All Chapters of Niat Menyamar Malah Dilamar: Chapter 41 - Chapter 50
54 Chapters
Bab 41. Bersama
Sekarang sudah jalan tiga bulan lebih pernikahan kami. Masih dalam masa bulan madu. Apapun dikerjakan berdua. Dia ditinggal dikit, tidak mau. Bahkan, makanpun kalau tidak berdua tidak enak, katanya. Sisi manja Mas Langit mulai kentara.Mas Langit, panggilan baruku kepadanya. Semenjak menikah, aku dipaksa harus memanggil suamiku itu, Mas Langit. Awalnya membantah, karena kami seumuran. Namun setelah dipikir-pikir memang sebaiknya seperti itu, didengar telinga juga lebih enak. Mas Langit.Kami seperti mini lan mintuno, hewan laut yang selalu berjalan berpasangan kemana-mana. Saat kerjapun, aku harus ikut pergi ke pabrik. Walaupun dia sudah tidak membutuhkan aku untuk bekerja seperti dulu, karena sekarang sudah mempunyai asisten. Yang siap menunggu perintah dengan meja di depan ruangan kantor. Namanya Pak Parji. Terpaksa, aku mengerjakan pekerjaan garmen di sini juga, membuat rancangan untuk periode depan, mengecek laporan dan melakukan meeting online dengan para manager. Bahkan, aku
Read more
Bab 42. Kejutan
Baru hari ini kami tidak bersama. Aku tetap di rumah tidak ikut ke pabrik. Bangun tidur terasa berat kepala ini. Padahal, kami semalam tidak bersama seperti biasanya. Kami hanya menghabiskan malam dengan sibuk membuka kotak-kotak kayu milik Mas Langit. Ternyata dahulu dia berbeda sekali dengan sekarang. Aku semakin tahu tentang lelakiku ini."Ini bola hadiah dari Romo, karena masuk di tim junior sepak bola di kota ini. Dan, ini seragam pertamaku. Tuh, lihat ada tanda tangan pelatihku," tunjuknya dengan bangga.Pantas saja dia mengerti tentang tim kesayanganku. Satu kotak ini pun, kami bahas panjang lebar. Mulai dari tim kesayangan, pemain favorit, sampai tendangan yang masih kita ingat dahulu. Ada kotak yang berisi peralatan band dan aja juga kotak perlengkapan saat dia aktif di taekwondo.Yang membuat jantung berdebar saat membuka kotak kayu besar yang berisi barang-barang mantan. Mulai, topi, jaket, sepatu, tas, buku, pena, dan banyak lagi. Sempat kedua alisku bertaut menatapnya,
Read more
Bab 43. Alasan Bersama
Tidak ada lagi yang tidak aku tahu tentang Mas Langit, begitu juga dia.Kesenangannya sekarang bertambah lagi, membaca semua tulisanku. Bahkan menjadi orang nomor satu saat aku update cerita, dan selalu diakhiri kalimat, kapan bab berikutnya?Kehamilanku tidak hanya disambut gembira oleh Mas Langit dan Ibu beserta keluarga besar, Mahardika dan Mbak Rahmi juga. Bahkan saat pemeriksaan pertama, ruang pemeriksaan heboh dipenuhi mereka. Mahardika dan Ibu sampai terbang ke sini untuk menyaksikan kabar gembira. Aku benar-benar beruntung dikelilingi orang yang menyayangiku. "Lintang, aku harus ikut menyambut keponakanku. Biar dia tahu kalau pamannya sangat merindukan kehadirannya," bantah Mahardika saat aku keberatan dia datang hanya sekedar ikut ke dokter Kehebohan bertambah riuh saat hasil USG menunjukkan ada dua kantong kehamilan, pertanda ada dua janin yang bersemi di perutku. Kata alhamdulillah terpanjatkan bersamaan Dokter memberi kami peringatan untuk ekstra hati-hati. Karena inil
Read more
Bab 44. Keindahan Bersama
