Semua Bab Dendam Anak Tiri: Bab 21 - Bab 30
317 Bab
20. Ditolong Sosok Misterius
"Eh nggak usah takut gitu sama Abang. Santai aja. Niat kita 'kan baik mau nganterin. Iya nggak?" tanya lelaki itu pada temannya. "Namanya siapa?" tanya lelaki berambut gondrong sambil merokok. Alena menggeleng lagi. "Nggak!" Ketiga lelaki pereman itu saling pandang melihat aksi Alena. Lelaki berambut seperti anak punk dan mengenakan anting dan kalung mendekati Alena yang matanya sudah berair. Lelaki itu lantas mencekal pergelangan tangan Alena membuat Alena berteriak kencang. Jantung gadis itu terasa ingin lepas. "Diam nggak lo! Jangan teriak-teriak!" Lelaki itu mulai berang. Alena meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari pegangan lelaki itu. "Lebay banget ya teriak-teriak. Dikira kita mau ngapain dia kali." Lelaki berkepala plontos yang sejak tadi hanya menonton, ikut menyahut. "Tauk, nih. Di apa-apain beneran baru tahu rasa!" timpal lelaki berpenampilan anak punk yang meregangnya. "Jangan. Jangan! Tolong ....!" Alena berteriak tertahan. "Hmmp!" Tapi kemudian mulutnya dibeka
Baca selengkapnya
21. Ternyata Dia
"Alena?" "A-Andrio?" Alena dan lelaki itu saling pandang. Lalu lelaki itu tersenyum. Tapi tidak dengan Alena yang masih tercengang. "Alena, lo nggak apa-apa 'kan?" Raut wajah Andrio berubah khawatir sambil memegangi kedua bahu Alena. Alena sedikit terkejut menyadarinya, lalu gadis itu menggeleng. Sepersekian detik kemudian Alena memeluk Andrio membuat Andrio sedikit terkejut. Entah ada angin apa yang merasuki gadis itu hingga memeluk lelaki di hadapannya. "Gue takut, gue takut banget," lirih Alena sambil mengeratkan pelukannya di tubuh lelaki itu. Matanya yang memejam berair. Jantungnya masih terasa berdebar kencang. Dia sungguh takut. "Iya, iya, lo tenang, ya. Ada gue di sini. Peremannya juga udah pergi." Andrio menenangkan sambil membalas pelukan Alena. Senyap. Sampai beberap detik kemudian, Alena membuka matanya dalam dekapan lelaki itu yang membungkus tubuhnya hangat dan teringat sesuatu. Alena langsung mendorong lelaki itu membuat Andrio terkejut. "Ma-ma'af. Ma'af gue-gue n
Baca selengkapnya
22. Hari yang Menyenangkan
"Oh, jadi Ibu lo udah meninggal? Innalillahi Wa'ina'ilahi Rajiun. Maaf Al gue nggak tahu. Gue turut berduka cita, ya. Lo pasti sedih banget 'kan?" Sepanjang perjalanan pulang Alena mengisahkan tentang ibunya yang sudah meninggal pada Andrio setelah lelaki itu banyak bertanya dan Alena tak punya pilihan selain jujur. "Kalau itu nggak usah lo tanya lagi. Farah saksinya betapa terpuruknya gue." "Farah teman lo waktu SMA?" "Iya, siapa lagi?" "Lo masih temanan sama dia?" "Ya masih lah. Dia satu-satunya sahabat gue. Oh iya, balik lagi ke cerita gue. Gue bahkan hampir bunuh diri tahu nggak, tapi Farah nggak tahu tentang itu karena waktu itu dia udah sibuk sama kuliahnya. Dan gue nggak mau merepotin dia muluk." "Lo mau bunuh diri? Serius?" "Iya. Dan Mbah Nani itu yang nolongin gue. Sejak itu gue sadar, nggak seharusnya gue berpikir untuk bunuh diri lagi. Jadi gitu asal mula gue bisa kenal Mbah Nani. Sampai sekarang gue tinggal di rumahnya karena gue nggak punya siapa-siapa lagi." "Ya
Baca selengkapnya
23. Tentang Andrio
