Semua Bab INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR: Bab 21 - Bab 30
66 Bab
Bab 21
Part 21Hari minggu pagi."Mas, Sarapan, yok!" ajakku kepada suami tercinta. Yang di ajak mengulas senyum hangat. Kemudian terlihat mematikan rokoknya.Ya, Mas Firman memang merokok. Tapi, tak kencang. Satu bungkus bisa tiga sampai empat hari. Merokok kalau dia lagi pengen saja. "Ayok," balasnya. Seraya beranjak."Dika! Sarapan, Nak!" titahku kepada anak lanang."Iya, Ma!" balasnya sedikit berteriak. Karena dia lagi di depan. Zaki sudah mau pulang. Kemarin di jemput oleh mamanya. Kami sarapan di meja makan. Suami dan anak, terlihat antusias untuk sarapan. Menu yang aku sajikan pagi ini, daun ubi santan, tempe goreng dan sambal. Walau masih kecil, Dika sudah suka pedas.Kami saling diam. Menikmati sarapan pagi. Dika aku lihat berkali-kali mengambil tempe goreng. Ya, karena dia memang suka. *********Selesai sarapan, aku menyapu teras depan. Aku menoleh ke arah rumah Mbak Niken. Sepi, pintunya juga masih tutup. Belum bangun? Atau mereka pergi? Entahlah.Aku terus melanjutkan pekerja
Baca selengkapnya
Bab 22
Part 22"Maaf, Bu Rika. Kami juga nggak tahu mereka ada di mana!" ucap Mas Firman. Aku masih menata hati, yang seketika merasa panas dan sesak."Masa' iya saudara nggak tahu, saudaranya ada di mana? Pasti kalian sekongkol!" balas Bu Rika. Seketika yang di dalam sini ingin meledak. Aku tahan mati-matian. Tangan ini menekan dada yang bergemuruh hebat. Agar bisa terkontrol. Karena rasanya benar-benar ingin memaki dengan kasar. Sabar Eka! Sabar!"Maaf, Bu. Apa untungnya buat kami, kalau ada persengkokolan?" tanya balik Mas Firman. Jujur sumpah aku emosi parah. Tapi, masih terus berusaha mengunci emosi. Menekan lisan agar tak berucap kasar. "Ya, siapa tahukan? Namanya juga saudara! Saling menjaga dan menutupi," balas Bu Rika dengan bibir mencebik. Seolah tak percaya dengan apa yang kami katakan.Benar kata orang. Jika ingin tahu karakter seseorang, maka berurusanlah dengan uang. Ya, contohnya Bu Rika ini. Padahal bukan aku dan Mas Firman yang minjam uangnya. Tapi, seolah marahnya kepada
Baca selengkapnya
Bab 23
Part 23"Ibu ini kenapa selalu menyalahkanku?" ucap Mas Firman, saat mendengar ocehan ibu. Mungkin dia geram. Soalnya aku sendiri sangat geram. Merasa semakin di sudutkan."Kalau nggak nyalahin kamu, nyalahin siapa lagi? Faktanya Andra pergi! Dan siapa yang akan nanggung utang mereka semua? Stres Ibu ditagih orang terus! Malu juga!" sungut Ibu. Dengan raut wajah tak suka."Ya, Mas Andra lah yang bayar hutang dia, masa' aku? Aku loo nggak ikut merasakan uang itu! Kok, aku yang di kejar-kejar!" sungutku. Ibu semakin menajamkan sorot matanya."Ternyata bener kata Andra. Kamu sekarang berubah. Sudah tak perduli lagi dengan saudara! Hanya mementingkan diri sendiri! Tak ada rasa kasihan dengan kakakmu!" ucap Ibu semakin menghujam jantung rasanya."Jadi menurut kalian aku berubah? Tapi, Mas Andra tak berubah? Dia jelas-jelas kabur meninggalkan hutang, dan bikin pusing saudara dan semuanya. Jadi menurut Ibu hanya aku yang berubah? Mas Andra nggak?" tanya balik Mas Firman.Ibu nampak terdiam.
