All Chapters of Tumbal Pengantin Iblis: Chapter 31 - Chapter 40
88 Chapters
31. Permata Aurora (Part-2)
Di gua tempat Elard dan Sekar berada. "Elard aku rasa sekarang kita harus bertindak mereka tertangkap," keluh Sekar cemas. "Baiklah apa kita harus berpencar sekarang?" tanya siluman Harimau dijawab dengan anggukan kepala Sekar. Tanpa persetujuan siluman harimau memeluk Sekar, membuat gadis itu terkejut. "Berhati-hatilah Sekar, jika aku punya pilihan. Sebenarnya aku tidak ingin kamu ikut dalam peperangan kami," kata Elard. Dia memberanikan diri untuk mencium kening Sekar dengan lembut. Kedua netra mereka kini saling menatap. "Kita akan bertemu kembali, Elard." "Apa kau melihat sesuatu dariku?" "Entahlah tapi aku merasa melihat kau berlari dengan gadis yang mirip denganku di sebuah taman," kata Sekar lalu tersenyum. "Bukankah itu lucu," imbuhnya. "Jika itu terjadi untuk saat ini atau pun entah kapan, maka aku akan sangat senang. Walaupun yang kau lihat itu hanya sebuah gambaran tanpa arti aku tetap bahagia. Karena itu sesuai seperti apa yan
Read more
32. Binasa
Tidak disangka mereka berhasil menangkap Sekar. Senyuman yang sempat berpendar lenyap seketika. Mereka melupakan keberadaan sang Selir Raja, Zemira. Wanita gila itu mendekati ketiga siluman yang masih tersiksa. Bukan Zemira fokusnya, tetapi pada gadis yang diseret paksa oleh dua orang lelaki berpakaian hitam. Beberapa saat sebelumnya Sekar masih berusaha merapalkan mantra untuk melepaskan belenggu mantra dari lawan. Namun, tanpa dia sadari beberapa orang datang mengendap-endap lalu menangkapnya. Tubuh Sekar gemetar ketakutan, dia sangat takut, jantungnya hendak lepas kala tubuh mungilnya di seret paksa. Berteriak pun tiada guna. Siapa yang mau menolong, tidak ada sama sekali. "Sekar," bisik Raja Arsen menatap khawatir gadis yang meringis kesakitan itu. Rasa bersalah semakin membuat Arsen frustrasi. "Jangan melawan jika tidak ingin leher gadis itu terpisah dari tubuh!" decih Zemira menyilangkan kedua tangan di dada. Melihat ketidakberdayaa
Read more
33. Binasa (Part-2)
Darah mengucur deras membanjiri punggung, penglihatan sang Raja mulai samar, suara kepanikan dari orang-orang juga tidak terdengar di pendengarannya. Kini tubuh sang Raja dan Sekar ambruk ke tanah, wajah Sekar tidak lagi terlihat jelas. Ah, Sekar memejamkan mata dengan tersenyum seakan beban telah hilang dalam tubuhnya. Mungkin kekuatan dan kelebihan yang dimiliki Sekar selama ini memberatkan, terlebih banyak kejadian-kejadian aneh melintas. 'Nampaknya kau bisa istirahat dengan tenang Sekar,' bisik Raja Arsen. Matanya telah tertutup rapat sebelum api datang melahap. Jeritan orang-orang bersahutan menggema di dalam kobaran api. Anak buah Klan Peramal dan Klan Penyihir berlarian ke sana kemari, tetapi sia-sia. Api menyambar, membakar tubuh mereka tanpa menyisakan satu orang pun yang selamat. Si jago merah melahap hutan dan istana kerajaan berlapis emas itu, semua hancur lebur tidak bersisa menjadi abu. Bersama kepedihan, kesakitan, dendam, air mata, pengkhianata
Read more
34. Boarding School
