All Chapters of BENIH 2 MILIAR: Chapter 51 - Chapter 60
167 Chapters
Bertemu Mantan Mertua
"Berapa lama lagi, sih?" sungut Roy seraya mengipasi wajah dengan tangan, setelah beberapa waktu kami menunggu di depan ruang poli Kia atau singkatan dari Poli Kesehatan Ibu dan Anak untuk memeriksakan kandungan."Sabar, tinggal nunggu tiga orang lagi.""Ck, lagian di daerah ini kenapa banyak beud, sih yang bunting?""Ya, lo tanya lakinyalah. Kenapa rajin amat produksi? Noh, masih inget yang baru keluar tadi? Itu tukang gado-gado langganan kita, kalau nggak salah itu kehamilan ketiganya selama empat tahun in--""Duluan, ya, Mbak Nindi, Mas Roy!""Eh, iya, Bu Jamilah. Aktif sekali, ya, Bun." Refleks kami tersenyum begitu yang bersangkutan lewat di hadapan."Is, elu, sih!" Aku menyikut lengan Roy. "Orangnya lewat, kan.""Lah, pan elu yang ngomongin!""Au, ah.""Dih, dasar cewek nggak mau salah!""Bod--" Tiba-tiba semua pandangan teralihkan saat melihat seorang wanita paruh baya yang membawa anak kecil yang menangis histeris di loket pendaftaran."Nggak mau ... Nana nggak mau ke dokter
Read more
Tamu Tak Diundang (2)
"Mama nggak pulang karena Papa bawa Mama baru, ya? Tapi, Nana nggak mau Mama baru, Nana maunya Mama. Sekarang Mama baru udah pergi, kita bisa sama-sama lagi, kan, Ma? Mama bisa sama Pa--" Tarikan tangan yang cukup keras itu membuat kalimat Nana terpotong sebelum sempat dia menyelesaikan.Kulihat Bu Nia menarik cepat cucunya dari rengkuhanku."Udah, Nana! Kita pulang, nanti papa bawa mainan sama buah-buahan. Kemarin Nana minta apel, kan?"Bocah itu mengangguk. "Tapi Nana pengen pulang sama Mam--""Nana! Dengerin nenek nggak, sih? Bandel banget kamu akhir-akhir ini. Udah berapa kali nenek bilang dia bukan mama--""Bu!" Aku menegurnya sebelum Bu Nia mengeluarkan kata-kata yang semakin membuat Nana tertekan. "Kasih dia waktu. Nana masih terlalu kecil untuk mengerti semua ini."Bu Nia memalingkan muka. "Terserah.""Kapan-kapan mama mampir, ya, sayang. Bawa makanan kesukaan Nana." Aku membungkuk mengelus kepalanya."Janji, ya, Ma! Kalau mama nggak dateng Nana nggak mau makan."Aku menganggu
Read more
Pernikahan yang Diimpikan
"Jadi, sudah hampir tiga minggu kamu tinggal di sini?" Khalid mulai mengamati sekeliling tempatku tinggal begitu warga yang diketuai Pak RT membubarkan diri."Ya, kenapa?" Aku balik bertanya.Sebenarnya aku malas menanggapi hal-hal seperti ini. Terlebih karena dia datang tanpa diundang, dan aku belum sempat meluapkan kekesalan juga menuntut penjelasan pada Roy yang langsung ikut kabur begitu Pak RT dan konco-konconya pergi.Mereka langsung meminta maaf saat Khalid menjelaskan dengan detail bagaimana hubungan kami terjalin dengan tambahan bumbu-bumbu sandiwara yang menutupi fakta tentang anak di kandunganku sebenarnya. Ekspresi yang paling kentara jelas ditunjukan si Bandot Tua Tikus Berdasi, yang menatap dengan penuh emosi tadi. Niat ingin menjatuhkan, tapi malah dia yang malu sendiri."Apa nggak kekecilan?" Khalid bertanya dengan hati-hati, masih dengan pandangan yang mengitari sekitar indekos yang baru dia singgahi."Nggak. Pas, kok. Mending kecil tapi nyaman. Daripada gede tapi ngg
Read more
Waktu Bersama
"Suaminya single, Mbak?" Celetukan dari tetangga sebelah kosan menginterupsiku yang tengah mengangkati pakaian kering dari balik rak jemuran yang sengaja dinaikan ke teras selepas hujan."Single jidatmu!" cetusku ketus."Canda, Mbak. Btw cakep amat lakinya, siapa tahu butuh yang kedua buat bantu-bantu angkat jemuran." Gadis yang baru beranjak dewasa itu nyengir lebar."Kedua? Mungkin maksudnya yang ketiga!""Hah?" Gadis itu melotot antara terkejut dan heran.Aku hanya bisa terkekeh pelan."Saya cuma mau ngasih tahu, Dek. Naksir itu jangan sama laki orang. Walaupun sama-sama suka, jatohnya tetep selingan. Tempatnya pulang, ya tetep istri yang dia nikahin pertama kali!"Gadis dengan wajah siang dan leher malam itu hanya bisa menggaruk rambut. "Oh, gitu, ya, Mbak?"Aku mengangguk pelan, lalu masuk ke dalam.Begitu meletakkan baju kering di atas karpet ruang tamu, suara dari arah kamar mandi terdengar."Nin, ada sampo lain?""Kenapa emang?" "Kayaknya yang ini abis," jawabnya tak yakin."