"Andrio! Apa maksudnya ini, hah?!" Putra mengangkat sebuah surat peringatan dari kampus tempat Andrio kuliah. Pria itu marah besar tatkala mengetahui keterangan yang ada di surat itu. Andrio yang tengah sibuk nge-gym terkejut bukan main melihat reaksi papanya. Tapi dia berusaha terlihat tenang. "Itu surat dari kampus, Pa," jawabnya santai dan masih melanjutkan aktivitasnya. "Bagaimana bisa kamu sampai hampir di DO?!" Andrio lalu menghentikan aktivitasnya dari mengangkat barbel. Dia berjalan ke arah sofa tunggal yang ada di ruang olahraga itu dan duduk di sana. "Aku nggak kuat, Pa, kuliah kedokteran. Aku nggak sanggup." Andrio berterus terang. Seketika Putra meradang mendengar pengakuan putranya. Dia berjalan mendekati putranya. "Dasar anak yang nggak tahu diuntung kamu! Kamu tahu berapa biaya yang sudah Papa keluarkan demi membiayai kuliah kamu?! Di luar sana banyak orang yang ingin kuliah tapi tidak bisa!" Tangannya yang memegang kertas menunjuk-nunjuk udara. Andrio mendongak, m
Baca selengkapnya
24. Sepasang Kekasih
"Kamu ngelamunin apa, sih, Sayang? Aku perhatiin dari tadi diam muluk," tanya Alyssa dengan nada manja. Andrio hanya menghela napas. "Masih mikirin masalah Papa kamu, ya?" Alyssa berdiri di samping Andrio. Saat keluar tadi Andrio langsung mendatangi Alyssa di rumahnya. Dan kebetulan gadis itu sedang tidak sibuk. Andrio mengajak kekasihnya itu keluar menemaninya. Dengan senang hati perempuan yang sangat mencintainya itu menurutinya. Mereka menghabiskan waktu hampir seharian hari ini. Mereka sudah mengelilingi banyak tempat. Mulai dari makan di mal, foto-foto di taman, berkeliling kota Jakarta sampai bosan hingga menjelang sore, Andrio mengajak kekasihnya itu ke gedung rooftop apartemen ayahnya. Andrio menceritakan semua masalahnya pada gadis-nya termasuk dia yang hampir di Drop Out. Namun, tetap saja pikiran Andrio belum sepenuhnya tenang. "Aku nggak tahu harus sampai kapan aku begini. Selalu nurutin kemauan orang tua aku yang aku sendiri nggak sanggup menjalaninya," jelas Andrio d
Baca selengkapnya
25. Petunjuk Baru
Hari-hari Alena bekerja di perusahaan itu sebagai Cleaning Service berjalan lancar. Tidak ada masalah yang berarti selain beberapa CS dan OB senior yang kadang menyinyirnya secara halus. Atau kadang Alena yang mengeluh karena letih saking banyaknya pekerjaan yang dibebankan padanya setiap harinya. Tanpa terasa dua minggu sudah Alena bekerja di sini dengan shift bergilir, seminggu masuk pagi dan seminggu masuk siang. Gadis itu makin terbiasa dan paham dengan tugasnya. Minggu ini dia mendapat shift pagi. Saat ini gadis itu sedang menyapu lantai bagian lobi. Dan ketika dia memandang ke depan, dia terkejut melihat seorang pria berjas yang begitu dia kenali. Pria berjas itu tengah lewat di hadapannya dan menuju ruangannya. Alena membelalak tak menyangka. "Kok ada Kakek Bagas di sini?" Kakek Bagaskara kerja di sini?" Jeda sejenak dia teringat sesuatu. "Oh iya, dulu 'kan Ibu pernah bilang kalau Kakek Bagas kerja di kantor sebagai direktur. Apakah beliau direktur di perusahaan ini? Kemarin
Baca selengkapnya
26. Keluarga Bahagia
"Ngapain pake topi segala?" "Gue takut di kenalin jadi gue mau nyamar gitu." Alena meringis. Dalam hatinya sedikit jengkel karena Mira banyak bertanya. Dia harap setelah ini Mira tidak bertanya lagi kenapa dia harus menyamar. "Pake topi ini aja, nih." Mira meraih topi yang terletak di atas meja entah milik siapa. Dan untungnya gadis itu tidak banyak bertanya lagi. "Topi siapa tuh?" "Topi Bang Sarkum pasti, nih. Diletakkan di sini. Pakai aja nanti gue bilangin ke orangnya." Bang Sarkum adalah Office Boy juga. Lelaki itu memang biasa memakai topi. "Iya, deh. Gue buat minum dulu. Apa nih? Teh hangat, ya?" "Iya." *** "Permisi." Alena mengetuk pintu ruangan yang terpampang tulisan Chief Executive Official dengan tangan sebelahnya membawa nampan berukuran sedang berisi dua cangkir teh hangat. Tak lama kemudian pintu dibuka dan menampakan seraut wajah gadis cantik. Alena tahu, dia adalah Alyssa. "OB nganterin minum, ya?" tanya Alyssa memastikan. Alena yang mengenakan masker plus top