Liburan sekolah berlalu sudah, kini saatnya kembali menuntut ilmu. Di mana Kalina harus kembali ke asrama menyambut awal semester akhir, yang kurang lebih setengah tahun lagi akan ujian kelulusan. Usai perpisahan penuh drama dari pasangan lebay Tuan dan Nyonya Adnan, Kalina dilepaskan masuk ke dalam lingkungan asrama, tentu dengan atas syarat ada yang menjaga, ralat maksudnya bodyguard yang siap siaga. "Hai kura-kura, kenapa kamu mau tinggal di asrama sekolah?" tanya Elang sembari memperhatikan Kalina mengemasi barang-barangnya dari koper. Yang diajak bicara hanya diam seribu bahasa, masih tidak habis pikir dengan kedua orang tuanya yang menempatkan Elang, si manusia jadi-jadian tersebut ke sekolah. "Kalina." Elang memanggil. "Namanya juga boarding school alias sekolah berasrama. Agar kita bisa berlatih mandiri, tanpa terlalu bergantung pada keluarga." Kalina menjelaskan dengan senyum manis. Yah, lupakan segala keputusan kedua orang tua, setidaknya Kalina
Read more
35. Boarding School (Part-2)
"Kalina," pekik Alinsia sekali lagi terkejut, membuyarkan suasana yang hampir romantis antara Elang dan Kalina. Alinsia terlihat syok dengan mulut menganga, mata melotot menyaksikan adegan salah paham dalam pikirannya. "Please jangan berimajinasi yang aneh-aneh Alinsi." Kalina bangkit dari tubuh Elang. "Ok, kalian berdua itu." Alinsia menghembuskan nafas. "Kalian tau gak adegan kalian baru saja hampir membuat otakku traveling ke mana-mana," lanjut Alinsi. "Tadi aku mendengar teriakan dari kamar ini, semua oke?" tanya Reza yang datang tiba-tiba. "Semua ok kok, aku sedang bergembira berjumpa dengan sahabatku yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung ini." Kalina merangkul Alinsi memberi kode. "Benar sekali." Alinsia cengengesan menerima kode Kalina. Dia terpaksa mengukas senyum. "Oh begitu, terus kamu ini." Reza menatap curiga Elang. "Aku Elang, murid baru sekaligus malaikat penjaga Kalina." Elang memandang Reza dengan tatapan intimidasi.
Read more
36. Kepulan Asap Hitam
Dulu penampilannya cupu banyak orang mengira dia adalah anak upik abu. Tanpa ada orang yang tahu dibalik cupunya tersembunyi bibit unggul dari keluarga kaya nan baik hati dan tidak sombong, suka beramal dan suka menolong. Tidak seorang pun sadar akan jati diri Kalina kecuali Reza dan Alinsia. Ketiga orang tua mereka adalah rekan bisnis. Beberapa kali mereka sempat bersua di pertemuan yang diadakan di perusahaan keluarga. Mereka saling menghargai satu sama lain. Di sekolah mereka bersama tanpa memamerkan bibit, bebet, dan bobot. Semua berjalan normal apa adanya. Sampai kini mereka menginjak semester akhir kelas tiga SMA favorit di kota tersebut. Berkat dorongan dari Elang saat liburan, dia mulai perawatan badan belajar make up tipis ala pelajar dan banyak hal yang anak muda jaman now lakukan. Dia tersadar, jarang sekali ada orang yang akan tertarik dengan penampilan apa adanya, bisa dibilang populasinya semakin menurun. Kebanyakan orang akan melihat pertama kali adalah penampil
Read more
37. Alinsia Tahu
Kalina mulai siuman ketika Elang membawa ke kamar asrama. Elang masuk ke dalam lewat jendela yang terbuka lebar. Saat bersamaan, Alinsia terbangun. Gadis itu langsung pingsan melihat Kalina dalam dekapan Elang di mana bagian punggung masih bersayap. Elang dan Kalina menghela napas panjang nan berat. "Dia pingsan," keluh Kalina. Elang mengedikkan bahu kemudian menurunkan Kalina. Gadis itu menaiki tangga ke ranjang atas. Begitu pula dengan Elang yang lantas duduk di atas lemari. "Semoga temanmu tidak berteriak lalu membangunkan penghuni sekolah," jawab Elang. "Semoga saja," ujar Kalina tidak ingin lagi berdebat. Dia sudah terlalu lelah usai apa yang terjadi padanya. Bayangan asap hitam tersebut masih menghantui pikiran. "Ah, Elang, asap hitam tadi?" Kalina mencoba bertanya. Elang menundukkan kepala, "Aku merasakan aura jahat di dalam gumpalan asap tersebut. Asal dari mana aku juga tidak tahu, yang jelas sepertinya kau diincar karena permata itu ada di dala
