All Chapters of Niat Menyamar Malah Dilamar: Chapter 11 - Chapter 20
54 Chapters
Bab 11. Penampilan
"Tutik, kamu sudah datang ternyata. Tolong bantu saya menyortir sampel ini," ucapnya yang baru masuk ruangan.Den langit menaruh keranjang penuh dengan sampel kain batik. Aku bergegas membantu nya. Syukurlah, dia tidak mendengar apa yang aku katakan. Buktinya dia tidak bertanya."Besuk ada tamu. Dia pembeli besar, jadi kita harus siapkan semuanya. Orang belakang juga saya suruh membersihkan areal dalam dan luar pabrik. Aku ingin image pabrik ini bersih, tertata, dan rapi. Pokoknya, zero mistake! Everything must be perfect. ""Ya, Den. Saya pastikan tidak ada yang salah, dan semuanya sempurna. Sample ini diberi nama sesuai daftar, kan?" tanyaku, kemudian mendongakkan wajah menunggu jawaban yang tak kunjung kudengar. Den Langit menatapku tajam dengan dahi berkerut."Saya salah, Den?""Tidak! Malah bener sekali. Ternyata kamu mengerti bahasa Inggris, ya? Kamu mengerti apa yang aku katakan? Kamu ini sering membuatku kaget."Aku mengernyitkan dahi, tidak mengerti apa yang dimaksud. Bahas
Read more
Bab 12. Adegan Suami Istri
Aku sudah mulai bersiap meninggalkan keluarga ini. Terutama tugas yang berhubungan dengan Den Langit, semua aku tata rapi sesuai periode dan berurut sesuai abjad. Semua untuk memudahkan dia saat aku sudah tidak di sini."Seharusnya Den Langit mempunyai sekretaris yang membantu. Seperti di sinetron itu," celetukku kemarin. "Untuk apa, Tik. Mereka biasanya jual tampang saja. Diajak kerja malah sibuk dandan. Malah stres!" jawabnya, kemudian menatapku. "Kan ada kamu yang membantuku?""Saya kan cuma pembantu, Den. Bukan sekretaris yang ikut bos kemana-mana. Saya pun tidak bisa ke sini terus." Aku harus mulai menjaga jarak dengan Den Langit. Jangan sampai dia tergantung kepadaku terus."Ok ok. Kasihan kamu juga. Nanti usulanmu aku pertimbangkan!"Syukurlah, akhirnya dia mengerti. Pelan-pelan aku menarik langkah ini untuk menghilang sebagai Tutik dan kembali ke duniaku sebenarnya."Tik! Astuti!" teriak Bulek Ningsih tergopoh menghampiriku. Dia mengangkat ujung kain yang digunakan untuk lan
Read more
Bab 13. Duniaku Terbalik
POV Langit BaskoroSemenjak meninggalnya Romo Baskoro dan Mas Bumi, duniaku menjadi terbalik.Keseharianku yang biasanya pergi ke kampus, nge-band, dan nongkrong di cafe, hilang sekejap. Tiba-tiba tanggung jawab besar tertumpuk di pundakku. Aku harus bertanggung jawab dengan keluarga dan perusahaan.Memang dalam keluarga ada dua putra, aku dan Mas Bumi. Namun, Romo lebih menyiapkan Mas Bumi sebagai putra pertama sebagai pemegang pabrik batik. Awalnya merasa tersisih, dan aku merasa Mas Bumi dianak emaskan. Mas Bumilah yang memberiku pengertian."Dek Langit, Romo tidak bermaksud seperti itu. Malah sebenarnya, Mas ingin seperti Dek Langit. Diberi kebebasan untuk kuliah apapun dan bisa ngumpul dengan teman. Lihat Mas, kuliah diharusnya mengambil managemen bisnis. Setelah itu langsung ke pabrik sampai sore. Teman pun, hanya orang pabrik atau relasi bisnis," keluhnya kala itu. Kami mempunyai kebiasaan menghabiskan malam dengan bernyanyi dan mengobrol di halaman belakang. Itu karena hanya
Read more
Bab 14. Tungguin
Waktuku harus meninggalkan tempat ini sudah dekat. Rasa kehilangan begitu melekat di hati. Keramahan Bulek Ningsih dan Pak Salim, mencandui. Mereka seperti keluarga baru bagiku.Tadi malam Laila menelponku. Dia memberikan alasan yang tepat untuk pergi dari sini. "Padahal prediksiku, kita tidak perlu mencari alasan seperti ini. Aku pikir, dirimu akan dipecat, eh, malah disayang," ucap Laila sambil terkekeh.Dia mengusulkan kalau sebenarnya aku sudah lama memasukkan pengajuan menjadi TKW, tetapi belum diberangkatkan karena kondisi global yang tidak menentu. Dia juga akan menghubungi Den Ajeng untuk menyampaikan hal ini. Jadi ini memudahkan aku."Apa sih rahasianya, kok awet di sana? Atau, jangan-jangan ada yang dirahasikan dariku, ya?" tuduh Laila."Tidak ada! Mereka suka karena aku karyawan langka, baik hati, dan tidak sombong. Mungkin, karyawan sebelumnya kurang mantra!"“Ssst…. Ada yang datang.Udahan, ya. Pokoknya thank you atas kerjasamanya.” Ucapku mulai memelankan suara.“Beres.
