya, di manapun pasti kamu suka.”Pikiran Nay berkecamuk. Kerag
Baca selengkapnya
22. Panas Menyengat
Nay sudah merasakan lehernya dicekik atau tangannya terikat. Tapi ini adalah sesuatu yang baru. Lelehan lilin panas membuat tubuhnya terasa seperti dibakar. Refleks ia menampik tangan Peter yang memegang alat penerang itu.Peter menatapnya. Alih-alih tersenyum, wajah laki-laki itu tampak bengis. Lilin yang jatuh ke lantai seketika padam. Tahu-tahu, Peter menamparnya. Nay terlampau syok untuk bereaksi. Tidak lama setelah itu, Peter mengunci pergelangan tangannya. Nay ingin melawan. Tapi, genggaman itu terlalu kuat baginya.“You are my slave. Jangan melawan!”Gairah Nay yang sebelumnya membara, perlahan menghilang. Kepalanya menciptakan cabang pikiran yang baru, yaitu bagaimana ia dapat lolos dari situasi ini. Nay tahu tangannya yang dikuasai oleh Peter akan meninggalkan bekas memar esok hari.“Aaah, Peter,” desahnya pura-pura. Dalam hati, ia menimbang-nimbang berbagai strategi yang dapat ia lakukan.Tempat mereka ber
Baca selengkapnya
23. Cinta yang Berbahaya
“Nay! Nay?” guncangan tangan Cherry pada bahunya membuat Nay tersadar dari lamunannya tentang masa lalu.“Ada masalah apa?” tanya Cherry.Nay mengedikkan bahu. “Nggak penting.”“Ayolah, ada apa?” Cherry tidak putus asa untuk mengorek penjelasan darinya.“Kami putus, itu saja. Barangkali Peter belum bisa menerimanya.”Cherry boleh saja sahabat terdekatnya. Namun, Nay tidak bisa, ralat, - belum mampu -, menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Hidupnya tidak menyenangkan. Hidupnya jauh dari kata sukses. Tidak seperti apa yang terjadi dengan Cherry, Dewi, dan bahkan Maria. Ketiga sahabatnya itu memiliki kariernya masing-masing. Wanita modern yang mandiri, sedangkan dirinya hanya budak yang dipungut oleh Peter di jalanan. Bagaimana mungkin ia mengisahkan semua itu kepada teman-temannya? Seterpuruk apalagi dirinya jika ia mengungkapkan ketidakberuntungannya itu pada dunia?“Dia cin
Baca selengkapnya
24. Pertemuan di Transjakarta
Ia tahu banyak kasus pertemuan asmara di dunia maya yang berakhir dengan bahagia. Namun, semua contoh yang ia saksikan itu adalah kedua-dua pihak telah memiliki penampilan yang sama-sama sempurna. Yang laki-laki cakep dan simpatik, sementara yang perempuan cantik dan berkulit putih.Coba bandingkan dengan penampakan dirinya? Maria meneliti tubuhnya sendiri. Sudah jelek, hitam, bekerja sebagai pembantu lagi. Tanpa sadar Maria terduduk lemas dan tidak sengaja menduduki ember yang penuh terisi dengan air.Betapa sial nasibnya, renung Maria. Perlahan-lahan, air mata tanpa isak keluar mengaliri kedua pipinya.***Sejak menikah dengan Eton sampai sekarang memiliki dua buah hati, Dewi yang selalu kelimpungan mencari uang. Suaminya setiap hari hanya bermalas-malasan. Fakta kalau mereka masih tinggal di rumah Ibu Mertua, sepertinya membuat Eton besar kepala. Pria itu lalu menggampangkan semuanya. Bagaimana tidak? Andai kata Eton tidak melakukan apa-apa sekalipun,
Baca selengkapnya
25. Bertukar Kerja
Tidak dinyana, laki-laki itu memaksa seorang anak berseragam SMA yang duduk di depan Dewi untuk berdiri. Sambil menyeimbangkan badannya di antara goyangan bus yang disebabkan supir Transjakarta yang mengemudi ibarat supir metromini, laki-laki tersebut menghardik anak SMA tadi untuk memberikan tempat duduknya kepada Dewi. Ia berterimakasih. Ternyata masih ada orang baik di dunia ini.“Maaf, tapi apa Ibu baik-baik saja?”Sikap putus asanya tadi yang menyalahkan orang-orang Indonesia, perlahan-lahan memudar digantikan syukur karena masih ada orang baik seperti yang ada di dekatnya sekarang ini. Dewi pun menjawab, “Tidak apa-apa.”“Tapi Ibu kan sedang hamil. Apakah….”Laki-laki itu benar-benar peduli kepadanya. Penumpang itu ingin memastikan kalau ia baik-baik saja. Ia tersenyum. “Rasanya baik-baik saja. Terimakasih.” Dewi mengelus perutnya dan bayi yang ada di dalam kandungannya pun menendang lembut peru
Baca selengkapnya
26. Godaan Pertama
Yang tidak pernah Dewi ceritakan kepada siapapun adalah bekerja di Universal Needs bikin ia dekat dengan Pak Edward. Pertemuan keduanya di bus Transjakarta memang jadi pertama kalinya mereka berjumpa. Namun, awal mula Dewi merasakan kalau Pak Edward memiliki perasaan lebih kepadanya terjadi beberapa bulan setelah itu.Dewi sedang menghadiri rapat besar bagian marketing. Pak Edward menghadirinya. Tadinya wanita itu heran, mengapa pemilik perusahaan besar masih mengurusi hal-hal remeh. Tapi, dari rekan kerjanya yang lain, Dewi baru mengetahui kalau laki-laki itu memang sangat peduli pada departemen penjualan di perusahaan tersebut. Menurut Pak Edward, divisi tersebut adalah ujung tombak kesuksesan perusahaan. Jadi, tidak heran kalau selalu mendapat perhatian lebih, termasuk menghadiri rapat departemen penjualan.“Sekarang, saya mau ucapkan selamat kepada Ibu Dewi. Walaupun baru join, berkat Ibu Dewi, sabun Melati membukukan penjualan 100% dalam masa uji coba,&rdquo
