Semua Bab INGIN TERLIHAT KAYA, AGAR BISA MENGHINA IPAR: Bab 11 - Bab 20
66 Bab
Bab 11
Bab 11Malam semakin dingin. Pulang dari rumah Mbak Niken, kami lansung berbaring di kamar. Dika sudah berada di kamarnya. Mas Firman aku lihat dia belum tidur. Matanya masih menatap langit-langit. "Mas.""Hemm.""Mikirin apa?""Mikirin Mas Andra," jawabnya, dengan sorot mata yang masih menatap langit-langit.Aku menggeserkan badan, mendekat. Mas Firman menyambutku, dia mengelus pelan kepalaku. "Nggak nyangka aku kalau Mbak Niken sakit," ucapku. Mas Firman mengangguk."Iya, Dek, sama!" balasnya. Aku menghela napas sejenak. "Semoga Mas Andra kuat," ucapku."Iya, aamiin. Kalau menurut, Mas, Mbak Niken itu memaksakan keadaan. Jadi seperti itulah jadinya," ucap Mas Firman."Entahlah, Mas. Aku juga nggak habis pikir," balasku."Iya, dan Mas Andra selalu menuruti keinginan istrinya. Bagus sih, tapi kalau nggak mikir keadaan dan kemampuannya, kan rusak sendiri," ucap Mas Firman. "Iya, Mas. Semoga saja setelah mendapat penyakit itu, Mbak Niken bisa intropeksi diri, dan bisa sedikit menge
Baca selengkapnya
Bab 12
Bab12Kopi untuk suami tercinta sudah tersedia. Mas Firman masih berada di dalam kamar mandi. Terdengar suara guyuran air menyentuh lantai.Dika sudah aku panggil masuk. Karena sudah sore. Zaki sudah pulang juga. Masih ngantri dulu sama ayahnya. Karena Dika memang seperti itu. Kalau lagi susah di suruh mandi, maka payah juga nyuruh dia mandi.Tapi, kalau lagi senang mandi, tanpa di suruh, sebelum ayahnya pulang kerja, dia sudah bersih."Tuh, Ayah sudah selesai mandi. Sana buruan mandi!" titahku. Karena mata ini melihat Mas Firman, baru saja keluar dari kamar mandi."Iya, Ma!" balas Dika. Kemudian dia segera beranjak. Dan berlalu menuju ke kamar mandi."Bajunya sudah aku siapkan, Mas. Aku letakan diatas ranjang!" ucapku."Iya," balas Mas Firman seraya masuk ke dalam kamar. Aku sendiri juga belum mandi. Biarkan Dika dulu. Habis Dika barulah aku. Emak belakangan saja. Yang penting semuanya sudah beres semua.********"Assalamualaikum!" terdengar suara salam. Suara yang tak asing juga di
Baca selengkapnya
Bab 13
PART 13"Maaf, Mas, aku nggak sanggup jika harus mengambil alih masalah Mas Andra," ucapku, setelah Mertua pulang. Karena aku memang tahu betul, bagaimana perekonomian kami.Mas Firman terlihat mengangguk. Kemudian mengusap wajahnya pelan."Iya, Dek. Mas juga merasa nggak sanggup," balas Mas Firman."Punya sangkutan sama Bank itu, hidup kita nggak akan tenang, Mas. Apalagi segitu banyak! Sebulan itu cepat, tahu-tahu udah jatuh tempo saja," ucapku yang mana dada ini masih terasa sesak. Tangan kanan berkali-kali menekan dada."Iya, dan kita selama ini nggak pernah berurusan sama Bank. Tapi, kasihan Bapak dan Ibu," jelas Mas Firman. Aku mengangguk pelan. Menyetujui ucapan yang bilang, kasihan dengan mertua."Aku juga kasihan sama Bapak dan Ibu. Tapi, kita bisa apa?" tanyaku balik. Mas Firman mengangguk."Iya, kita bisa apa? Dengan gaji Mas yang hanya segitu," balas Mas Firman. "Yaudahlah, kita istiahat dulu! Kita pikirkan lagi besok! Karena ini sudah waktunya tidur," pintaku. Mas Firman
Baca selengkapnya
Bab 14
