All Chapters of Tante Retno, I Love You : Chapter 81 - Chapter 90

Retno melangkahkan kakinya untuk keluar dari butik miliknya. Namun baru juga ia sampai di depan halaman butik, justru ia menghentikan langkah kakinya. Di depan butik, tiga orang karyawannya sedang menikmati lotis buah dengan mangga muda yang terlihat sangat menggiurkan. Niat hati ingin mengabaikan buah-buah berwarna-warni yang ada di dalam gerobak penjual lotis itu, namun Retno tidak sanggup melakukannya.Yang ada kini Retno justru melangkahkan kakinya menuju ke arah penjual itu dan meminta satu porsi lotis untuk dirinya dengan tambahan extra buah mangga muda. Beberapa saat Retno menunggu hingga akhirnya lotis sudah berpindah ke tangannya. Setelah membayar, Retno kembali ke dalam ruang kerjanya. Tanpa Retno sadari ketiga karyawannya menatapnya dengan tatapan penuh keheranan. Selama ini Retno tidak pernah memakan makanan yang terbilang asam karena kondisi lambungnya yang cukup sensitif."Ibu kok beli lotis pakai extra mangga muda? Enggak takut kumat itu asam lambungnya?""Hamil muda ka

Retno menatap rumah kedua orangtuanya yang tampak sepi siang ini. Dalam hatinya ia sedang mempersiapkan diri untuk bertemu dengan sang Papa. Bagaimanapun juga kemungkinan dirinya tidak berdebat panjang lebar dengan sang Papa sangat kecil. Andai saja ia sedang tidak berbadan dua, Retno pastikan ia tidak akan segugup ini.Demi membuat dirinya tidak mual dan muntah saja, Susi sudah memberikan bekal wedang jahe hangat yang disimpan di dalam tumbler. Tidak mau terlalu lama di depan rumah, Retno segera melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu utama rumah ini. Saat sampai di depan pintu, Retno langsung membunyikan bel yang ada di dekat pintu. Beberapa saat menunggu hingga akhirnya sang Mama yang membukakan pintu untuknya.Retno langsung tersenyum dan mengucapkan salam. Tidak lupa juga ia menjabat tangan Yuni dan mencium pu

Retno berhenti berjalan kala dirinya memasuki poli kandungan sebuah rumah sakit swasta besar di Jogja pagi ini. Di hadapannya sudah ada beberapa pasangan yang sedang mengantri untuk bertemu dengan dokter kandungan. Hmm, sepertinya dirinya telah salah memilih dokter Robert Aryawilaga untuk ia ajak berkomunikasi karena ternyata dokter Robert memiliki cukup banyak pasien pagi ini.Mencoba biasa saja walau sedikit canggung karena ia harus datang ke tempat ini seorang diri, Retno mulai melangkahkan kakinya kembali dan memilih duduk di sofa yang ada di sini. Setelah duduk, Retno menatap nomer antriannya pagi ini yang ternyata mendapatkan nomer sepuluh.Entah berapa lama dirinya harus menunggu di sini. Mencoba menyibukkan dirinya sendiri agar tidak bosan menunggu antriannya, Retno memilih membuka iPad miliknya dan ia mulai membuka email yang berisi laporan-laporan penjualan butik serta restonya selama satu Minggu ini. Retno cukup cepat saat melihat serta menganalisa pendapatan butiknya karen

Retno baru saja selesai membayar tagihan rumah sakit. Kini ia sedang menunggu resep vitaminnya yang sedang dipersiapkan oleh bagian farmasi. Saat ia sedang menunggu ini, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke handphone miliknya. Karena dirinya sejak tadi sedang menunggu balasan pesan dari Handi, Retno segera mengambil handphone miliknya dari dalam tasnya. Siapa tahu saja itu memang balasan pesan dari Handi.Saat melihat nama si pengirim pesan, Retno menghela napas panjang. Ternyata pesan itu justru datang dari Rio. Ketika Retno membuka pesan itu, ia tersenyum dan seakan rasa kesalnya yang sedang dirinya rasakan kepada Handi langsung hilang begitu saja ditelan bumi. Rio : Sayang, Alhamdulillah.... aku dapat kerjaan part time di studio foto kenalanku. Jadi setiap weekend kalo pas ada wedding job,

Handi yang panik melihat kondisi Retno langsung berjalan menaiki tangga lagi dan menelepon nomer darurat. Sebagai orang yang tidak mengerti dunia medis, ia tidak berani menyentuh Retno sama sekali. Selesai melakukan tugasnya, Handi langsung mendekati Retno kembali. Tidak pernah terbayangkan di dalam kepalanya jika perdebatannya dengan Retno akan berujung sebuah kejadian tragis seperti ini."Ret, bertahan ya?" Ucap Handi dengan nada suara yang sudah terdengar panik.Tidak mungkin meninggalkan Retno sendirian di sini, Handi akhirnya mencari bantuan dari para pekerjanya di sini melalui sambungan telepon. Tidak perlu waktu yang lama hingga akhirnya beberapa orang berkumpul di tempat ini. Saat orang-orang ini berkumpul, satu hal yang harus Handi lakukan adalah menghubungi keluarga Retno.