All Chapters of Aku Istri Kekasih Sahabatku: Chapter 161 - Chapter 170
182 Chapters
Bab 161. Dia Dosen, Pahlawanku
Namaku kembali di panggil untuk maju ke depan. Aku berdiri dan tersenyum bahagia. Rasanya seperti mimpi saat namaku disebut sebagai lulusan terbaik. Aku menghampiri Pak Fauzar - Dekan Fakultas, yang sedang memegang piagam. Pihak fakultas biasanya akan memberikan piagam kepada mahasiswa yang memiliki IPK tertinggi disetiap jurusan. Jadi bukan hanya aku saja yang dipanggil, tetapi ada teman-teman yang lain. Hanya saja, namaku yang pertama disebut karena aku memiliki nilai yang lebih tinggi dari mereka. "Terimakasih, Pak," ujarku pada Dekan Fakultas sambil tersenyum dan menunduk hormat tanpa bersalaman. Mataku bertemu dengan mata Pak Firman. Dia tersenyum padaku. Aku pun menunduk hormat padanya. Saat ingin duduk, aku dikagetkan dengan sorakan tiba-tiba dari penghuni ruangan. Aku langsung melihat ke depan, penasaran dengan apa yang sedang terjadi. Mataku membola ketika melihat di depan layar, fotoku bersama dua orang berbeda terpampang jelas. Di sebelah kiri, foto aku sedang bersam
Read more
Bab 162. Tak Ingin Ikut Wisuda
"Del, kamu belum mau pulang?" tanya Eka. Kini ruangan Auditorium Fakultas sudah sepi. Tersisa beberapa lagi mahasiswa, para staf dan petugas kebersihan yang sedang merapikan ruangan. "Aku masih ada urusan. Kamu boleh pulang duluan kalau ada agenda lain," ujarku sambil tersenyum. "Kalau begitu aku duluan ya. Aku ambil shift siang soalnya." Aku tersenyum dan mengangguk. Eka pun melangkah, menjauh dariku. Kini tersisa aku sendiri mahasiswa yang masih berada di ruangan. Saat melihat Pak Jamal - Staf jurusanku keluar dari ruangan, aku langsung berdiri dan berjalan di belakangnya. Semoga saja keinginanku yang tidak mau ikut wisuda di perbolehkan oleh pihak jurusan. Pak Jamal sudah masuk ke dalam ruangannya. Aku berdiri sejenak di depan pintu sebelum mengetuk. Tok! Tok! "Masuk!" Tersedengar suara dari dalam ruangan. Aku pun membuka pintu. Bibir tersenyum dan kepala menunduk sejenak pertanda hormat. "Maaf, Pak. Ada yang ingin aku tanyakan." "Ada apa, Delisia? Silahkan duduk!" A
Read more
Bab 163. Pembelaan Dari Ayah
Saat baru saja tiba di kosan, handphoneku bergetar. Ternyata pesan dari Pak Jamal - Staf Jurusan. Aku langsung membuka. 'Ketua Jurusan mengizinkan untuk tidak mengikuti wisuda.' "Alhamdulillah Ya Allah," lirihku dengan raut wajah bahagia melihat pesan dari Pak Jamal. Tanpa menunggu lama, aku pun membereskan kamar kos untuk pulang kampung. Ya, aku ingin pulang besok. Semua barang akan aku bawa karena tidak akan kembali lagi di Kosan ini. Nanti kalau aku datang untuk mengambil ijazah, akan menginap di tempat penginapan. Tidak perlu kembali ke sini. Karena selama masih ada barang yang tersimpan di dalam kos, aku masih tetap akan membayar. Keesokan harinya, tepat pukul sembilan lewat lima belas menit, aku keluar dari kos. Aku sengaja memesan travel yang bisa menjemput depan kos, agar tidak lagi ke Terminal. Aku membawa dua koper dan dua tas yang berisi pakaian dan buku-buku. Rasanya tidak mungkin kalau menenteng sendiri. Beberapa jam perjalanan, akhirnya aku tiba di Desa Toura. Sep
Read more
Bab 164. Alasan Pernikahan
Aku meneteskan air mata. Belum ingin beranjak. Dalam waktu beberapa detik, aku tak mendengar sepatah kata pun yang keluar dari bibir ayah, ibu, dan Pak Candra. "Mungkin hanya itu, Pak Rusdin dan Ibu, yang ingin aku bicarakan. Jika bapak dan ibu berkenan, aku harap tidak ada permusuhan diantara kita karena masalah ini. Aku pulang dulu." Aku kembali mendengar suara Pak Candra. Ada rasa penasaran dalam benak, apa yang membuat Pak Candra rela datang ke sini. Apa hanya karena sebuah perasaan bersalah? Atau Pak Candra memiliki niat lain. Hingga Pak Candra meminta izin untuk pulang, aku belum juga mendapatkan alasan yang bisa menjawab penasaran dalam benak. Aku pun keluar dari kamar, setelah memastikan jika Pak Candra sudah pergi. "Ayah, Ibu, apa yang sebenarnya terjadi?" tuturku yang masih berdiri di pintu kamar. Ibu dan Ayah berbalik bersamaan, melihatku. Mereka berdua masih berdiri di depan pintu utama. Mungkin melihat mobil pak Candra yang perlahan-lahan menjauh. "Pak Candra tad
Read more
Bab 165. Selamat Tinggal!