PART 14"Ka! Ada apa? Pagi-pagi, kok, udah adu mulut sama ipar?" tanya Mak Giyem. Mulai kepo dia.Jelas saja suara ribut kami tadi terdengar. Karena memang saling ngegas. Apalagi rumahku dan Mak Giyem, berdekatan."Nggak apa-apa, Mak. Olah raga mulut saja!" jawabku asal. Mak Giyem terlihat mencebikan mulut. Seolah tak percaya."Mosok olah raga mulut? Olah raga pita suara nggak? Ha ha ha," tanya balik Mak Giyem, seraya melapas tawa. Dianggap lelucon saja."Iya, Mak! Pita suaranya minta diasah. Jadi nanti kalau lomba tujuh belasan bisa menang," balasku."Ha ha ha," Mak Giyem semakin menggelegarkan tawa.Hemm ... jawab santai saja. Mak Giyem ini ratunya gosip. Nggak di tanggapi saja dia akan tahu dengan sendirinya. Kalau di tanggapi, malah akan sampai kemana-mana nantinya. Sudah meluber kemana-kamana, masih di tambah-tambahin lagi. Seperti itulah, ngeri sekali PakLek!"Eh, tadi Mak dengar-dengar, bahas hutang Bank gitu. Emang iparmu hutang Bank?" tanya Mak Giyem. Dia ingin mengorek info
Baca selengkapnya
Bab 15
Part 15Aku aman dulu Teh yang aku buatkan untuk Ibu Mertua. Biar nggak di kerubuti semut. Aku masukan dulu ke dalam kulkas. Kalau dingin biar menjadi es teh.Entahlah, apa reaksi Mbak Niken tentang permintaan Ibu. Masih kekeuh atas gengsinya yang haqiqi, atau akan luluh? Demi rumah dan tanah biar tak tersita Bank.Susah memang kalau punya hati, yang selalu ingin dituruti apapun keinginannya. Sebenarnya bukan hanya Mbak Niken saja, yang ingin apa-apa harus di turuti. Kayaknya memang semua orang ada sifat seperti itu, tapi tergantung bisa mengontrolnya atau tidak. Kalau tak bisa mengontrol, ya ujung-ujungnya seperti Mbak Niken itu. Merepotkan.Aku sendiri, juga mempunyai keinginan menggebu dan ini itu. Manusiawi. Tapi, masih memikirkan kemampuan diri kita. Kalau tak mampu, kenapa dipaksakan? Sesuatu yang dipaksakan, hanya akan membuat sakit. Baik sakit fisik, sakit hati dan sakit pikiran. Ya, seperti itulah kalau menurutku. Nggak tahu kalau menurut yang lainnya. Terutama menurut Mbak
Baca selengkapnya
Bab 16
PART 16Kami semua masih hening di dalam ruang tamu. Sofa murahan yang dibilang Mbak Niken, terasa penuh. Dika dan Zaki, kami minta untuk bermain di luar. Kami nggak mau, anak-anak mendengar masalah ini. Nggak bagus untuk perkembangannya."Man, ini Niken mau ngomong!" ucap Ibu membuka percakapan. Semua mata seolah menoleh ke arah Mbak Niken. Mau ngomong apa dia? Mau ngomong saja minta di persilahkan dulu sama mertua.Jemari Mbak Niken terlihat saling bertautan. Mungkin dia deg-degan. Atau bisa jadi dia lagi menahan rasa gengsinya. Atau keringat dingin sedang keluar? Entahlah."Emmm, Man ... Ka ... sebelumnya aku minta maaf. Aku mau minta tolong kepada kalian, untuk mengambil alih hutang Bank yang kami ambil," ucap Mbak Niken akhirnya. Walau dengan nada yang terbata-bata.Aku meneguk ludah. Kemudian menghela napas sejenak. Kemudian beradu pandang dengan Mas Firman. Mas Firman terlihat memejamkan mata sejenak. Kemudian mengusap pelan wajahnya, yang masih terlihat kusut.Ya, bagi kami s
Baca selengkapnya
Bab 17
Part 17Bapak sudah duduk diantara kami. Hati ini sedikit lega, karena nampaknya, Bapak ada bersama anak bungsunya. "Bapak ini gimana?" tanya Ibu seolah nada pertanyaannya menunjukan ketidaksukaan."Gimana? Ibu yang gimana?" tanya Bapak. Ibu terlihat mengerutkan kening. Aku masih memilih posisi aman. Diam."Andra ini dalam masalah! Kalau bukan saudaranya yang bantu, siapa lagi?" ucap Ibu, jelas sekali dalam pengamatanku. Ibu berat kepada anak sulungnya."Iya, Bapak tahu. Tapi, setelah Bapak pikir-pikir, kita ini nggak adil dengan Firman!" balas Bapak. Lagi, aku lihat keningnya semakin melipat. Mbak Niken aku lihat wajahnya semakin pucat. Entahlah, mungkin karena dia belum sembuh total, atau pucat karena akan hancur sebentar lagi."Nggak adil gimana? Bapak ini ada-ada saja!" ucap Ibu. Bapak terlihat mengusap wajah pelan."Berkali-kali Firman dia bilang tak mampu, tapi ibu tak mendengarkan keluhnya! Adilkah seperti itu? Dan kamu Andra, harusnya kamu berpikir panjang, jika akan berurus
