All Chapters of Aku Istri Kekasih Sahabatku: Chapter 151 - Chapter 160
182 Chapters
Bab 151. Aku Bukan Penggoda
*** Aku sedang berjalan menuju toilet. Baru saja bertemu dengan Pak Firman setelah beberapa hari tidak bisa menemuinya. Alhamdulillah revisi proposal ku sudah disetujui. Oh iya, proposal Eka juga sudah ditandatangani. Sebenarnya aku heran, kok bisa ya. Padahal Eka mengaku jika dia belum memperbaiki hasil masukan seminar proposal dari Pak Firman. Apa iya, Pak Firman langsung menandatangani tanpa membaca. Ahh sudahlah! Mungkin semua berkat kekuatan doa Eka. Saat keluar dari bilik toilet, ternyata Utami, Tari, bersama para pengikutnya, baru saja masuk. Aku dan Utami sejenak saling bertatap mata. Aku pun langsung melangkah. Ingin secepatnya keluar dari toilet. Jika Utami hanya sendiri, mungkin aku akan mengajaknya bicara. "Kamu mau kemana, Delisia? Kami sudah lama tidak bermain-main dengan kamu!" ujar Tari sambil mencegat langkahku. Alma berjalan lalu mengunci pintu toilet dari dalam. Meka megang tangan kananku. Sedangkan tangan kiri ku dipegang oleh Ratna. "Apa yang mau kali
Read more
Bab 152. Tak Perlu menjelaskan
Aku menatap pantulan wajahku di cermin. Rasanya ingin marah. Tetapi berusaha aku tahan. Tak ingin membuang-buang tenaga untuk meladeni mereka. Aku pun menoleh pada Utami. Dia masih saja memancarkan aura kebencian padaku. Ya, harusnya aku sadar. Aura wajah Utami tak mungkin berubah. Sekarang dia sangat membenciku. Mungkin akan sulit bagiku untuk mengubah rasa itu. Aku sangat merindukan Utami. Rindu dengan keakraban yang dulu. Kini di Kampus, aku merasa hari-hariku sepi. Aku tidak punya teman dekat seperti Utami. "Kamu sudah pernah tanya ke Aksa, kenapa hingga kini aku masih tinggal di Apartemennya?" ujarku pelan pada Utami. "Kenapa aku harus bertanya padanya? Sudah jelas, kamu itu perempuan ganjen. Perempuan yang suka menggoda laki-laki. Tak perlu aku bertanya ke Aksa alasanya, karena semua sudah cukup jelas. Apalagi kalau bukan kamu ingin menggodanya." Aku memejamkan mata sejenak. Lalu kembali menatap Utami. Percuma aku berbicara dengan orang yang sedang diliputi amarah dan kebe
Read more
Bab 153. Perhatian Kecil Aksa
Aku terus berjalan. Menaruh tas di depan dada, agar baju yang masih sedikit basah bisa tertutupi. Hari ini aku memakai gamis yang tebal. Jadi, tidak dapat kering meskipun sudah aku kipas. Aku menuju halte. Untung saja tak perlu menunggu lama. Baru saja duduk di kursi, bus yang aku tunggu sudah datang. Aku langsung berdiri di pintu halte. Biasanya bus hanya berhenti beberapa detik saja. Bus pun melaju dengan kecepatan sedang. Aku memasang earphone ke telinga dan asyik membaca buku. Tas ransel aku taruh dipangkuan agar bisa menutup bagian depan dada. Sesekali melihat keluar jendela. Ingin memastikan, sekarang sudah berada dimana. Bus lalu berhenti sejenak di halte. Ada penumpang yang akan naik dan turun. Aku kembali membaca buku ketika bus telah melaju. Saat sedang asyik membaca, aku menyadari ada yang duduk di sampingku. Tak ingin menoleh, buku yang sedang aku baca lebih menarik perhatian. Aku kembali melihat keluar jendela. Mata pun menangkap sosok yang duduk di sampingku. "Ak
Read more
Bab 154. Sebuah Foto Menyakitkan
