All Chapters of MENYUSUI TUYUL : Chapter 31 - Chapter 40
75 Chapters
Part 31
Dendam, itulah yang dirasakan Sigit waktu itu. "Aku nggak pernah memperkosamu. Kamu yang menjebakku. Bagaimana kalau tubuhmu yang murahan itu dinikmati banyak orang? Pasti menyenangkan, kan, Karina?" tanya Sigit dengan seringaian penuh kemenangan. "Bangsat kamu, Sigit! Kamu akan masuk penjara!" teriak Karin yang hanya dibalas kekehan tak berdosa dari Sigit. Caci maki dan sumpah serapah dari mulut Karin tidak membuat Sigit menghentikan aksinya. Dengan sekali kode, dua orang berandalan yang dibayarya itu mendekat. Mereka lantas menikmati tubuh polos Karin di depan matanya. Sigit tertawa puas melihat Karin yang menangis kesakitan.Sigit mendekati tubuh tak berdaya Karina. "Silakan lapor polisi, kalau mau video ini menyebar. Orang tuamu yang sombong itu, akan kena serangan jantung dan mati," desisnya sambil mengacungkan kamera ke arah Karin yang terus menangis. "Jangan anggap kamu paling pintar, Karin. Nggak semua orang percaya sama kelicikanmu!" sentaknya geram sambil mencengkram rahang
Read more
Part 32
Mereka berdua tampak begitu riang. Keduanya duduk mengelilingi wadah berisi air, dengan binatang bergerak-gerak memutar di dalam baskom plastik tersebut. Tangan-tangan kecil itu terulur masuk ke air dan memainkan beberapa binatang berupa kepiting sawah atau yuyu itu dengan senang.Seperti anak kecil yang menemukan mainan kesayangan, keduanya asyik di situ. Sehingga tak menyadari beberapa pasang mata mengawasi mereka berdua. Pasang-pasang mata milik manusia itu menunggu mereka berdua benar-benar lengah."Gila, jijikin Rel, aku emoh. Wajahnya menjijikkan," bisik Dino bergidik ngeri yang langsung dibekap mulutnya oleh Farrel.Pemuda berambut biru itu melotot ke arah Dino yang masih ketakutan. "Jangan gagalin rencana, Cuk. Badan gede, rambut kayak preman, tapi takut tuyul. Sana pulang! Minta roknya Lek Santi, pakai!" bisiknya geram.Dino melengos dan melirik Vio yang tersenyum seolah mengejeknya. Dino mengumpat dalam hati, sungguh sialan kedua temannya itu."Cuk, awas kalau ngompol," bisik
Read more
Part 33
"Pak, Pak!" Sang istri berteriak panik. Sedangkan sang suami masih memegangi lehernya yang seperti dipatahkan oleh tangan tak terlihat.Luar biasa sakit."Argh ... arghh!"Hanya kata itu yang keluar dari tenggorokannya. Tangan dan kakinya juga terasa ditindih dengan benda berat. Istrinya yang panik hendak berlari keluar rumah mencari pertolongan. Tetapi langkahnya terhenti ketika melihat makhluk yang selama ini diperlakukan seperti emas itu, meringkuk mengenaskan di ruangan tersebut. Tidak tahu kapan dia berada di situ, yang pasti, kondisinya juga begitu mengenaskan."Anakku..." ucap perempuan paruh baya itu dengan kebingungan. "Ono opo iki, Le?" ( Ada apa ini, Nak?) tanyanya sambil mengangkat tubuh kecil yang penuh luka lebam di mana-mana.Dia melangkah mendekati sang suami yang masih meringis dan meringkuk di lantai. "Pak, lihat kenapa anak ini? Terus kenapa tinggal satu, yang satu ke mana, Pak?" tanyanya kebingungan menatap sang suami dan anaknya.Laki-laki itu pun mendongak dan ter
Read more
Part 34