Read more
Bab 15.  Truntum
Wajahnya masih menunjukkan lengkungan senyum. Sedangkan aku menangkup pipiku yang tak kunjung terlepas dari hangat yang mendera. Kemudian menggosokkan telapak tangan, pura-pura kedinginan.Sambil menatapku sejenak, dia mengangkat dua contoh kain sambil berucap, "Lihat ini, kamu suka yang mana?"Aku mencondongkan tubuh mendekat, menajamkan pandangan untuk menilik yang dimaksud. Potongan kain dengan motif batik yang sama, hanya berbeda dominan warna berbeda, oranye dan hijau."Semuanya cantik dan bagus. Tetapi ... kalau secara pribadi, saya suka orange karena itu warna favorit yang melambangkan semangat. Makanya saya suka tim Belanda," celetukku setelah memberi penilaian."Kamu suka sepak bola?" tanyanya, sambil mengambil cangkir teh setelah meletakkan contoh kain tadi.Aku mengerjapkan mata, tersadar apa yang terucap tidak tepat. Bukankah aneh, seorang pembantu dari kampung, tetapi suka sepak bola luar negeri. Begitulah aku, kalau melihat warna oranye menjadi begitu semangat, sampai l
Read more
Bab 16. Ikut Aku
Walaupun tanpa ucap, aku tahu Den Langit kesal. Kutatap punggung yang menjauh dengan langkah tergesa, meninggalkan diriku bersama menguatnya rasa sesal. Kenapa saat ini omelan dan marahnya aku rindukan? Inginku, dia memaksaku untuk tinggal. Ini lebih baik daripada diam, seperti rasa yang diabaikan. Hati ini tidak rela kalau perhatiannya begitu saja tanggal.Segera aku tepis rengekan kata hati yang mencuat. Aku harus kembali menjadi perempuan kuat. Itu artinya, apapun yang terjadi aku harus semangat. "Tik, kamu keluar kerja? Kenapa? Tidak kerasan di sini?" Pertanyaan Bulek Ningsih memberondong saat aku bergabung di meja dapur bersama mereka. "Yu Ningsih, makan dulu," sela Pak Salim sambil menyenggol lengan Bulik. "Setelah itu, kita ngobrol. Wes, Ti. Ayo kita makan. Pecelnya uenak, ada timun dan kemangi kesukaanmu!" Pak Salim menyodorkan piring dan toples berisi rempeyek kacang. "Jawabnya setelah makan, ya, Ti. Tadi di pasar, Bulek beli tempe mendoaan. Ingat kamu suka ini."Aku meng
Read more
Bab 17. Mungkinkan Kita Bertemu Lagi?