"Oh iya." Cukup dua kata untuk merespon ucapan Aksa. Lelaki ini, padahal dia bisa saja makan di luar tanpa harus meminta izin padaku. Caranya yang begini hanya akan membuat perasaanku semakin terpupuk. Seolah aku adalah perempuan simpanannya."Aksa, mungkin lusa aku mau pulang ke kampung. Aku sudah mendapatkan semua tanda tangan dosen. Jadi, rencananya akan pulang ke kampung untuk penelitian.""Iya, nanti aku antar ya," tutur Aksa lembut."Nggak usah. Nanti aku balik naik bus saja. Jangan sampai Utami nyariin kamu. Bisa bahaya kalau dia tahu kamu mengantarku ke kampung." Aku menggeleng pelan sebelum berkata.Setelah percakapan itu, aku memilih diam. Begitupun dengan Aksa. Dia juga tak bersuara. Aksa sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Dia menatap ke depan. namun yang aku lihat, tatapannya kosong.Detik jam terus berputar. Kini sudah jam sembilan malam. Aksa belum juga pulang. Padahal tadi dia mengatakan tidak akan pulang larut malam.Aku belum makan, masih menunggu Aksa. Seperti ja
Read more
Bab 155. Jujur Pada Ayah dan Ibu
Saat menjelang pagi, aku bersiap-siap untuk pulang kampung. Aksa belum juga pulang. Baguslah! Aku bisa pulang tanpa bertemu dengannya terlebih dahulu. Saat sudah berdiri di depan pintu, aku memejamkan mata sejenak. Rasanya aku tidak bisa pergi tanpa meminta izin pada Aksa. Walau bagaimanapun, aku harus tetap mengatakan pada Aksa jika akan pulang ke kampung sekarang. Aku mengambil benda pipih yang ada di dalam tas. Beberapa detik menatap. Aku lalu mengembalikan ke tempat asalnya. Aku tidak mungkin mengirim pesan pada Aksa sekarang. Bagaimana kalau Aksa merasa terganggu dengan pesan dariku? Dia sedang bersama Utami, pasti sedang tidak ingin di ganggu. "Ahh, aku punya ide." Tanpa menunggu lama, aku pun mengambil buku dan pulpen dari dalam tas. Aku merobek selembar kertas lalu tangan mulai menari bersama pulpen di atasnya. 'aku pamit ke kampung. Maaf tidak menunggu kamu pulang dulu. Assalamualaikum!' Aku menaruh kertas itu di bawah vas bunga yang ada di atas meja. Tempatnya strate
Read more
Bab 156. Talak!
"Ya Allah, Nak! Jangan katakan kalau kamu benar berselingkuh? Karena Aksa tidak mencintai kamu, makanya kamu mencari lelaki lain yang bisa dijadikan pelampiasan." Ibu sedikit meninggikan suara. Sedangkan ayah yang duduk di hadapan kami, hanya diam menyimak. Mungkin ayah terlalu kaget mendengar perkataan yang baru saja keluar dari bibirku. "Aku tidak salah, Bu. Saat itu, aku hanya ingin membantu Aksa di depan Pak Candra. Aku ingin membelanya, karena pasti Pak Candra akan sangat marah jika mengetahui kelakuan Aksa ... Aku pikir masalahnya tidak akan sepanjang ini. Aku minta maaf ke ayah dan ibu. Aku tidak sehina itu, Bu. Yang aku lakukan murni karena ingin membantu Aksa." Aku mengucap kata demi kata sambil menangis. Sesekali menahan napas karena menahan sesak didada. "Tidak harus begitu, Nak. Apa yang kamu lakukan itu salah. Ceritakan semuanya ke ayah dan ibu. Agar kami bisa paham tentang alur masalahnya." Aku menghapus air mata yang membasahi pipi. Ya, aku memang sudah harus bercerit
Read more
Bab 157. Jodoh Sementara
*** Hampir dua bulan aku berada di kampung. Niat awal ingin secepatnya menghadap dosen agar bisa sidang hasil. Namun kenyataannya, aku terlena tinggal di kampung. Saat ini aku sudah berada di bus menuju Apartemen. Aku sudah memutuskan untuk pergi dari Apartemen Aksa. Jadi hari ini, rencananya aku akan beres-beres dan mencari kosan. Entah alasan apa yang akan aku katakan, itu akan dipikirkan nanti. Ayah dan ibu sudah tahu semua masalahku dengan Aksa. Mereka yang memintaku untuk pergi dari Apartemen. Aku tidak boleh tinggal bersama dengan Aksa lagi. Secara agama, sebenarnya Aksa sudah menjatuhkan talak padaku. Saat aku masuk ke dalam Apartemen, tidak ada orang. Sekarang jam dua siang. Mungkin Aksa masih berada di kampus. Aku teringat ucapan ayah. "Ya Allah, berarti selama ini aku sudah mencintai lelaki yang tidak halal bagiku. Kenapa aku baru tahu jika talak telah jatuh bahkan hanya dengan sebatas ucapan isyarat dan niat? Ya, Aksa sudah berniat akan menceraikan aku dan dia tidak
Read more
Bab 158. Aku Pamit!