"Ayah, ibu, maafkan aku! Rencananya aku tidak akan mengikuti wisuda." Aku berkata sambil melihat ayah dan ibu bergantian. "Loh, kenapa bisa begitu, Nak? Padahal kami sudah sangat ingin hadir di acara wisudamu. Coba cerita baik-baik ke ibu dan ayah." Ibu nampak kaget mendengar perkataanku. Aku memang semalam sudah menceritakan ke ayah dan ibu jika menjadi wisudawan terbaik. Tetapi aku belum bercerita tentang tidak ingin ikut wisuda. Berbicara terpisah jarak, sangat rawan. Belum tentu ibu dan ayah memahami yang aku maksud. Aku kembali menatap wajah ayah dan ibu bergantian. Wajah mereka sangat teduh. Ada setitik rasa ingin membuat wajah itu bahagia saat melihat aku berdiri di atas podium. Namun ada pula rasa takut. Aku takut mereka akan melihat kejutan dari niat buruk orang lain di hari itu. Ya, bisa saja ada orang iseng yang mencelakaiku tepat di hari wisuda. "Kenapa hanya diam dan melihat-lihat kami, Nak. Apa alasannya kamu tidak ingin ikut wisuda? Padahal baru semalam kamu berceri
Read more
Bab 166. Putus! Pov Aksa
*** "Aku minta maaf, Tam. Aku tidak bisa lagi melanjutkan hubungan ini," ujarku sambil menatap mata Utami. Utami membelalakan mata. Aktifitasnya yang sedang mengirim pesan pada seseorang terhenti. Aku tidak tahu dia sedang membalas pesan dari siapa. Sejak tiba di Kafe, dia sudah sibuk dengan handphonenya. Saat ini aku dan Utami sedang berada di Kafe tempat kami sering bertemu. Aku sengaja mengajaknya ke sini untuk berbicara hal penting, karena di jam begini Kafe tidak terlalu ramai. "Apa? ... Maksud kamu apa, sayang? Jangan bercanda deh. Tidak baik loh, menjadikan perpisahan sebagai bahan candaan. Aku tidak suka kamu bercandanya begitu. Setelah wisuda kita akan menikah. Jadi jangan sembarangan bicara." Utami berkata dengan pelan. Namun aku masih dapat mendengarnya. "Aku serius, Tam! Aku ingin mengakhiri hubungan ini!" Tatapan mataku masih tertuju pada mata Utami dengan kedua tangan terlipat di atas meja. "Jangan gila. Hubungan kita sudah diketahui oleh orang tuaku. Kita sudah b
Read more
Bab 167. Merindukan Wanitaku (Pov Aksa)
"Aku tidak mau kita putus! Aku bisa membuat kamu kembali mencintaiku seperti dulu!" Utami berkata setelah menghapus air mata di wajahnya. Aku menggelengkan kepala. "Maaf, Utami! Mari berdamai dengan keadaan. Aku yakin kamu akan menemukan lelaki yang lebih baik dari pada aku." Aku ingin pergi dari sini. Tetapi, tidak mungkin meninggalkan Utami sendiri dalam kondisi begini. Walau bagaimanapun aku tidak ingin menjadi lelaki jahat yang pergi begitu saja. Aku memulai hubungan bersama Utami dengan baik-baik. Jadi hubungan ini juga harus berakhir baik-baik. Utami menarik napas. Dia lalu kembali bersuara. "Apa karena kamu telah mencintainya?" Utami menatapku dengan mata yang masih menangis. Aku terdiam. Tidak perlu menjawab pertanyaan Utami. Apapun alasannya, dia tidak perlu tahu. Jika aku berkata sejujurnya, itu hanya akan lebih menyakitinya. Meskipun aku tak menjawab, Utami mungkin saja sudah bisa menebak alasan aku memutuskannya. "Kamu dulu membencinya, Aksa! Bahkan kamu sering meng
Read more
Bab 168. Meyakinkan Ayah (Pov Aksa)