"Nuraini, anakku..." gumam laki-laki itu dengan perasaan kalut. Laki-laki di depannya mengangguk tegas, dalam hati dia tertawa puas. Memanfaatkan orang bodoh yang berambisi kaya raya memang tidak terlalu sulit. Dengan menjadikan Nur sebagai tumbal maka dirinya sendiri tidak perlu repot-repot mencari tumbal untuk sesembahannya sendiri. Soal ilmu dompleng dan memanfaatkan keadaan adalah keahliannya. Sangat licik."Tapi Pak, apa nggak ada solusi lain?" tanya laki-laki berbadan ceking itu lirih. Sungguh, inilah yang dinamakan makan buah simalakama. Maju kena, mundur juga kena. Laki-laki di depannya memberikan reaksi gelengan kepala. Pertanda tak ingin dibantah."Aku nggak tega menjadikan anakku sendiri sebagai tumbal, Pak. Walaupun Nur nggak setuju aku mencari pesugihan, tapi semua ini demi dirinya juga. Dia anakku satu-satunya, Pak," ucapnya dengan bergetar. Membayangkan nyawa anaknya yang akan ditukar dengan harta kekayaan suatu hal yang berat. Walaupun nantinya harta itu yang akan me
Read more
Part 35
Alisha menoleh cepat pada sang suami. Kemudian dia mengikuti arah pandangan Bintang. Laki-laki itu pun tampak terus beristighfar dan menggumamkan do'a. Tetapi anehnya, Alisha tidak melihat apa pun di depan sana. Dia hanya melihat seorang perempuan paruh baya duduk di teras rumah adat Jawa itu. Tepatnya di di depan pintu yang terbuka lebar. Alisha memperhatikan gerak-gerik perempuan bertubuh tambun tersebut. "Ngapain dia, Mas, kok noleh-noleh gelisah gitu?" tanyanya lirih, namun tidak mendapatkan jawaban dari Bintang. Laki-laki itu masih menatap ke depan sana yang jaraknya memang cukup jauh. Mungkin perempuan tersebut tidak menyadari kehadiran mobil yang hendak melewati jalan kecil depan rumahnya. Entahlah.Perempuan itu kemudian seperti merangkul seorang anak kecil duduk di pangkuannya. Ini pengalaman pertama bagi Bintang, setelah melihat makhluk aneh bermulut memanjang ke atas. Kemudian menangkap makhluk tersebut dan bisa memegangnya. Masih terasa ketika kulit tangannya menyentuh ku
Read more
Part 36
Bintang dan Alisha masih belum mengerti dengan penjelasan Pak Haji Imran, mengenai perjanjian bangsa manusia yang memutuskan bersekutu dengan bangsa jin. Ternyata, selain ritual memberikan persembahan untuk tumbal dan ritual menyusui di waktu lewat tengah malam di saat tertentu, masih ada perjanjian lagi.Pak Haji Imran kembali membuka suara, "Begini, Mas Bin, Mbak Alisha, sebenarnya mereka itu bukan mendapatkan kekayaan secara cuma-cuma. Itu nggak lebih dari tipuan dari bangsa jin saja. Dengan mereka bersekutu, mau menuruti apa maunya dan seolah-olah mereka mendapatkan uang banyak. Padahal, itu adalah rejeki anak keturunan mereka sendiri yang diambil oleh makhluk itu. Sampai tujuh turunan," jelasnya.Ucapan Pak Haji Imran yang terkesan jelas dan gamblang, masih juga tidak cukup untuk membuat Bintang dan Alisha mengerti. Mereka berdua justru saling pandang untuk beberapa saat.Kerutan di kening Bintang semakin dalam setelah mendengar penuturan Pak Haji Imran.Laki-laki itu menggaruk te
Read more
Part 37
Makhluk sebesar anak berusia dua tahunan itu menatap Farrel ketakutan. Sedangkan Farrel semakin menyeringai dengan kedua mata melotot, seolah ingin menelan mentah-mentah tuyul tersebut.Sepertinya, Farrel memang begitu dendam. Hanya itu yang ada di hati pemuda nyentrik tersebut. Sementara Bu Siti yang berdiri di sampingnya, memperhatikan Farrel dengan tatapan heran. Berkali-kali dia menyentuh lengan pemuda tersebut. Bulu kuduknya sejak tadi merinding."Cari duit? Nih, duit. Ambil!" tantang Farrel pada makhluk tersebut, sambil memamerkan beberapa lembar ratusan ribu yang dia serobot dari tangan Bu Siti."Le, koe ngomong sama siapa to, Le?" bisik Bu Siti, kembali mencolek lengan Farrel. Farrel menoleh sekilas dan terus mengamati gerak-gerik makhluk yang tertangkap basah sedang mengintai mangsanya. Lalu makhluk kecil dengan kepala tanpa rambut dan tanpa pakaian itu duduk di depan sang pemilik. Farrel menyunggingkan senyum miring melihat kegelisahan di wajah Pak Narso.Farrel menunduk ke
