Rembulan Untuk Mantan Pramuria

Rembulan Untuk Mantan Pramuria

Oleh:  Yeny Yuliana  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 Peringkat
49Bab
2.8KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

"Aku tidak yakin bisa mencintaimu sebagaimana Ramona melakukanya. Tapi aku janji, aku akan berusaha!" -Dewi Maryam- *** "Tanpa mengurangi rasa hormatku sebagai anakmu, Ma, aku meminta restu Mama untuk menikahi perempuan pilihanku. Aku tau, jalannya tidak akan selalu mudah, tapi satu yang harus Mama tau. Dia akan menjadi ibu yang baik dari anak-anak Dimas." -Adimas- *** Kisah seorang gadis yang terpaksa bekerja sebagai perempuan penghibur karena kondisi perekonomian keluarga. Di mana akhirnya dia menata kembali kehidupanya setelah bertemu seorang pria baik, bernama Dimas. Yang dari pria tersebut dia merasakan kehangatan kasih, dan ketulusan cinta yang sudah sepatutnya menjadi dambaan setiap perempuan.

Lihat lebih banyak
Rembulan Untuk Mantan Pramuria Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
default avatar
Nur
bgus sngt.........
2023-09-20 22:34:16
1
49 Bab
1. Kupu-kupu cantik di malam yang dingin
Disuatu malam yang dingin, Dimas menghentikan laju mobilnya di kedai kopi yang terletak tidak jauh dari tempat lokalisasi, berniat turun dan memesan secangkir kopi untuk menghangatkan tubuh di kedai itu, tiba-tiba dengan lancang seorang perempuan datang menggedor pintu mobilnya, diiringi riuhnya suara sirene mobil polisi. Rupanya malam itu tengah diadakan razia Satpol PP ditempat lokalisasi."Mas-mas, tolong buka pintu mobilnya!" Perempuan itu menunjukan mimik wajah panik."Mungkin dia salah satu PSK disini, apakah aku perlu membukakan pintu? Atau membiarkan dia terciduk Polisi? Tapi kasihan sih, ah nggak ada salahnya aku nolongin, kali ini saja", gumam Dimas dalam hati yang diikuti gerak tangannya membukakan pintu mobil untuk perempuan malam itu.Begitu pintu mobil terbuka, dengan sigap perempuan itu masuk, maringkuk dibawah carseat. Badanya bergetar hebat dengan kepala yang masih meringkuk kebawah. Apakah sedemikian takutnya perempuan ini dengan salah satu resiko yang harus dia tangg
Baca selengkapnya
2. Mengamati Kupu-kupu cantik dari kejauhan
Suasana tempat kerja yang sibuk cukup membuat Dimas suntuk menjalani pekerjaannya sehari-hari. Semuanya terasa monoton. Dimas bekerja sebagai direktur di perusahaan milik keluarganya yang bergerak di bidang pangan. Perusahaan yang cukup besar hasil kerja keras yang dirintis oleh almarhum kakeknya.Sesekali ia memasuki singgasana miliknya yang dipersiapkan secara khusus demi mengusir penat, sebuah ruangan khusus dengan meja bertuliskan 'DIREKTUR'.Jarum jam menunjuk pada angka 12, bel tanda istirahat karyawan berbunyi diikuti riuhnya suara karyawan yang berlarian keluar menuju loker masing-masing. Didalam ruang pribadinya, Dimas tengah menikmati secangkir cokelat panas yang sudah menjadi favoritnya selama 3 bulan belakangan ini. Cokelat panas yang dipesan dari cafe milik pamannya, yang terletak di seberang perusahaan tempatnya bekerja. Sebenarnya berulang kali paman Dimas, Roy, menolak pembayaran atas cokelat panas yang dipesan Dimas setiap hari melalui cleaning service kantor, tetapi D
Baca selengkapnya
3. Aku datang sebagai tamu
Udara malam ini cukup dingin, angin berhembus kencang membelai wajah tampan lelaki berusia 32 tahun yang sedari sore duduk di balkon kamarnya sembari menikmati secangkir kopi yang mulai mendingin. Hanya duduk bersantai sambil memainkan ponselnya. Lengan kekarnya mulai terasa dingin, dia memutuskan masuk ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar sambil berpikir, apa yang sebaiknya dia lakukan untuk mengisi ahir pekan? Jenuh jika hanya rebahan dan bermalas-malasan di kamarnya. Biasanya ada Ramona yang mengajaknya pergi setiap ahir pekan, walau hanya menemani kekasihnya berbelanja, namun rasanya cukup menghibur, dibanding hanya berdiam diri dirumah tanpa melalukan apapun. Namun, bukan bayang-bayang keseruan bersama kekasihnya yang terlintas di benak pria itu, melainkan gadis penghibur yang beberapa waktu lalu ia tolong saat ada razia satpol PP. Dalam sekejap bayang wajah ayu itu terlintas dalam benak Dimas, hati kecilnya merayu tubuhnya, agar segera b