"Ayah ada di dalam?" tanyaku pada seorang satpam yang ada di pos. Kini mobil yang aku kendarai baru saja memasuki pintu gerbang. "Iya, Tuan." Jawabnya. Aku lupa siapa namanya. Asisten rumah yang bekerja di sini terlalu banyak. Aku hampir tidak mengenali mereka satu persatu. Mungkin karena jarang berada di rumah dan seringkali tidak menegur mereka. Berbeda dengan Delisia. Dulu, setiap kali datang ke rumah bersamanya, dia terlihat akrab dengan semua asisten yang bekerja di sini. Aku kagum pada sikapnya yang ramah pada semua orang. "Delisia, aku sudah terlalu rindu. Kenapa kamu lama sekali berada di kampung," lirihku saat melihat foto akad nikah kami yang masih terpampang di dinding rumah. Ayah pernah meminta asisten untuk memindahkan foto ini. Tetapi aku melarang. Biarkan foto itu tetap berada di situ. "Kamu dari mana, Aksa?" Suara ayah mengagetkan aku. Aku berbalik. Ternyata ayah sudah berada di belakangku. Kondisi ayah semakin hari semakin membaik. Sudah tidak ada lagi tongk
Read more
Bab 169. Kemarahan Ayah (Pov Aksa)
"Kamu laki-laki yang tidak punya pendirian. Allah memberimu perempuan sesholeha Delisia, tetapi kamu sia-siakan. Sekarang Utami juga kamu sakiti. Sebenarnya mau kamu apa, Aksa? Ayah malu punya anak lelaki sepertimu. Percuma ayah menyekolahkanmu tetapi pikiranmu masih seperti anak kecil." "Dulu aku memang tidak mencintai Delisia. Ya, karena aku terpaksa menikah dengannya. Hanya untuk menyenangkan hati ayah. Aku juga menulis kontrak nikah akan menceraikannya, karena aku berpikir tidak akan bisa mencintainya. Tetapi semua orang bisa berubah, Ayah. Setelah kami berdua tinggal bersama, perasaan itu perlahan muncul. Aku pikir sekedar nyaman biasa, ternyata aku salah. Aku sungguh telah mencintai Delisia." "Omong kosong apa yang baru saja kamu ceritakan." Setelah berucap, ayah terdiam beberapa menit. Aku juga ikut diam. Berperang dengan pikiran. Aku takut jika ayah tetap menginginkan pernikahanku dengan Utami. Aku tidak menyalahkan ayah, kenapa begitu marah padaku. Didikan ayah begitu kera
Read more
Bab 170. Tak Melihat Delisia (Pov Aksa)
*** "Kamu cari siapa? Dari tadi celingak-celinguk begitu," tanya Juna padaku. Aku pikir Juna sedang fokus dengan buku yang sedang dia baca, ternyata dia menyadari setiap gerakan ku. Ya, Juna sedang membaca buku online di handphonenya. "Delisia tidak datang?" Bukannya menjawab pertanyaan Juna, aku justru balik bertanya. Bisa saja kan dia melihat Delisia, sedangkan aku tidak. "Mungkin Delisia sudah berdiri di depan. Dia kan lulusan terbaik," ujar Juna tanpa menoleh padaku. "Masa sih? Kenapa dari tadi aku belum melihatnya?" Aku dan semua mahasiswa yang akan mengikuti wisuda sedang berbaris. Kami sedang mengikuti gladi persiapan untuk wisuda besok. Aku sedang berbaris dengan semua mahasiswa sosiologi. Di sampingku ada Juna dan di belakang ada Rian. Kami berdiri sudah cukup lama, tetapi belum juga di suruh untuk masuk. Dari tadi mataku mencari keberadaan Delisia. Tetapi belum menemukan. Aku bahkan rela datang lebih cepat agar bisa bertemu Delisia. Namun nyata hingga tempat gladi
Read more
PREV
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status