Read more
Part 38
Pak Narso bergerak semakin gelisah. Rasa panas di bahu benar-benar membuatnya tidak nyaman. Laki-laki itu pun segera bangkit dan melirik sekilas ke arah Bintang."Sialan bener, matanya ditaruh mana, to? Gelas kopi sebesar itu nggak kelihatan!" maki Pak Narso dalam hati. Bintang benar-benar membuatnya dongkol.Sementara itu, Bintang sibuk membersihkan celananya yang terkena sedikit tumpahan kopi. Laki-laki itu tersenyum miring sekilas."Lho, Pak, kok buru-buru, kopinya belum habis?" tanya Pak Sugeng si pemilik warung.Pak Narso membayar jajanannya sambil tersenyum masam. "Iya, Kang, kurang enak badan," jawabnya. Sesekali dia mendesis menahan panas.Tidak ada yang menyadari sikap aneh laki-laki setengah tua itu. Selain, Bintang, Farrel, Vio, dan Dino. Langkahnya pun sedikit tertatih karena kedua kakinya masih terasa ngilu.Sumpah serapah dan umpatan beruntun dia dengungkan dalam hati. Gagal sudah malam ini dia mendapatkan uang seperti kebiasaannya. Malah sial yang dia dapatkan."Awas, Pa
Read more
Part 39
Itu suara Mbah Kukus. Makhluk tak kasat mata itu mengerang. Pak Narso mundur selangkah. Laki-laki itu pun memindai sekeliling. Dia memegang bahu istrinya yang gemetaran. Perempuan paruh baya itu juga sangat syok. Dia tidak menyangka jika Mbah Kukus benar-benar akan meminta sang anak sebagai tumbalnya. Nuraini, anak semata wayang itu yang akan mereka jadikan tumbal? Anak yang dikandung dan dilahirkan. Lalu, dirawat dengan kasih sayang walaupun dalam keadaan serba kekurangan. Kini, anak itu tumbuh menjadi remaja yang cantik, cerdas, dan mandiri. Juga shalihah. Bu Sayuti menatap nanar pada suaminya, lalu beralih pada makhluk kecil yang masih ada di tempatnya. Sementara itu, suara Mbah Kukus kini berganti tawa yang membahana. Kemudian terdengar samar dan menghilang.Bu Sayuti menatap suaminya lagi. Kali ini tatapan protes. "Nur itu anak kita satu-satunya, Pak. Ibuk pikir Bapak becanda, dulu. Tapi, ternyata Bapak memiliki perjanjian dengan Mbah Kukus?" tanyanya parau.Pak Narso mengusap k
Read more
Part 40
"Maafkan, Nur, Bu..."Nuraini semakin terisak ketika Bu Asih mengusap-usap punggungnya. Dalam hati, gadis itu merasa dilema. Dia mengutuk perbuatan kedua orang tuanya, tetapi dia juga tidak mungkin bicara jujur pada Bu Asih. Ketika Bu Sayuti sering belanja di toko milik Bu Asih, setidaknya seminggu dua kali, tanpa mereka sadari toko Bu Asih selalu kehilangan uang. Tetapi, sang pemilik toko tidak menyadari hal itu karena diam-diam, Nur mengganti uang tersebut dengan uang miliknya. Kini, Nur tidak memiliki uang untuk mengganti. Nur menatap Bu Asih dan Aris bergantian dengan tatapan nanar."Bu, boleh saya berhenti bekerja dulu?" tanyanya takut.Hal tersebut justru mengundang tanya di benak Bu Asih mau pun Aris. Keduanya menatap Nur dengan tatapan menyelidik. Bu Asih mengajak Nur untuk duduk. Hanya bertiga dengan Aris di ruang belakang. Hal itu dilakukan supaya tidak diketahui oleh karyawan yang lain."Sekarang ceritakan apa yang terjadi, Nur. Ibu merasa heran, kenapa kamu tiba-tiba ingi
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status