Read more
Khawatir
Untuk pertama kali sejak tujuh bulan kebersamaan, aku terbangun dalam dekapan seorang Khalid Prasetya dalam ranjang yang sebenarnya hanya muat untuk ditempati satu orang. Melihat posisinya yang menyamping dengan sebelah lengan menopang kepalaku, sudah dipastikan betapa keram dan mati rasa salah satu lengannya itu.Kutatap jam yang terpajang di sudut ruang kamar menunjukan hampir waktu subuh, tapi belum sampai terdengar kumandang adzan. Perlahan aku beranjak dari sisinya untuk mengambil wudu, setelah itu baru memulai kegiatan yang rutin dilakukan mulai dari bangun pagi.Dua puluh menit setelah selesai sholat dan memasak nasi, aku melanjutkan kegiatan mencuci beberapa helai pakaian kotor, beserta yang Khalid kenakan kemarin. Karena memang tak ada mesin cuci, semua kulakukan dengan tangan. Meski awalnya kesusahan berjongkok dengan perut besar, tapi seiring berjalannya waktu apa yang sudah menjadi kebiasaan akan mudah dilakukan."Kenapa nggak pake mesin?" tanya sebuah suara dari belakang
Read more
Berkunjung
"Kenapa nggak pesen taksi online atau go-car aja?" tanya Khalid saat aku menyodorkan helm di depan motor matix yang akan kami kenakan."Lama, ribet. Ini lebih cepet. Dah, buruan!" Tak mau memperpanjang perdebatan, aku langsung menepuk jok, dan bersiap naik di belakang.Helaan napas panjang terdengar. Dia malah terdiam menatapku dan motor di hadapan dengan bergantian."Ayo, buruan!" desakku kemudian."Nindi, sebenernya saya malu mengatakan ini. Tapi, saya nggak bisa pake motor.""Demi?" Aku terpekik tanpa sadar.Khalid mengangguk pasrah, wajahnya terlihat amat meresahkan."Ck, ya udahlah, duduk di belakang! Biar aku yang bonceng." Kudorong pelan tubuhnya agar menyingkir, lalu bersiap memarkir motor memasuki gang."Apa nggak keliatan aneh?" Resahnya begitu duduk di jok belakang dan berpegangan pada kedua sisi bahuku."Satu-satunya keanehan cuma orang yang lancar naek sepeda, tapi nggak biar naik motor. Dah, buruan pake helm-nya. Keburu siang.""Saya pernah jatuh ke parit, Nindi. Terus d
Read more
Balasan Setimpal
"Sejak Mbak Nindi pergi, dan si Indra pulang bawa bini barunya, keadaan udah nggak lagi sama. Hampir tiap ari saya denger keributan dari rumah Bu Nia. Suara orang berantemlah, barang pecahlah, bahkan tangisan Nana dan istri barunya sejak anak mereka dinyatakan meninggal. Gongnya waktu bininya akhirnya minggat. Pertengkaran Bu Nia sama Indra makin sering terjadi. Kebanyakan masalah keuangan. Saya bisa dibilang saksi hidup kalian, jadi tahu betul gimana lima tahun terakhir Mbak Nindi berusaha mensejahterakan anak dan mertua Mbak, bahkan sampe lunasin utang-utang yang ditinggalin mendiang Lusi."Tapi, liat sekarang. Setelah Mbak Nindi pergi kurang lebih delapan bulan lalu, utang mereka di warung Babeh Naim sampe jutaan, beberapa barang di rumahnya satu per satu disita. Belom lagi utang duit ke mana-mana bakal berobat si Nana yang akhir-akhir ini sakit-sakitan, juga buat memenuhi kebiasaan buruk si Indra yang belum juga bisa lepas dari kesenangan judinya." Aku hanya bisa tertegun mendeng
Read more
Terlalu Dermawan