Sesampai di rumah sakit, Mahardika dengan sigap mengambil kursi roda. Dia yang mendorongku sedangkan suamiku sibuk mendaftar untuk pemeriksaan. "Mas Dika itu sayang sama Mbak Lintang, ya?" celetuk Bulek Ningsih, mungkin dia mengamati perlakuan kepadaku selama ini. "Iya Bulek. Kami berteman dari dulu banget. Keadaan yang sendiri, membuat kami sudah seperti saudara."*"Syukurlah, janinnya sehat. Berat badan juga normal, hanya di batas ambang bawah. Makannya tolong ditambah porsinya. Sedikit-sedikit tetapi sering, ya," jelas Ibu Dokter."Siap, Dokter!" jawab Mas Langit dan Mahardika. Aku sempat tersenyum melihat raut wajah Bu Dokter yang mengernyitkan dahi. Mungkin dia heran dengan sosok satunya yang antusias juga. "Nah, sekarang kita lihat jenis kelaminnya apa." Bu Dokter segera bersiap bersama suster. "Pasti cowok-cewek," guman Mas Langit."Bukan! Cewek-cewek!" sela Mahardika.Perdebatan dimulai lagi dan berakhir setelah aku menyeringai dan mendelik ke arah mereka."Sabar ya, bap
Read more
Bab 45. Madu Untukku
Rasanya kesepian. Keadaanku tidak memungkinkan ikut Mas Langit. Aku lebih banyak di rumah hanya berdua dengan Bulek Ningsih yang sudah diboyong ke rumah. Pekerjaan di garmen juga sudah selesai. Rancangan musim ini sudah jadi dan mulai tahap pemasaran. Tim marketing sudah mulai sibuk pameran di dalam ataupun di luar negeri. Waktu luang ini aku habiskan untuk menulis. Targetku, cerbung tentang Maharani dan Tuan Kusuma selesai sebelum aku melahirkan. Tidak hanya menulis, akupun tenggelam dalam hobi membaca. Buku novel maupun non fiksi aku lalap habis, dan berakhir ke cerita bersambung di aplikasi. Hati ini kadang curiga dengan Mas Langit. Gara-gara cerita tentang suami yang selingkuh. Semua potensi ada pada lelakiku itu. Ganteng, badannya ok, punya bisnis yang bagus, pinter, dan yang membuatku ketar-ketir, mempunyai istri yang hamil besar, yaitu aku. Apa mungkin Mas Langit juga seperti itu, ya? Kekurangan nafkah batin yang menyebabkan keterpaksaan. Memiliki kisah satu malam dan b
Read more
Bab 46. Pacar Baru?
Memang kesendirian sering menimbulkan pikiran negatif. Kalau biasanya tidak ada Mas Langit, aku di ribetin dengan cerewetnya Mahardika, ini sudah satu bulan dia tidak ada kabar. Mungkin dia tenggelam dengan kesibukan butik. Terakhir, dia ada fashion show di Singapura.Kesal hati ini, tiba-tiba dia tidak muncul sama sekali. Apa dia tidak kangen dengan keponakannya ini? Aku mengelus perutku yang membuncit sangat. Untuk jalanpun mulai kesusahan, kadang dada ini sesak saat mereka meluruskan badan. Bahkan pernah, kakinya berbayang di perut. Seandaikan Dika tahu, pasti dia senang sekali.'Dika, aku kangen.'Kenapa tidak aku hubungi saja? Aku raih ponsel di atas nakas. Lebih baik aku hubungi sambil menunggu Mas Langit yang masih membersihkan badan.Aku mengernyitkan dahi, menatap foto profilnya. Dia berfoto dengan perempuan cantik dengan berlatar belakang patung Singa lambang Singapura. Mereka tertawa bersama, menandakan bahagia.Senyum ini mengembang dengan sendirinya, menatap foto ini se
Read more
Bab 47.  Nama Rahasia
Sesuai janjinya, Mahardika datang ke rumah. Dia menunggu kelahiran si Kembar. Yang berbeda sekarang, dia tidak tidur di rumah seperti biasanya, namun dia tinggal di hotel. Alasannya, ke kota ini sambil mengurus pekerjaan sekaligus menunggu waktu lahiran.Aku mengerti, dalam pikiranku ini dikarenakan dia sudah tidak sendiri lagi. Ada Magdalena, yang bisa jadi merasa aneh dengan yang dilakukan. Menunggu istri orang melahirkan.Katanya, dia hanya mengawasi pekerjaan sesekali saja, jadi bisa menemaniku di siang hari saat Mas Langit ke pabrik. Mas Langit pun tidak keberatan dengan hal ini, dia merasa tenang. Padahal di rumah sudah ada Bulek Ningsih dan perawat yang khusus mengawasiku, dengan adanya Mahardika semua lebih aman. Itu kata suamiku.Di rumah, Mahardika disibukkan dengan mempersiapkan kamar si Kembar. Kamar dan perabotannya, sudah dilengkapi Mas Langit, sekarang giliran Mahardika mengatur kelambu, sprei, baju, selimut, dan semua yang berbahan kain. Memang dia sudah bilang sedari