Mata ini terpaku pada jaket yang dikenakan, berwarna biru dengan garis oranye di pundak memanjang sampai lengan. Di punggung tertulis, NEDERLAND. Itu jaket tim Belanda saat World Cup 2014. Jaket tim bola kesayanganku.Aku ingat benar, karena ini pertandingan bola terakhir yang aku ikuti. Karena beberapa hari setelahnya, kedua orang tuaku mengalami musibah. Musim pertandingan berikutnya, aku tidak sempat karena disibukkan dengan pekerjaan dan kesendirianku."Cepetan naik!" teriak Den Langit. Dia sudah keluar dengan kuda besi kesayangan. Ini berarti dia mengajakku naik motor? Pak Salim menyenggol lenganku sambil berkata, "Tik! Cepetan, sebelum dia marah lagi. Sana!" Kemudian dia tergopoh membuka gerbang dan berdiri bersiap di sana.Dengan masih ragu, aku mengenakan helm dan menaiki motor yang sudah meraung-raung. Beruntung aku menggunakan celana panjang komprang. Tidak lusuh, hanya cukup pantas untuk jalan beli gorengan. Berbanding terbalik dengan penampilannya yang maksimal.Kami me
Read more
Bab 18. Kehangatan
Baru saja aku membuka cerbungku di platform. Kebiasaanku setelah malam hari posting, paginya aku memastikan respon pembaca. Bagiku, respon pembaca menyuntik semangat untuk terus menulis. Ada rasa bangga dan puas di hati. Apalagi saat pembaca menyatakan ikut bahagia, hati berbunga-bunga, senyum-senyum, atau mengatakan tidak sabar menunggu bab selanjutnya. Aku mendapatkan tenaga ekstra dengan menebar energi positif kepada pembaca.Seperti sekarang. Tadi malam sepulang keluar dengan Den Langit, tulisan aku sempurnakan dan langsung aku posting di platform.Menceritakan tentang persamaan kedudukan antara majikan dan pembantu. Si pembantu berusaha up-grade dirinya dengan prestasi, sehingga saat bersama majikan yang mencintainya dia bisa berjalan dengan tegak dan membanggakan.Hubungan laki-laki dan perempuan, tidak sekadar berdasarkan cinta apalagi hasrat, namun ada rasa kebanggaan saat membersamainya.Dalam semalam, bab ini mendulang ratusan like. Beberapa komentar mengatakan ini cerita
Read more
Bab 19. Waktu Bebas Kita
Dari sudut mataku menangkap dia yang tersenyum sambil menyunggar rampurnya yang panjang. Seakan tahu gerakan itu menunjukkan pesonanya."Memang siapa yang menanyakan pekerjaan? Saya sudah lihat dan pekerjaanmu rapi. Terima kasih," ucapnya dengan tatapan sendu. Aku tidak berani menerjemahkan tatapan ini, yang aku tahu, ini tidak seperti biasanya. "Sebenarnya, saya tidak menganggapmu pembantu di rumah ini. Bersama kamu, saya seperti mempunyai teman kembali. Bisa berbicara apa saja tanpa ada batasan. Sayang sekali kamu akan segera pergi." Dia menghela napas dan melanjutkan berbicara. "Bisakah malam ini menjadi waktu bebas buat kita. Saya bukan majikan dan kamu juga bukan orang yang bekerja di sini. Kita menjadi teman, dan tidak ada panggilan Den, cukup panggil namaku saja. Toh, kita juga seumuran."Aku menatapnya, mencerna apa yang dimaksud. Jujur, aku merasa bungah, karena ini berarti aku bisa menjadi diriku sendiri. Walaupun hanya malam ini, karena besuk aku sudah tidak di sini.*S
Read more
Bab 20. Ancaman Langit
Aku pergi meninggalkan rumah yang sarat dengan kenangan setelah dia pergi. Diantarkan Bulek Ningsih dan Pak Salim, saat mobil jemputan yayasan datang. Tentu saja ini kerjaan Laila sahabatku sekaligus pemilik yayasan ini.Seperti yang dibilang Mbak Rahmi, setiba di rumah dia melarangku ke kantor. Aku harus menanggalkan peran Astuti si tukang bersih-bersih, dan itu membutuhkan dua sampai tiga hari. Itu waktu tercepat.Kemarin, aku dipaksa seharian di spa. Mulai, pijat, lulur, berendam, bahkan manicure pedicure. Aku tidak boleh keluar sebelum perawatan usai. Memang, badan menjadi segar dan wangi. Namun, diriku seperti dipenjara, sampai-sampai makan pun sudah disiapkan di dalam. Hari berikutnya, jadwalnya perawatan wajah. Kegiatan yang paling membosankan. Kecantikan yang dibayar dari rasa sakit, dan jenuh. Aku harus pasrah dengan apa yang dilakukan mereka. "Kamu ini seorang Lintang Astuti, wajah dari perusahaan ini. Sebagai pemilik sekaligus designer fashion, penampilan itu sangat perlu
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status