Baca selengkapnya
27. Rasa yang Bertumbuh
Pak Edward menyusupkan tangannya ke dalam paha Dewi dan mencari-cari pinggiran stokingnya. Perlahan-lahan, laki-laki itu menurunkan stoking Dewi. Jemari Pak Edward dengan lembut meneluri kakinya. Bohong kalau Dewi bilang, tidak ada desir aneh yang berseliweran di hatinya tatkala Pak Edward melakukan hal itu. Laki-laki itu berlama-lama mengelus bagian betisnya yang ditutupi stoking bolong. Rasanya seperti berabad-abad Pak Edward memainkan kakinya itu. Kaki Dewi telah bebas dari stoking. Sekarang, laki-laki itu bersiap-siap memakaikan stoking yang baru ke kakinya.“Saya bisa sendiri,” cegah Dewi. Ibu dua anak itu cepat-cepat merebut stoking dari tangan Pak Edward. Ia lalu memalingkan wajah dan menggeser tubuhnya menjauhi atasannya itu.Ia mendengar Pak Edward bergumam. Tapi, Dewi tidak dapat menangkap kata-katanya. Saat Dewi menoleh, tahu-tahu ia melihat Pak Edward sudah pindah ke tempat duduk laki-laki itu sendiri.“Ayo, coba lobster-nya, Wi.&rd
Baca selengkapnya
28. Berawal Dari Hujan
Dewi tercengang. Tas karton itu bertuliskan sebuah merek terkenal. Ia menduga-duga isinya dan menahan pekik gembiranya tatkala tebakannya benar. Sebuah tas yang harganya puluhan juta. “Ini… nggak, saya nggak bisa terima –“Ini adalah bonus. Kamu berhak mendapatkannya,” ujar Pak Edward bersikeras. “Malah kalau laporan penjualan Melati telah ada, kamu akan mendapatkan yang lebih lagi.”Ragu-ragu yang tadi menghinggapinya lenyap sudah. Ini adalah urusan pekerjaan. Dewi sangat piawai dengan tugasnya sehingga dianugerahi hadiah. Ini adalah sesuatu yang pantas. Dewi pun tersenyum dan ucapkan terima kasih.Selesai makan malam, mereka pun berjalan beriringan ke luar dari restoran. Senyum semringah Dewi tidak lepas-lepas dari wajahnya. Ia terlampau gembira menenteng tas mewah di tangannya.“Saya tidak bisa antar. Pulang naik taksi saja, ya.”Biasanya juga ia tidak pernah diantar ke rumahnya oleh Pak Edw
Baca selengkapnya
29. Antara Atasan dan Suami
Tapi, Pak Edward justru bangkit dan berdiri. Dewi yang sudah memasrahkan dirinya jadi terheran-heran. “Kita belum selesai berdansa,” kata pria itu sambil mengulurkan tangannya. Dewi mengangsurkan tangannya dan dengan dibantu oleh Pak Edward, wanita itu kemudian berhadap-hadapan dengan laki-laki itu. Atasannya itu mengeluarkan ponsel dan memutarkan musik. Dewi tidak familiar dengan judulnya. Namun, lagu itu bertempo pelan dan menghanyutkan. Setelah meletakkan ponsel di meja, Pak Edward menautkan jemarinya dengan jemari Dewi dan menuntun langkahnya dengan lembut. Mungkin hujan di luar membuat Dewi terhanyut dengan suasana. Ia merebahkan kepalanya di pundak Pak Edward. Laki-laki itu kemudian menyusupkan tangannya ke balik kemeja yang dikenakan oleh Dewi. Ibu dua anak itu merasakan kaitan pakaian dalamnya telah terlepas. Tangan Pak Edward penyebabnya. Jantung Dewi berdegup kencang. Meskipun demikian, Dewi melonggarkan pelukannya agar dapat menarik bra-nya ke bawah kemeja. Ia lalu mencam
Baca selengkapnya
30. Basah Luar Dalam
“Kenapa?” erang Dewi karena sudah tidak dapat mengendalikan gairahnya.“Saya ingin berdansa denganmu.”Dewi berdiri dengan enggan. Bukan apa-apa. Tubuhnya terlalu loyo untuk sigap menegakkan badan. Pak Edward membantunya dan menggantungkan tangannya di bahu. Lumayan, topangan itu membuat Dewi kembali berenergi. Tidak cukup sampai di situ, Pak Edward mengangkat Dewi agar wanita itu dapat memposisikan kakinya di atas kaki laki-laki itu.Dewi mengikuti panduan Pak Edward yang mengayunkannya ke kiri dan ke kanan. Mereka sedang berdansa dalam keadaan tanpa busana. Hm, sebenarnya keduanya masih mengenakan celana dalam tapi gesekan dan sentuhan kulit mereka satu sama lain telah lama mengabaikan kenyataan itu. Dewi dapat merasakan organ tubuh Pak Edward yang terletak di tengah-tengah selangkangan pria itu semakin lama bertambah sesak. Ia mau saja apabila Pak Edward menggiringnya ke tempat tidur dan menuntaskan hasrat keduanya di sana. Akan tetapi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status