Baca selengkapnya
27. Mencari Keadilan
"Oke, makasih, ya, Mir," ucap Alena ketika turun dari motor gadis bernama Mira itu. Belakangan terakhir sejak diganggu pereman Alena pulang diantar Mira, teman barunya itu. Seperti yang di sarankan Mbah Nani. Meskipun dia pulang sore seperti hari ini. Dia sungguh jera kejadian seperti malam itu terulang lagi. Dan hubungannya dengan teman barunya itu kian akrab tiap harinya. Alena tidak secanggung waktu pertama kali mengenal gadis itu. "Sama-sama," balas Mira sedikit berteriak di balik helm-nya dan langsung melajukan motornya menjauh dari kediaman Mbah Nani. Alena membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. "Assalamu'alaikum, Mbah." Alena mendapati orang tua itu duduk di kursi sofa sambil nonton acara televisi. Mbah Nani langsung mengalihkan pandangannya ke Alena. "Kamu udah pulang?" "Udah, Mbah. Mbah ini aku bawain pecel lele buat Mbah." Alena meninting bungkusan hitam berisi bungkusan pecal lele yang dia beli sepulang kerja tadi. "Terima kasih, Alena." "Eh, aku siapin di piring,
Baca selengkapnya
28. Tulisan Berdarah
Pagi itu Alyssa menuruni tangga dengan semangat. Bagaimana tidak? Hari ini dia berangkat ke kampus bersama pujaan hatinya setelah seminggu mereka tak bertemu karena Andrio yang sibuk. Dan sekarang kekasihnya itu sudah menunggu di halaman rumahnya sejak sepuluh menit lalu. Itulah mengapa gadis berambut panjang itu terburu-buru. Sebelum pergi dia menghampiri orang tuanya--yang tengah sarapan di meja makan--untuk pamit. "Papi, Mami, aku pergi dulu, ya?" Alyssa menyalami tangan papinya yang tengah membaca koran--rutinitas sehari-harinya setiap pagi karena tak mau ketinggalan berita. "Kamu nggak sarapan dulu?" tanya Rista yang tengah menuang air ke gelas. "Aku nggak sarapan, Mi. Aku buru-buru. Udah ditungguin Kak Andrio soalnya." Alyssa lalu menyalami maminya dan mencium pipi wanita itu. "Aku duluan, ya, Mi, Pi." "Iya," sahut Bagas tanpa mengalihkan perhatiannya dari koran. "Tapi jangan lupa sarapan di kampus, ya?" pesan Rista. "Iya, Mi. Pasti. Dadah Papi, Mami." "Dadah, Sayang. Ha
Baca selengkapnya
29. Siapa Pelaku Teror Itu?
Rista begitu syok sampai tidak bisa berkata-kata, bibirnya gemetar. "Bi-Bi-Bibi!" Dia terbata-bata memanggil asisten rumah tangganya. "Bibi!" Tergopoh-gopoh wanita bertubuh tambun itu mendatanginya dari dalam rumah. "Ada apa, Bu? Kenapa teriak-teriak?" wajah wanita paruh baya itu terlihat panik. Rista menunjuk ke arah kaca jendela di mana tulisan itu berada. "Tolong hapus tulisan itu. Hapus sebersih-bersihnya." Sang asisten memandang ke arah yang sama dan membelalak. "Astaghfirullah ... Siapa yang nulis itu, Bu?" "Saya nggak tahu. Kamu jangan banyak tanya! Cepat bersihkan saja tulisan itu!" "Iya, Bu, iya." "Dan ingat, Bi. Alyssa sama Bapak atau siapa pun jangan diberitahu, ya? Nggak ada yang boleh tahu tentang ini selain kita berdua. Paham, Bi?" "Tapi, Bu, masalah ini kayaknya serius. Ada orang yang mau menghancurkan keluarga ini. Sebaiknya Bapak perlu tahu." Rista menggeleng. "Untuk sementara mereka jangan tahu dulu. Janji, ya, Bi. Jangan kasih tahu mereka. Saya mau cari tahu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
32
DMCA.com Protection Status