Read more
38. Alinsia Tahu (Part-2)
"Siap, Bos," jawab Elang tanpa berdebat, dia paham benar Kalina sedang tidak ingin bercanda melihat Alinsia, orang terdekatnya pingsan, gadis itu tengah khawatir. Selang beberapa lama Alinsia samar-samar mulai sadar kembali, ia masih terbaring lemas dengan bengong dan mulut masih menganga seperti gua laron. Antara percaya dan tidak percaya. Alinsi berusaha mencerna penjelasan dari Kalina yang sangat panjang sepanjang jalan kenangan dengan para mantan. "Oh … jadi begitu," tutur Alinsi penuh kesadaran. "Aku nggak nyangka ada spesies langka seperti Elang," lanjutnya. "Siluman, Alinsi." Kalina menegaskan. "Iya siluman." Alinsi mengiyakan. "Bagaimana aku keren, kan?" Elang mengangkat-angkat alisnya. "Penyakit percaya diri tingkat dewanya kumat lagi," keluh Kalina melihat tingkah Elang. "Kamu nggak bakalan pingsan lagikan?" tanya Elang. "Iya nggak akan lagi, tapi kalau Elang mau ngasih napas buatan, aku rela kok pingsan lagi," celoteh Alinsi tersenyum m
Read more
39. Kepergok
Langit tidak lelahnya menumpahkan air, kilatan cahaya yang disusul petir terkadang menggelegar. Angin bertiup menyapu rambut panjang Kalina yang terurai. 'Ah Bu Set, benar-benar menyebalkan. Masak menahan aku sampai selarut ini cuma buat ditanya soal Elang. Harusnya tadi setelah mengumpulkan tugas teman-teman aku langsung kabur saja,' pikirnya menggerutu. 'Iya sih umurnya masih dua puluh lima tahun lebih dikit, tapi cerewet dan garangnya mirip ayam tetangga mau bertelur. Mana suasana malam ini seram, kalau ada demit kayak waktu itu gimana,' lanjutnya protes. Dengan langkah terburu-buru Kalina bergegas, agar cepat sampai di asrama dengan segera. Di antara lampu yang lain ada lampu di depan ruang OSIS, menyala berkedip-kedip mirip lampu disco, menambah nyali Kalina semakin menciut. Tanpa disangka tanpa diduga tangan mulus Kalina ditarik paksa seseorang masuk ke dalam ruang OSIS. Gadis itu hendak berteriak. Namun, suaranya tidak keluar lantaran dibungkam sebuah tangan kuat
Read more
40. Hukuman Kepala Sekolah
Setelah mengganti pakaian basah dengan yang kering. Kalina dan Reza duduk santai di sebuah sofa panjang, di kantor kepala sekolah yang sunyi tersebut. Tidak berapa lama kepala sekolah yang tampan rupawan, calon suami idaman masa depan, meski menggunakan mantel tidur. Rambut acak-acakan mirip sarang burung, pertanda baru bangun tidur, ketika dipanggil satpam sekolah, belum disisir lantaran langsung ke ruangan tersebut. 'Tuhan, mengapa banyak sekali lelaki tampan di sini?' Kalina tercengang melihat sebagian tubuh kotak di bagian dada si kepala sekolah tampan itu. Reza melihat wajah Kalina dengan cemburu, ingin rasanya dia mengacak-acak si kepala sekolah yang sungguh percaya diri sekali sesantai itu memamerkan bagian tubuhnya, walau yah, hanya bagian atas. "Secara garis besar tadi saya sudah mendengar dari Bang Satria. Masa muda memang paling menyenangkan ya." Kepala sekolah tersenyum. "Ada yang ingin kalian katakan?" lanjutnya. "Tidak Pak, saya tahu saya bersalah tapi
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status