All Chapters of INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR: Chapter 31 - Chapter 40
66 Chapters
Bab 31
PART 31POV NIKEN"Mbak, saya perhatikan badannya makin hari, kok, makin kurus?" tanya Bu Wiwit, tetangga sebelah kontrakan. Baru kenal dia beberapa hari yang lalu.Aku memasang wajah nyengir. Kemudian memegang leherku sendiri. Mengusap-usap sejenak. Memang terasa kurus ini badan. Telapak tangan juga merasakan memegang tulang. Meneguk ludah sejenak.Kalau dulu badan ini sangat semox. Nggak tahu kenapa, makin hari, makin menyusut. Sedot lemak? Sama sekali tidak. Hanya untuk ingin diakui hidup berkecukupan dan mewah saja."Saya memang diet, Bu!" jawabku asal. Aku lihat kening Bu Wiwit mengerut. Seolah merasa tabu."Diet?" Bu Wiwit mengulang kata itu. Aku mengangguk penuh percaya diri, agar dia percaya. Dia malah menghela napas sejenak. Seolah tatapan mata itu, menunjukan kebingungan."Jangan diet, Mbak Niken! Badannya udah kurus gitu, dilihat nggak enak. Nggak sedap. Kalau masih gadis memang bagus kurus. Tapi kalau udah nikah, menurut saya bagusan gemuk semok gitu. Soalnya kalau udah ni
Read more
Bab 32
PART 32POV ANDRATerpuruk. Ya, itu kata yang tepat untuk kodisiku saat ini. Tak punya tempat tinggal, tak punya kendaraan, bahkan tak punya pekerjaan. Masih di tambah lagi, terlilit hutang yang sangat luar biasa banyak jumlahnya. Miris sekali dan tak pernah aku bayangkan sebelumnya.Istriku Niken, seolah tak mau tahu. Dia selalu menekanku untuk memenuhi semua kebutuhannya. Tanpa memikirkan dari mana aku mendapatkan uang. Tanpa memikirkan juga, uang yang dia pakai, adalah uang hasil hutang. Yang mana sekarang, kami harus bertanggung jawab atas semua kesalahan itu. Tapi, aku tak mampu bertanggung jawab. Aku memutuskan untuk kabur. Walau kabur sebenarnya bukan suatu solusi.Hari ini aku pulang hanya memberikan satu lembar uang kertas berwarna merah. Mendapatkan uang itu dengan jerih payah yang tak mudah. Tapi, bagi Niken itu hal yang memalukan. Tapi bagiku sekarang, lebih memalukan lagi, jika terjadi kelaparan karena tak mampu membeli makan. Biarlah sebagai tukang muat pasir. Setidakny
Read more
Bab 33
Part 33POV IBU"Aku kok kepikiran Andra, ya, Pak? Gimana nasib cucu kita? Jadi kengen sama Zaki. Juga gimana nasib mantu kita," ucapku kepada suamiku. "Sudahlah, Bu. Andra sudah besar. Tak perlu terlalu di pikirkan. Lagian ini memang sudah jalan yang dia pilih. Bermain-main dengan Bank, ternyata dia tak sanggup. Ya, seperti ini kejadiannya," balas lelaki yang sudah puluhan tahun mendampingiku.Tak puas hati ini dengan jawaban Bapak. Ingin berkata kasar rasanya. Tapi, masih aku menahan amarah. Karena lelah jika berakhir dengan pertengkaran."Pak! Kok, kamu nampaknya tak peduli dengan anak sulung kita?! Andra lagi terpuruk, dia lagi kesusahan," sungutku. Kulihat lelaki yang sudah paruh baya itu, mematikan rokoknya di dalam asbak. Kemudian menatapku tajam."Yang tak peduli siapa? Selama dia berada di jalan yang lurus, Bapak selalu peduli dengan anak-anak. Tapi, kali ini Andra telah melenceng, berurusan dengan Bank sampai semua kesita. Sakit ... hati Bapak, Bu!" balas lelaki yang sudah
Read more
Bab 34