Baca selengkapnya
Bab 18
PART 18"Mas, aku lihat mereka dulu, ya! Takut ada apa-apa," pamitku. Seraya ingin beranjak. Tapi, Mas Firman menarik tanganku cepat."Jangan biarkan saja! Mereka sudah tua ini. Mereka pasti bisa mikir mana yang baik dan buruk," ucap Mas Firman. Seketika aku mengangguk pelan. Ikut duduk di sebelahnya lagi. Tak berani membantah juga. Demi kebaikan rumah tanggaku sendiri.Suara lantang masih terus terdengar di telinga. Ya Allah ... pasti Mak Giyem dengar, dan akan menjadi gosip yang hangat, di desa ini."Aku nggak mau hidup kere denganmu! Apalagi kalau sampai serumah dengan orang tuamu yang sok bijak itu. Dan aku juga nggak mau ngontrak. Malu-maluin! Aku ini menikah dengan tujuan ingin hidup enak. Nggak susah kayak gini!" sungut Mbak Niken, masih terdengar sampai rumahku. Karena rumah kami memang berjejeran.Aku melihat eksrpesi suamiku. Wajahnya nampak memerah. Entahlah, mungkin dia murka. Murka? Bisa jadi, karena ucapan Mbak Niken memang sangat amat ngeselin. Membuat sesak dada, jik
Baca selengkapnya
Bab 19
Part 19Saking takutnya, Zaki malam ini tidur dirumahku, sekamar dengan Dika. Entah sudah berapa kali, Mbak Niken atau Mas Andra bergantian datang, menjemput anak semata wayang mereka.Tapi, tiap kali di jemput, Zaki memelukku atau memeluk Oomnya. Dia nampaknya takut kena pukul lagi jika pulang.Yah, walau Mbak Niken atau Mas Andra, jemput Zaki dengan raut wajah yang tak mengenakan. Tapi, tetap saja aku tak tega dengan Zaki. Dia hanya anak kecil, yang tak tahu apa-apa.Akhirnya, mungkin mereka lelah. Tak datang lagi sampai pagi. Astaga ... anaknya sendiri aja enggan, apalagi orang lain? Selepas subuh, seperti biasa, aku buatkan minuman hangat untuk semuanya. Pagi ini nambah satu gelas. Ada Zaki diantara kami.Mas Firman sedang memanasi motornya. Rutinitas di pagi hari. Semoga hari ini suasana tenang. Tak ada kegaduhan, karena panas hati dan pikiran.Apalagi, aku banyak diamnya saat adu mulut. Menjawab kalau mereka sudah melampui batas. Karena aku percaya dengan Mas Firman. Dia past
Baca selengkapnya
Bab 20
PART 20kami semua sudah selesai sarapan. Piring-piring kotor bekas kami sarapan, sudah aku bereskan. Dika dan Zaki nampak kompak. Lebih tepatnya, Zaki banyak mengalah. Mungkin merasa bukan dirumahnya.Selesai sarapan, aku meraih baju-baju yang masih menumpuk di ranjang. Baju-baju yang belum di lipat. Yah, seperti itulah pekerjaan rutinitas Ibu rumah tangga. Tak ada kata libur.Kalau Mas Firman, sabtu dan minggu waktu libur kerja. Tapi, kalau ibu rumah tangga tak ada waktu liburnya. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, pekerjaan rumah seolah tak ada ujungnya. Semua minta di pegang dan di perhatikan.Tapi, aku sangat menikmati peran ini. Peran istri sekaligus Ibu. Memiliki suami baik dan pengertian seperti Mas Firman, cukup membuatku bahagia. Ditambah hadirnya Dika, yang semakin melangkapi kebahagiaan ini."Mas.""Iya?""Apa idenya? Aku penasaran," tanyaku. Kami ada di ruang TV. Dika dan Zaki mainan di teras. Entah mainan apa mereka. Pokok telinga ini, tak mendengar tangis dan tengkar
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status