"Hey, masa kamu mau terus-terusan begini?" Khalid berlutut di hadapanku yang masih berbaring di ranjang, meski hari telah beranjak siang.Sudah dua hari sejak kunjungan itu, tiba-tiba mood-ku mulai berubah berantakan dan malas melakukan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Seharusnya aku senang karena pada akhirnya semua kebenaran terungkap, dan Bu Nia tak lagi memandangku sebelah mata.Namun, tetap saja terasa ada yang kurang. Tak ada perasaan lega yang seharusnya dirasakan. Aku malah merasa janggal, karena semuanya seperti tidak direncanakan dan terkesan dipaksakan.Apalagi saat melihat si keparat Indra lolos begitu saja sebelum mempertanggungjawabkan sempat aku menghajar wajahnya yang tak seberapa tampan."Makan, ya!" pintanya."Kan, tadi pagi udah sarapan," sanggahku sembari mendesah gusar. Aku memang tak berselera dua hari belakangan."Tapi, kan belum makan siang. Saya udah masak capcay tadi."Karena tak tega melihat effort-nya yang luar biasa selama menjadi bapak rumah tangga
Read more
Semakin Dekat
Setelah aku membiarkan Khalid mengurus rumah tangga selama dua hari. Banyak hal yang terjadi sepekan terakhir ini. Mulai dari tukang sayur yang semakin sering gedor-gedor tiap pagi, Ibu-ibu rempong yang datang silih berganti membawa makanan atau sekedar cari perhatian setelah ditraktir sayur sekali. Pak RT yang basa-basi mengajak Khalid nongkrong di Pos Ronda untuk main catur atau kartu, bahkan sekedar ngopi, yang aku tahu pasti tujuannya hanya untuk minta ditraktir. Dan banyak lagi kejadian lain yang membuatku hanya ingin menguncinya di dalam rumah tanpa membiarkannya keluar untuk jadi santapan warga sekitar karena cara 'dermawannya' dalam menghambur-hamburkan uang.Seperti kali ini, di siang bolong yang terik, saat Khalid tengah berkutat dengan laptop di pangkuan dan bergelut dengan pekerjaan ditemani secangkir kopi dan pisang goreng yang kuhidangkan. Kembali terdengar suara ketukan pintu dari luar."Diem, biar aku yang buka!" tegasku begitu melihat Khalid hendak beranjak dari tempa
Read more
Menunjukkan Diri
Aku tak tahu lagi bagaimana harus mendeskripsikan semua ini, setelah kembali membiarkan diri terperdaya dan jatuh dalam peluknya. Semua semakin tak terkendali. Semakin banyak penyatuan pasti akan semakin sulit untuk dilepaskan. Meskipun tahu akan sepahit apa akhirnya aku hanya ingin menyimpan tiap kenangan kebersamaan dalam sebuah memori, meski takdir mungkin akan memisahkan kami.Kutatap lelaki yang masih terlelap di sisi lain ranjang. Dengkuran halus terdengar, menandakan tidurnya yang lelap semalam.Melihat jam yang hampir menunjukkan waktu subuh, kuguncang bahunya pelan. Kelopak yang dihiasi bulu mata panjang itu bergerak perlahan."Bentar lagi subuh," kataku setelah mata kami bertemu.Khalid hanya terdiam menatapku dengan sorot yang dalam. Begitu aku beranjak bangkit, sebelah tangannya tiba-tiba menahan.Dengan suara yang parau, pintanya terlontar, "Sekali lagi boleh?"***"Buat siapa?" Khalid bertanya saat aku tengah mengemasi makanan dalam wadah bekal susun tiga."Nana sama Bu
Read more
PREV
1
...
45678
...
17
DMCA.com Protection Status