PART 34"Dek,""Ya?""Ke rumah Ibu, Yok!" ajak Mas Firman. Aku melipat kening. Ke rumah Ibu? "Ngapain?" tanyaku. "Main saja. Lama kita nggak main ke sana. Ibu dan Bapak yang sering main ke sini. Lagian ingin tahu jiga keadaan mereka," jawab Mas Firman. Aku kemudian mengangguk."Yaudah, ayok. Aku siap-siap dulu," balasku kurang bersemangat. Mas Firman terlihat mengulas senyum."Dika! Ikut ke rumah Nenek nggak?" tanya Mas Firman dengan nada suara berteriak. "Ikut!" jawab Dika dengan nada semangat. Jauh berbeda denganku. Entahlah, malas saja sebenarnya diajak main ke sana. Tapi nggak enak saja dengan suami.Ya, Dika memang suka jika diajak main ke rumah kakek dan neneknya. Selalu semangat jika diajak main ke sana. "Kalau ikut, cuci muka dulu sana! Dan ganti baju," perintah Mas Firman."Siap, Yah!" balas Dika. Terdengar langkah kaki berlari kecil menuju ke kamar mandi. Sesemangat itu dia, di ajak main ke rumah neneknya.Sebenarnya agak malas main ke rumah mertua. Bukan malas karena a
Read more
Bab 35
PART 35"Hu hu hu jangan laporkan anak saya ke Polisi!" lirih Ibu seraya menangis. Aku dan Mas Firman yang baru saja sampai, bingung melihat kejadian ini.Walau bingung, tapi faham apa maksunya. Apalagi kalau bukan hutang piutang Mas Andra. Hidup penuh dengan hutang. Miris sekali melihatnya.Aku lihat telpon sudah di matikan. Nggak tahu siapa yang mematikan. Bisa jadi Mas Andra. Karena dia tak bisa mengelak atau meluruskan.Aku dan Mas Firman sudah berada di ruang tamu milik Mertua. Ibu masih terus menangis dengan tangan menekan dada. Seolah sedang berada dalam zona menyedihkan.Bapak terlihat diam. Nampaknya tak ada niat untuk menenangkan istrinya yang lagi menangis. Pun Mas Firman, hanya melongo di tempat duduknya.Sedangkan Bu Tely, aku lihat raut wajahnya masih terlihat murka. Berkali-kali membenahi gelungan rambutnya."Kalau nggak mau aku laporkan ke Polisi, segera bayar hutang anakmu! Jangan hanya bisa menangis. Karena air matamu, tak bisa melunasi hutang Andra!" sungut Bu Tely.
Read more
Bab 36
Part 36POV AndraTit.Komunikasi lewat telpon, langsung aku matikan. Niat hati menelpon Ibu, karena ingin mendapatkan saran, ternyata aku nelpon di waktu yang tak tepat.Tak tepat? Ya, karena saat aku menelpon ada Bu Tely. Perempuan paruh baya yang terkenal dengan toko Emas berjalan.Aku memang meminjam uang sebesar sepuluh juta rupiah kepada Bu Tely. Itu pun atas saran dari Niken. Dan sekarang Niken malah tak mau tahu, dan terus menyalahkanku.Uang meminjam sepuluh juta itu, sudah habis entah kemana. Yang jelas untuk foya-foya nggak jelas. Bodoh! Ya, aku memang bodoh. Bodoh karena cinta.Niken terus menyalahkanku, karena aku tak becus mencari uang dan melunasi semua hutang-hutang itu. Padahal dia juga tahu, seberapa gajiku? Bagaimana aku bisa melunasi semua hutang-hutang itu, karena setiap uang yang aku dapat, selalu diminta penuh oleh Niken. Bahkan untuk beli bensin saja, aku seolah mengemis. Merayunya habis-habisan.Apalagi untuk beli rokok, uang makan dari kantor itulah, yang ta
Read more
Bab 37
PART 37"Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Bapak dengan sorot mata memandang Mas Firman. Aku lihat Mas Firman menghela napas sejenak. Kemudian mengusap wajahnya pelan."Kita temui Mas Andra, jika memang bisa di temui, dari nomor barunya tadi," jawab Mas Firman. Bapak terlihat mengerutkan kening. Kemudian mengangkat satu alisnya. Mengangguk pelan.Kalau aku pribadi, Mas Andra jangan di temui dulu, karena suasana masih memanas."Kenapa? Kenapa kamu ingin menemui Andra?" tanya balik Bapak. Pertanyaan yang sama denganku. Lagi, aku masih terus memilih diam. Menjadi pendengar setia. Dan menilai sendiri setiap ucapan mereka."Kasihan Mas Andra, Pak. Bagaimanapun, dia kakakku, dan Firman ingin tahu, bagaimana keadaannya, terutama keadaan Zaki," jawab Mas Firman.Aku hanya bisa meneguk ludah mendengarnya. Pun Bapak aku lihat."Bapak sebenarnya juga ingin sekali bertemu dengan Andra. Tapi, biarkan saja dulu. Kalau dia butuh kita, dia akan menemui kita, tanpa harus kita cari tahu di mana di
