All Chapters of Rembulan Untuk Mantan Pramuria: Chapter 11 - Chapter 20
49 Chapters
11. Hari pertama kerja
Waktu menunjukan pukul 11.30 WIB. Hujan yang semula mengguyur perlahan mulai mereda. Specta Cafe mulai dipadati pengunjung di jam istirahat kerja seperti hari-hari biasanya."Mau pesan apa, Tuan?" tanya Erin dengan sangat sopan dan hati-hati tehadap tamu pria berbadan kekar yang kini duduk di meja nomor 7. Wajahnya begitu sangar didukung dengan tatto yang memenuhi lengan tanganya. Pria itu mengisyaratkan dengan jari telunjuk ke arah gadis waiters bersurai hitam panjang berparas menawan yang tengah menyajikan pesanan pengunjung. Dia menginginkan Dewi yang melayani dirinya."Meja nomor 7 memintamu melayaninya," Erin berbisik saat melewati Dewi yang tengah sibuk dengan pekerjaanya."Siapa dia?" Dewi bertanya sembari melihat ke arah pria yang meminta dilayani olehnya. "Mana aku tahu." Erin menjawab ketus sembari berlalu. Mimik wajahnya tak bisa menutupi atas rasa ketidak sukaanya terhadap Dewi.Dewi berjalan mendekati pria itu dengan tatapan penuh selidik. "Maaf, Tuan, ada yang bisa say
Read more
12. Dimana letak salahku?
"Gimana hari pertama kerjamu?" tanya gadis bertubuh jangkung yang kini duduk bersama Dewi di atas lantai beralaskan tikar."Ya begitulah, Va. Ada enaknya, ada engganya juga." jawab Dewi yang kemudian menyuapkan pisang goreng ke dalam mulutnya.Hanya ada pisang goreng kaki lima dan secangkir teh hangat yang menemani bincang malam kedua gadis itu. Dari tempat kerja, Dewi mendapat jatah makan sekali, itupun sengaja dia ambil setelah jam kerja usai. Agar tak merasakan lapar saat hendak tidur malam. Bukankah sulit untuk memejamkan mata dan tertidur ketika perut dalam keadaan lapar?"Nggak enaknya?" Eva memegang cangkir dan meniup teh yang masih sangat panas, lalu menyesapnya sedikit. "Ada yang ketus banget, Va. Padahal aku yakin, aku nggak berbuat salah sama dia." Dewi mendengus. "Wajar, Wi. Namanya juga orang hidup. Mau kita sebaik apapun, pasti tetep ada yang nggak suka." Eva menepuk bahu Dewi pelan, mengisyaratkan agar Dewi tegar menghadapi situasi yang dia alami.Terdengar suara henta
Read more
13. Kepergok berduaan
[Mon, kamu lagi dimana? Lagi sama pacarmu ngga?]Satu pesan masuk ke ponsel gadis berambut ikal mayang yang saat ini tengah mondar-mandir di depan ranjang tidurnya. Pikirannya kalut, hingga sampai saat ini tak satupun pria yang dicintainya mengirim pesan kepadanya, bahkan Dimas selalu menghindar setiap mereka berpapasan di kantor.[Engga, Sha. Aku dirumah. Btw, tumben kamu ngechat aku, ada perlu apa?]Shasa Kusuma, gadis berambut pirang yang mengintai aktifitas panas yang dilakukan oleh dua sejoli di kos malam ini adalah teman seangkatan Ramona sewaktu SMA. Keduanya saling akrab, bermula dari kebiasaan mereka mendatangi klub malam yang sama, Liquid Exchange. [Barusan aku lihat cowo mirip pacarmu, Mon, lagi kissing sama tetangga kosan. Kalo aku ngga salah ingat sih, bener pacarmu si Dimas itu,]Butuh untuk meyakinkan ucapanya sendiri, Sasha hanya bertemu Dimas sekali, itupun di acara reuni SMA dua tahun yang lalu saat Ramona mengajak pacarnya di acara tersebut.[Ada bukti?] Ramona memb
Read more
14. Aku tahu dia seorang pela*ur