Baca selengkapnya
4. Kekejaman sang mucikari
Dimas memacu kendaraanya menuju kedai tempat mereka makan malam 3 hari yang lalu. Sepanjang perjalanan suasananya cukup hening, meskipun mereka berdua sama-sama ingin berbicara banyak atas gejolak hati yang bersembunyi di dalam dada mereka, namun mereka tertahan oleh rasa canggung. Kalau boleh jujur, sebenarnya Dimas menyukai Dewi sejak pertemuan malam itu, hanya saja dia memiliki kekasih, yang tentu saja tidak akan terima jika dirinya mendua. Dimas memperhatikan betul gerak-gerik Dewi yang mahir memainkan sendok dan garpu di tanganya, menyantap dengan lahap hidangan yang tersaji di meja mereka. Dimas amat manyukai pemandangan ini. Perempuan berusia 25 tahun itu terlihat sangat menarik. Merasa ada sepasang mata yang mengamati, Dewi pun menatap ke arah pemilik manik yang sedari tadi memperhatikannya. Seketika dia merasa malu, dan tersenyum ke arah laki-laki di depanya. "Lapar banget ya, Dew?", tanya Dimas sembari melempar senyum hangat. Dia sangat menyukai perempuan yang saat ini ada
Baca selengkapnya
5. Bawa aku pergi dari sini!
Sulutan rokok dari Mami Dori semalam menyisakan luka lepuhan yang cukup lebar di wajah Dewi. Jika sebelumnya dia hanya melihat penyiksaan yang dilakukan sang mucikari kepada teman-teman seperjuanganya, kali ini dia benar-benar mengalaminya. Dia sudah merasakan bagaimana kejamnya tangan keriput sang mucikari, yang tak segan menyiksa siapapun jika dirinya dibuat kecewa. Gadis malang itu berbaring meratapi nasib pahit dirinya. Matanya terpejam, membayangkan bagaimana wajah-wajah setiap anggota keluarga yang jauh berada di kampung kelahiranya. Hanya bayang-bayang wajah keluarga yang sanggup membuatnya bertahan sejauh ini. Menjadi perempuan penghibur bukanlah profesi impianya, itu dilakuakanya karena terpaksa. Terpaksa karena tak sampai hati membiarkan ibu yang melahirkanya harus berjuang sendirian menghidupi ayah dan adik-adiknya yang masih menginjak usia sekolah.Layar smartphone yang tadinya hitam nampak menyala. Dengan malas Dewi meraih benda itu, sembari menguatkan hati jika yang dit
Baca selengkapnya
6. Hari Sakit
Sinar matahari nekat menerobos masuk melalui fentilasi udara ruangan berukuran 3×6 meter itu. Menyilaukan mata gadis yang sedari malam hanya berbaring dan menangis hingga terlelap.Nampaknya kondisi kesehatanya tengah menurun, dia terbangun dengan rasa sakit di bagian kepala yang teramat, serasa sebuah bongkahan batu besar tengah diletakkan di atas kepalanya. "Jam berapa ini?" matanya melirik ke arah jam dinding. Waktu menunjukan pukul 08.30 WIB. Menangis semalam cukup menguras energinya hingga dia terlelap dalam tidurnya. Gadis itu bangkit dan berjalan ke kamar mandi mungil yang berada di sudut ruangan. Meraup air dengan kedua telapak tangannya untuk kemudian dibaush ke wajah. Dingin. Basuhan air seketika menyadarkan pikiranya untuk kembali meratapi kenyataan pahit hidupnya.Sepasang manik hitam memperhatikan bayangan wajah yang terpantul dari cermin kamar mandi di depanya. Matanya sembab, wajahnya pucat. Luka bekas sulutan rokok malam itu juga belum kunjung mengering."Kok panas ya
Baca selengkapnya
7. Teman baru