Baca selengkapnya
Bab 24
Part 24 Satu minggu kemudian. Tepat dihari minggu pagi.Tak aku sangka hutang Mas Andra dan Mbak Niken sangatlah banyak. Bukan hanya tanggungan Bank saja. Tapi utang di orang pribadi juga banyak.Dalam satu minggu ini, entah sudah berapa orang yang datang, mencari mereka. Tapi, karena nggak ada, sasarannya ke aku dan Mas Firman, yang rumahnya berdekatan.Rumah Mertua juga sama, sama-sama di datangi orang, yang merasa punya sangkutan dengan Mas Andra dan Mbak Niken.Yang paling bikin shok, perabotan dalam rumah mereka semua kreditan. Astagaaa ... tak pernah aku duga sebelumnya. Aku kira mereka membelinya secara cash.Semua perabotan yang ada di dalam rumah mereka, sudah habis di ambil sama mereka yang merasa barang itu di kredit. Isi dalam rumah sudah tak ada sisa. Hanya perabotan dapur yang sudah tak ada harganya. Seperti, piring seng, gelas atum dan yang tak penting lainnya. Barang-barang yang ada harganya sudah ludes. Itupun belum melunasi hutang mereka. Jauh sekali dari kata lun
Baca selengkapnya
Bab 25
Part 25"Jangan di bakar!" pintaku. Lelaki yang baru datang jugalah penagih hutang. Entahlah. Pusing kepalaku jika mendengar hutang-hutang Mas Andra dan Mbak Niken.Alamak ... masih berapa orang lagi, yang diutangi Mbak Niken dan Mas Andra. Pusing kepala, mual perut, sakit hati, sakit pikir dan sesak napas dengar tiap orang datang nagih hutang. Walau bukan aku yang berhutang.Allahu Akbar! "Kalau rumah ini nggak boleh di bakar, setidaknya kembalikan uangku! Kamukan saudaranya!" balas Lelaki itu. Entahlah, aku nggak tahu siapa namanya."Aku suruh balikin? Emang aku yang utang? Aku duit dari mana? Aku hanya adik ipar. Lagian rumah ini sudah di sita Bank. Makanya tadi aku bilang jangan di bakar. Jadi kalau kalian mau membakar rumah ini, silahkan! Tapi siap-siap berurusan dengan Bank!" jelasku.Mereka terlihat mendengkus tanda tak suka. Juga terlihat menganga mungkin shok atau terkejut. Sama aku sendiri, juga tak suka dengan keadaan ini. Tapi, suka tak suka, mau tak mau, harus aku lalui
Baca selengkapnya
Bab 26
PART 26"Kamu itu bisa nggak, sih, Mas, cari duit?" sungutku kepada suami. Mas Andra.Entahlah, geram sekali aku. Gara-gara dia nggak bisa bayar hutang, mau tak mau kami harus keluar dari rumah. Bahkan keluar kota. Karena pusing mikiri tagihan yang membengkak.Laki-laki kok nggak bisa nyari duit. Bikin pusing saja. "Kok, nyalahin aku? Harusnya kamu mikir, rubah gaya hidup kamu!" balasnya.What? Rubah gaya hidup? Busyet ... nggak bener ini laki. Harusnya dia yang rubah gaya hidup. Karena dia yang nggak becus cari duit."Gaya hidupku suruh ngerubah gimana? Memang seperti ini. Bahkan sebelum nikah kamu juga tahu! Tak ada yang aku tutup-tutupi. Dan kamu tahu itu! Aku nggak mau berubah. Karena memang seperti inilah aku. Menjadi diri sendiri," sahutku dengan nada lantang.Tak perduli jika tetangga mendengar tengkar kami tiap hari. Kami sekarang ngontrak di rumah sempit. Sudah sempit, jelek lagi. Kalau Eka tahu, pasti dia akan menertawakan aku habis-habisan.Eka itu adik ipar. Orangnya sok
Baca selengkapnya
Bab 27
PART 27Rasanya, gumpalan yang memenuhi rongga dada, terasa mau membuncah. Masalah yang aku hadapi, layaknya udun. Aku tak kuasa lagi menahannya. Hingga pada akhirnya udun itu pecah dan mengeluarlan nanah.Emosi luar biasa menghadapi Niken. Aku tahu, cara dia salah. Tapi, aku sangat mencintainya. Bisa dibilang aku bucin abis dengan Niken. Tak bisa aku jelaskan, kenapa aku seperti itu.Ya, aku juga nggak tahu. Sadar juga, kalau tingkah Niken itu membuat hancur ekonomi keluarga. Membuat hancur semuanya. Tapi, disisi lain, aku juga senang saat melihat dia tersenyum bahagia, saat sesuatu yang dia inginkan, dapat aku penuhi. Walau uang hasil hutang untuk memenuhi keinginannya. Kala itu aku tak perduli.Tapi, saat ini, sudah sampai di mana batas mampuku. Tak kuasa lagi memenuhi semua keinginannya, yang selalu ingin membeli, apapun yang teman, saudara ataupun tetangga punya. Terutama Eka, adik iparku.Ya, kali ini bisa dibilang aku angkat tangan. Tak kuasa lagi memenuhi keinginan dia, yang