Ramona kembali ke rumah dengan wajah sendu yang tak dapat disembunyikan. Ketika membuka pintu, ia mendapati sang ayah masih tetap diposisi semula, tak menyadari kepulangan anak gadisnya yang pulang dengan air mata bercucuran. Hanya ketenangan yang dibutuhkan gadis itu untuk saat ini, dan juga sepasang telinga untuk sudi mendengarkan jeritan luka batinnya yang menganga. Mona hanya tinggal berdua dengan ayahnya untuk saat ini, sedangkan profesi ibunya sebagai pramugari menjadikan beliau jarang pulang ke rumah. Ingin rasa hati mengadu kepada ayahnya atas kesialan yang menimpa gadis itu malam ini, namun dia sadar, sang ayah bukanlah pendengar yang baik. Gadis itu membanting pintu kamar dan mengambil posisi meringkuk, memeluk lutut di atas lantai. Buliran bening di pelupuk mata tak kunjung berhenti meloloskan diri, yang sama sekali tidak ia sadari, beriringan dengan sumpah serapah seorang wanita yang merasa terhianati.Bayangan tentang Dimas dan gadis itu terus menghantui pikiranya. Hati
Read more
15. Hasutan janda bodong
Sang surya mulai menampakkan diri dari tempat persembunyiannya. Embun menetes beriringan dengan cuitan burung yang hinggap di ranting pohon cemara yang terletak di halaman depan Specta Cafe. Seperti biasa, para pekerja cafe tersebut bersiap merapikan cafe sebelum jam operasional berlangsung. Ada diantara mereka yang menyiapkan bahan masakan di dapur, mengelap alat makan dengan serbet, mengepel lantai, ada pula yang mengelap meja. Dewi memastikan setiap meja yang dia bersihkan mengkilap, hingga dia dapat melihat bayangan wajahnya tergambar pada tiap meja kaca yang ditemuinya. Cafe buka jam setengah tujuh pagi, biasanya para pengunjung akan menyesakki ruangan cafe itu untuk sarapan atau ada juga yang datang untuk memesan kopi sebelum memulai aktifitas kerja mereka.Seorang gadis berjalan keluar untuk menemui seorang pria yang datang membawa kotak bekal. Lalu kembali masuk melalui pintu kaca dan menaruh bekalnya di loker pekerja. Gadis itu kembali membawa cairan pembersih kaca dan juga
Read more
16. Sebaiknya menjauh
"Sejam berapa, Wi?" ucap seorang pria bartender sembari terus mengikuti gadis itu, tak peduli meski raut wajah gadis itu menunjukan ekspresi kesal. Pria itu menarik paksa tangan Dewi saat kata-katanya sama sekali tak digubris. Dengan paksa Dewi menghempaskan pegangan tangan pria itu. Ingin sekali ia berlari sekencang mungkin, namun saat terlepas dan akan berlari, tangannya kembali ditarik oleh pria yang sama. Lebih kuat dari sebelumnya."Lepasin, Dio, aku mau pulang," Dewi meronta sekuat tenaga, namun usahanya sia-sia. Pria itu lebih kuat darinya."Please, jangan jual mahal. Aku bersedia bayar berapapun, untuk malam ini saja," pinta Dio dengan kedua tangan mencengkram kuat, bak seekor elang yang berhasil mencengkram buruanya. "Lepasin, Dio, tanganku sakit," Dewi mengaduh dengan lirih. Berharap pria itu membebaskannya dari cengkraman kuat."Jawab lah, aku tau, kamu nggak bisu." pria itu menatap lekat, dia sangat bersungguh-sungguh ingin Dewi menemaninya malam ini.Tidak ada seorangpun
Read more
17. Bertengkar dengan Erin
Sinar matahari menembus kaca jendela dalam ruangan, menyentuh beberapa bagian tubuh pria berusia 32 tahun yang tengah berkutat dengan banyak dokumen di atas meja kerjanya. Terasa hangat, walau hanya sedikit. Kehangatan itu membawanya jauh ke relung hati yang akhir-akhir ini merindukan sentuhan hangat seorang gadis, yang mendapat ruang khusus dalam hati pria tersebut. Gadis berambut panjang dengan tubuh tinggi nan sekal, nyaris mendekati kata sempurna untuk standar tubuh sensual wanita. Masih tergambar jelas saat keduanya saling melumat bibir, seketika rasa hangat menjalar hingga punggung Dimas. Terdengar ketukan pintu dari luar. Perlahan imajinasinya memudar, bayangan tentang gadis itu lenyap seketika. Dimas mendengus kesal, siapa gerangan yang berani mengusir gadis itu dari lamunannya? Pandangnya kini tertuju pada daun pintu. Ia berusaha mengatur ekspresi wajahnya. Sebisa mungkin terlihat tenang di hadapan rekan kerja yang akan masuk menemuinya, meski sangat ingin memaki orang di