Read more
Bab 48.  Awalku
Pagi-pagi Mahardika sudah datang. Mas Langit yang menelponnya.Entah, apa yang dibicarakan mereka. Dari meja makan, aku lihat mereka berbincang serius. Mas Langit seperti memberi arahan kepada Dika. "Dika, kau makan saja dulu. Aku tadi sudah makan roti," ucap suamiku kemudian meneguk teh hangat. Setelahnya, aku berdiri merapikan kemeja. Bersiap mengantarkan dia pergi kerja."I love you," bisik Mas Langit saat mengecup pipiku. Wajah ini menghangat, bukan karena apa, karena Mahardika menatap kami dengan lekat."Ini contoh memperlakukan istri," seloroh Mas Langit. Dia menggoda Mahardika lagi seperti biasanya. "Cepetan Magdalena diikat! Biar si Kembar cepet punya adik!" tambahnya."Iya. Ini lagi usaha! Cepet berangkat sana. Tenang saja, semua pesanmu aku laksanakan!" teriak Mahardika sambil menunjukkan jempolnya.Aku mengantar Mas Langit sampai depan. Walaupun dengan langkah pelan, aku tetap melakukannya. Mengantar suami bekerja seperti memberi semangat dan doa untuk suami supaya peker
Read more
Bab 49.  Papa dan Paman
POV Langit BaskoroMenunggu. Kata ini yang sangat tidak aku sukai. Seperti saat ini.Kami harus mengambil pilihan kedua, operasi. Kondisi Lintang istriku lemah, tidak memungkinkan untuk melahirkan si Kembar. Kalau dipaksakan akan beresiko besar. Aku tidak mau menerima kemungkinan buruk. Mereka harus selamat.Ditemani Mahardika, kami berdua terpekur di ruang tunggu. Sama-sama diam dengan pikiran masing-masing. Lintang. Sepertinya nama ini pun disematkan karena dia diperuntukkan untukku. Sejauh-jauhnya dia pergi, pasti akan kembali kepadaku, Langit. Itu yang kuyakini setelah tahu nama lengkapnya, Lintang Astuti.Dulu, awalnya memang aku tidak tahu data pribadinya dia. Astuti, itu saja yang aku tahu. Namun, semenjak kepergiannya dari rumah, aku mencari tahu tentangnya kepada Ibu. Malam terakhir bersamanya, sangat berbekas di hati. Akupun tidak mengerti, kenapa seperti ini. Berdekatan dengan perempuan, itu hal biasa bagiku. Entah, berapa orang yang pernah dekat denganku, akupun tidak
Read more
Bab 50. Istri
POV Lintang Astuti"Lintang sayang. Ini suamimu."Bisikan kalimat itu berulang kali kudengar. Samar, kemudian semakin jelas. Perlahan, mata ini kubuka paksa. Masih terasa berat dan sinar terang menerobos menyilaukan. Wajah sumringah suamiku menyambut dengan teriakan bersyukur. Masih terasa lelah dan mengantuk, namun masih bisa merasakan hujan kecupan di dahiku."Aku siapa?""Mas Langit. Suami Lintang Astuti," jawabku atas pertanyaan konyolnya. "Aku!? Aku!?" Wajah satu lagi muncul. Senyumnya tidak kalah lebar."Kamu siapa? Kok mirip Dika?" tanyaku kembali. Kesal rasanya, baru bangun sudah ditanya aneh-aneh."Kalau sudah bikin kesal, berarti kamu sudah normal," balas Mahardika dengan senyum lebar. "Dah! Kalian mesra-mesraan sana! Aku nungguin keponakanku aja!" tambahnya sambil menepuk bahu suamiku. "Selamat, ya, Mama Lintang."Aku dan Mas Langit berpandangan dan tersenyum melihat tingkah Mahardika yang beranjak ke luar ruangan.Tinggal kami berdua, saling bertatapan dengan senyum da
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status