Baca selengkapnya
Bab 28
PART 28POV 3"Mama kenapa?" tanyaku kepada Zaki. Tapi, yang aku tanya semakin menggebu tangisnya.Dengan sangat pelan, aku melepas pelukan Zaki. Kemudian mengusap pelan kepalanya. Agar tangisnya terasa sedikit tenang."Mama di mana?" tanyaku lagi. Zaki hanya menunjuk ke arah kamar. Ku tarik napas sejenak. Kemudian segera melangkah menuju ke kamar. Memastikan ada apa dengan ucapan anak lanang. Ada apa dengan Niken?Zaki terlihat membuntutiku. Masih dengan suara sesenggukannya.Kreeekkk ....Suara pintu kamar kontrakan terdengar, saat aku membuka kamar. Terlihat Niken sedang menggigil, di dalam selimut tipis yang kami bawa.Ya, hanya selimut tipis yang bisa kami bawa. Selimut tebal kesayanganku, tak bisa kami bawa. Karena ribet dan hati yang berkecamuk."Astaga!!! Kamu sakit?" tanyaku kepada Niken. Kemudian segera mendekat. Memegang keningnya."Ya Allah ... panas sekali," ucapku. Zaki malah semakin terdengar keras tangisnya."Mama!!!" ucap Zaki, seolah sangat takut mamanya kenapa-napa.
Baca selengkapnya
Bab 29
Part 29"Ibu kok cemas dengan keadaan masmu! Kepikiran terus. Gimanalah keadaan mereka. Kasihan Zaki juga!" ucap Ibu malam ini.Ya, selepas magrib, Ibu dan Bapak sudah main ke rumah. Sudah aku suguhkan kopi hitam diatas meja. Agar mereka bisa ngobrol dengan enak dan pikiran dingin. Seperti itulah pemekiranku."Mas Andra sudah besar, Bu. Sudah bisa berpikir mana yang baik, mana yang nggak. Mas Andra juga pandai cari duit," balas Mas Firman. Ibu terlihat menghela napas sejenak. Aku sedang duduk santai di depan TV. Sambil memainkan remote TV bersama anak lanang."Ibu tahu. Tapi tetap saja Ibu cemas. Kasihan Andra. Mana rumahnya sudah di tarik Bank," ucap Ibu. Ya, memang di depan rumah Mas Andra, sudah di kasih plakat, rumah ini telah di segel Bank. Dan rencana kami yang meneruskan Bank itu tetap berlanjut. Di sini hanya aku dan Mas Firman yang tahu.Karena kalau semua tahu, bisa jadi semua yang punya sangkutan dengan Mas Andra, larinya ke aku dan Mas Firman. Miris. Dan aku tak bisa memb
Baca selengkapnya
Bab 30
Part 30Mulai bulan depan, aku dan Mas Firman resmi menanggung hutang Bank yang di buat oleh Mas Andra dan Mbak Niken sebelumnya. Untuk pertama kalinya kami berurusan dengan Bank. Bismillah ... semoga bisa sampai lunas. Demi menjaga nama baik.Semoga kami bisa menuntaskan. Terkadang takut, tapi yakin bisa. Demi memiliki tabungan untuk masa depan Dika. Setidaknya, rumah dan pekarangan milik Mas Andra sebelumnya, bisa aku wariskan ke Dika kelak.Ya, kalau sudah lunas, rumah beserta tanah akan menjadi milik kami. Bisa kami berikan untuk Dika kelak. Aamiin.Pagi ini, rutinitas biasa aku jalani. Membersihkan pelataran rumah. Terkadang pelataran rumah Mas Andra juga aku bersihkan walau tak setiap hari. Kalau setiap hari takut mencurigakan dan ujung-ujungnya ketahuan.Mas Firman sudah berangkat kerja. Dika sedang asyik dengan mobil-mobilannya. "Ka, kira-kira si Niken kemana, ya?" tanya Mak Giyem tiba-tiba udah ada di belakangku."Astagfirullah ... Mak ... bikin kaget aja! huuuhhhh ...." bal
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status