Read more
18. Bayaran dari Ramona
Senja menghiasi langit dengan warna jingga yang demikian anggun. Tampak koloni burung beterbangan membentuk segitiga menuju ke suatu arah. Senja adalah waktu yang tepat untuk kembali ke sarang mereka. Nampaknya dua pria yang terduduk di balkon sebuah kamar tengah menikmati pemandangan itu. Mereka saling berbincang, namun pandangan mereka tertuju pada maha karya Tuhan yang indah pada diri senja yang sedemikian megah. "Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar, Dim. Apa kau yakin akan meninggalkan Ramona demi gadis yang baru saja kau kenal? Memang, dari segi fisik dia memiliki tubuh yang-" Roy menjeda ucapanya, gambaran tubuh molek gadis yang mereka perbincangkan dengan mudah muncul ke dasar pikirannya. Mungkin alasan fisik yang menjadikan Dimas bisa dengan mudah jatuh cinta dalam waktu singkat pada gadis tersebut. Pikir Roy."Bukan masalah itu, Om. Dimas sudah muak. Selalu di kekang, aku harus nurut kemauan dia. Nongkrong ketemu teman-teman ga boleh, bolehnya keluar rumah juga harus ij
Read more
19. Dikejar pria mesum
Erin memacu kendaraan menuju supermarket. Waktu menunjukan pukul 11 malam, sebentar lagi supermarket akan segara tutup.Sebelum membeli belanjaan, terlebih dulu ia mengambil uang di mesin ATM yang terletak di sudut kiri ruangan tersebut. Hanya mengambil secukupnya saja, selebihnya ia tinggalkan. Karena jika diambil sekaligus, bukan perkara mustahil jika uang tersebut cepat habis. Maklum, perempuan adalah mahluk yang gemar belanja, bukan? Sengaja ia simpan sebagian lain uang pemberian Ramona untuk menghindari nafsu belanjanya. Karena menurutnya saat ini, kebutuhan anak dan ibunya lebih utama dibandingkan dirinya sendiri. Erin mengambil sebuah keranjang, mengisinya dengan barang-barang yang di butuhkan. 2 kardus susu Vido*ant berukuran 950 gram, beberapa bungkus mie instan, dan sebungkus telur. Erin berjalan menuju meja kasir. Membayarkan sejumlah uang sembari tersenyum tulus. Biasanya dia akan tersenyum hambar saat membayarkan sejumlah uang di meja kasir. Karena hanya keperluan anak
Read more
20. Tubuh telungkup dipinggir jalan
Rembulan tampak bulat utuh, membagikan sinar redum kepada mahluk bumi yang sama sekali tak mempedulikannya. Menggantikan awan hujan yang sedari siang kekeh mengguyur bumi dengan rintikan yang berasal dari tubuhnya.Sebuah kendaraan melaju di jalanan sepi yang berhiaskan kabut tipis. Dari sebelah kursi kemudi, seorang wanita berusia 43 tahun menyisir jalanan yang tampak lapang, tak ada satupun aktivitas di jalanan yang mereka lalui. Pukul satu dini hari, memangnya siapa yang sudi keluar malam-malam begini? Ditambah udara malam ini sangat dingin. Kalau saja rasa lapar tidak menyerang perut di tengah malam, sudah pasti keduanya memilih untuk berdiam diri di rumah, atau mungkin sudah terlarut dalam mimpi tidur masing-masing.Sebenarnya, bisa saja membuat mie instan sekedar perut. Namun, kwetiaw lebih menggoda, terlebih di hawa dingin seperti saat ini. Visualisasi tentang kwetiaw lah yang memaksa keduanya nekat menyusuri pekatnya malam. Melajukan kendaraan ke pusat kota untuk makan di ked
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status