Read more
Bab 38
Part 38"Siapa?" tanyaku, tanpa keluar suara. Hanya gerakan bibir saja. Yang penting Mas Firman faham."Uti," jawab Mas Firman. Aku mengulas senyum bahagia tentunya.Uti adalah sebutan Nenek untuk Ibuku. Membahasakan Dika. Kalau sebutan Nenek, itu untuk Ibu kandung Mas Firman. Biar ada bedanya.Jadi kalau Dika manggil Nenek, berarti ibu dari ayahnya, kalau Dika manggil Uti, berarti ibu dari mamanya.Aku segera menerima gawai yang diulurkan Mas Firman. Yang mana Mas Firman sudah mengangkat telpon itu terlebih dahulu."Haloo, Uti? Apa kabar?" tanyaku memulai percakapan. Sudah terbiasa memanggil Uti. "Alhamdulillah, Uti sehat. Dika gimana kabarnya? Uti kangen," jawab dan tanya Uti."Dika juga alhamdulillah sehat, Uti," jawabku. "Dika, Uti telpon ini," ucapku seraya menoleh ke arah Dika. Dika yang matanya sudah liyer-liyer mau tidur, akhirnya mata itu bening lagi."Uti, Dika kangen," balas Dika. Nada suaranya terdengar sangat semangat.Akhirnya, seperti biasa, gawai di kuasai oleh Dika.
Read more
Bab 39
Part 39"Heh, Eka! Gimana mau tahu nggak? Malah melongo ...." ucap Mak Giyem lagi, seraya menepuk lenganku lagi."Eh, iya, anu ...." aku malah gelagapan di buatnya.Bukannya apa, aku belum menjawab pertanyaan Mak Giyem, karena masih mikir, Mak Giyem dapat Info tentang Mas Andra dan Mbak Niken dari mana? Takutnya salah info lagi.Ok. Kali ini akan aku tanggap saja ini Mak Giyem. Siapa tahu memang beneran, mendapatkan info tentang mereka. Dan bisa tahu di mana keberadaan mereka. Setidaknya sedikit mengurangi rasa penasaran."Kamu itu kenapa?" tanya Mak Giyem, seraya gantian melongo melihatku. Kali ini aku garuk-garuk kepala."Nggak, Mak. Masih mencerna saja," balasku. Mak Giyem nampak mencebik. Seolah menahan tawa. Aku yang bingung dengan ekspresinya."Halaaah .... apa yang kamu cerna? Tenang saja, info yang aku dapat ini paten dan sesuai," balas Mak Giyem balik. Aku semakin nyengir. Yah, semoga saja memang info yang dia dapatkan real."Mencerna, dari mana Mak Giyem dapat info tentang M
Read more
Bab 40
Part 40"Mak, serius nggak sih, kasih kabarnya?" tanyaku memastikan. Hati ini sedikit jengkel melihat tingkah Mak Giyem, yang tertawa lepas diatas kebingunganku."Hua ha ha ha," Mak Giyem semakin melepas tawa. Seolah dia puaskan sepuas-puasnya. Aku makin puas merasakan bingungnya.Aku semakin bingung dan melongo di buatnya. Nampaknya Mak Giyem menikmati suasana ini. Tertawa puas melihat kebingunganku.Kalau umurkan kami seumuran, ingin aku sentak rasanya. Tapi, aku masih sadar, kalau umur kami jauh berbeda."Mak, serius nggak sih?" tanyaku. Mak Giyem akhirnya meredakan tawanya."Maaf, maaf," ucap Mak Giyem, hampir saja tersedak, karena saking renyahnya tertawa.Maaf? Hah, jadi cuma bercandaan? Awas saja kalau cuma bualan."Jadi hanya omong kosong, ya, Mak, yang Mak katakan itu? Nggak bener?" tanyaku. Mak Giyem kemudian menggeleng. Setelah tawanya benar-benar reda."Nggak, Eka! Aku serius. Apa yang aku sampaikan tadi benar adanya. Dan memang seperti itulah kondisi iparmu. Kasihan! Aku
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status