Ya Allah, kenapa Aksa tega berkata kasar begini. Padahal aku berbohong demi dia. Yang memulai rencana itu dia dan aku hanya mengikuti skenario yang telah dia buat. "Harusnya kamu sadar diri, Delisia. Kamu tidak pantas bersanding denganku. Aku sudah pernah mengatakan pada kamu. Aku hanya menganggapmu sebagai teman. Okey, aku memang sudah nyaman sama kamu, tetapi rasa nyaman itu tidak lebih dari sekedar teman." Aksa nampak menggebu-gebu meluapkan amarah. Aku memejamkan mata sejenak. Meresapi kalimat yang terucap dari bibir Aksa. Rasanya sangat sakit. Mungkin dia masih tidak menyangka, mengetahui kenyataan jika aku sangat mencintainya. Aku bisa memaklumi itu. Aku sudah cukup sadar diri, kalau bersanding dengan Aksa itu mustahil. Tak perlu ada yang memberitahu, aku bisa berkaca. "Jangan pernah bermimpi! Sampai kapanpun aku tidak akan mencintaimu. Aku tidak akan pernah mencintai kamu, Delisia!" ujar Aksa dengan suara lantang. Aku langsung menunduk. Tidak kuat melihat wajah Aksa yang
Read more
Bab 159. Sebuah Kalimat Jujur
Aku mengambil handphone dari dalam tas dan langsung menghubungi Eka. Semoga saja Eka bisa membantuku. "Hallo, Eka! Aku bisa ke kosan kamu sekarang?" "Boleh, Del. Kebetulan aku masih di kos. Tetapi jam lima sore aku mau berangkat kerja." "Oh, iya, nggak apa-apa. Aku ke sana sekarang yaa." Aku pun mengakhiri panggilan. Tidak apa-apa jika Eka memiliki kesibukan. Aku hanya mau menaruh barang. Lalu mencari kosan. Menjelang Maghrib, aku akhirnya menemukan kos yang sesuai isi dompet. Aku tidak mencari kosan mewah. Sekarang yang membiayai hidupku adalah ayah dan ibu. Kasihan mereka kalau memiliki anak yang hidup boros. Setelah menaruh semua barang di kosan baru, aku langsung menuju rumah Pak Candra. Semoga saja Aksa tidak ke sana. Aku mau mengembalikan ATM. Setelah memilih menjauh dari Aksa, tidak mungkin aku masih memegang ATM dari Pak Candra. Tiba di rumah Pak Candra, ternyata beliau sedang duduk santai di halaman belakang. Aku melangkah pelan ke arahnya. "Ayah!" panggilku p
Read more
Bab 160. Lulusan Terbaik
*** "Assalamualaikum, Bu," ujarku setelah ibu mengangkat panggilan dariku. "Waalaikumsalam. Bagaimana ujian sidangnya kemarin?" "Alhamdulillah aku lulus, Bu. Semua dosen penguji memuji tulisanku. Insya Allah aku bisa ikut wisuda dua bulan depan. Ini mau siap-siap ke kampus untuk yudisium." "Masya Allah, Nak. Alhamdulillah kamu sudah selesai. Ayah! Ayah!" Terdengar suara ibu memanggil ayah. Mungkin ayah baru saja pulang dari pasar, membawa hasil panen. Suara ibu terdengar bahagia. Aku ikut bangga karena bisa membuat ayah dan ibu bahagia atas kelulusanku. "Sudah dulu ya, Bu. Kami diminta untuk datang satu jam sebelum yudisium di mulai." "Iya, Nak. Kamu hati-hati di jalan ya. Jangan lupa berdoa sebelum keluar rumah." Percakapan aku dan ibu berakhir. Setelah bercermin dan memastikan jika aku sudah siap, aku pun melangkah meninggalkan kosan. Untung saja kos aku sekarang tidak terlalu jauh dari kampus. Dapat di tempuh hanya dengan berjalan kaki. Setelah tiba di kampus, ternyata s
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status