Pagi ini Dewi terbangun dengan kondisi kesehatan yang jauh membaik. Rasa sakit yang kemarin membabi buta menyerang di bagian kepalanya, kini hilang entah kemana.Dia berjalan menghampiri jendela kamar kos yang berbalut cat warna putih tulang, dan membukanya secara perlahan. Udara pagi ini sangat sejuk, tampak dari kejauhan pemandangan yang memanjakan netra, sebuah taman yang letaknya bersebelahan langsung dengan danau, dengan bangku besi yang di balut cat berwarna putih. Dia ingat betul, itu bangku yang kemarin dia duduki bersama Dimas. "Selama disini, aku belum pernah bertemu dengan penghuni kos lain, nggak ada salahnya kan aku jalan-jalan keluar? Siapa tau aku menemukan teman baru di sini," ujarnya pada diri sendiri. Dewi bergegas memakai sandal selop berwarna pink kesayanganya. Dengan hati riang dia memberanikan diri keluar dari tempat kediamanya yang mulai dia tempati 3 hari yang lalu."Hidup baru, aku datang!" ucapnya riang sembari bergegas keluar.Saat ini kondisi hatinya cuk
Baca selengkapnya
8. Kesialan datang bertubi-tubi
"Permisi, Kak, bisakah saya mendaftar kerja disini?" Gadis yang semula mengelap meja seketika terbahak dan mendekati Dewi. "Kayanya nggak bisa, melihat pakaian yang kau pakai saja, harusnya kamu ngerti, dong! Di sana tertulis, 'Berpakaian sopan dan rapi'," gadis itu menunjuk papan lowongan kerja yang tertera di teras cafe.Memang benar, Dewi datang menggunakan atasan kaos dan celana kolor pendek tradisional. Sangat jauh dari penampilan orang yang hendak melamar kerja. Namun mau bagaimana lagi? Hanya pakaian rumahan yang Dimas bawakan. 1 setel baju bagus dan celana jeans yang Dimas berikan ada di keranjang pakaian kotor, belum sempat dicuci."Bisakah saya menemui pemilik cafe ini, Kak?" pinta Dewi membuat karyawati itu makin kesal.Nampaknya salah seorang karyawan lain mulai mendekat setelah mendengar percakapan dua orang gadis di pintu masuk cafe. Seorang karyawan laki-laki berwajah cuek dengan tinggi 170 cm. Saat itu belum ada satu pun pengunjung di cafe itu."Ada apa Rin? Dari tad
Baca selengkapnya
9. Dia datang bersama saya!
"Sus, saya mau keluar, kira-kira 2 jam. Tolong, kalau ada yang nyari saya, sampaikan untuk datang kembali nanti." Tutur Dimas kepada gadis muda yang selama setahun terahir ini menjadi sekretaris pribadinya. "Baik, Pak. Sebelumnya maaf, ini tadi Mbak Ramona nitip ini untuk diberikan kepada Bapak," gadis manis berkulit sawo matang itu menyerahkan sebuah kotak makan, yang dia sendiri tidak tau apa isinya."Apa ini?" Dimas membuka kotak makanan itu untuk memastikan apa isinya. Bakwan jagung manis, Ramona tau betul camilan kegemaran Dimas yang satu ini. Dan ketika mengingat itu pemberian dari Ramona, seketika minatnya terhadap camilan itu berkurang."Buat kamu aja, Sus. Saya memberikan ini bukan karena saya tidak suka, hanya saja saya sedang males sama yang ngasih,""Oh, gitu ya, Pak? Terima kasih, Pak," Susiana menerima kotak itu dengan senang hati. ***Dimas mengendarai mobilnya penuh semangat menuju kosan tempat Dewi tinggal. Senyum simpul terpatri di wajah laki-laki berwibawa itu,
Baca selengkapnya
10. Hangat
"Assalamu'alaikum, Neng? Kenapa beberapa hari ini nggak menelepon, Ibu? Kamu baik-baik kan disana?""Wa'alaikumsalam, Bu, maaf, Dewi beberapa hari ini sibuk, sampai belum sempat hubungi keluarga, Dewi baik-baik kok disini, Bu." "Syukurlah kalau begitu. Pagi-pagi udah hujan aja ini, Neng,""Ya sama, Bu, disini juga hujan lebat, padahal Dewi belum berangkat ke tempat kerja," Dewi menatap keluar jendela kamar. Hujan belum juga menunjukan tanda-tanda akan mereda."Lagi siap-siap mau berangkat kerja ya, Neng? Neng sudah sarapan?"Pertanyaan itu membuat Dewi teringat dengan rasa lapar yang berusaha dia abaikan. Tangan kirinya mengelus perut. Sama sekali tidak ada yang bisa dia makan pagi ini, hanya ada air minum. "Sudah kok, Bu," katanya kemudian. "Ya sudah, Neng. Hati-hati di jalan ya? Ibu berdo'a, semoga segala urusan kamu dimudahkan sama Tuhan.""Aamiin ... Dewi kerja dulu ya, Bu," Dewi menutup sambungan telepon.Percakapan singkat, namun cukup menghangatkan hati gadis itu. Terlebih pa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status